Rabu, 28 Januari 2009

Buku Partai GERINDRA

PARTAIKU, PARTAIMU
PARTAI KITA





PARTAI GERINDRA
GERAKAN INDONESIA RAYA





Oleh: Maswan




Diterbitkan oleh:
Bidang Penelitian dan Pengembangan Partai
Tahun 2008

PRAKATA

Berangkat dari kepedulian terhadap permasalahan hidup yang ada di sekitar kita, maka buku kecil ini hadir di hadapan pembaca. Persoalan politik yang kini marak dilakukan oleh pimpinan bangsa, masih menjadi bahan yang perlu dikaji. Dalam kajian perpolitikan Indonesia, kita masih perlu banyak belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan para politikus. Memahami kesalahan orang lain, sebagai landasan berpijak untuk memperbaiki diri adalah proses belajar.
Sebuah konsep pembelajaran, dalam tatanan kehidupan apa saja haruslah berlandaskan pada logika berpikir dan dengan pijakan hati nurani. Kita dapat belajar apa saja yang ada di sekitar kehidupan kita. Belajar hidup dari tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah sebuah keharusan bagi warga negara. Dalam hal ini, untuk pengaturan ketatanegaraan dipola dalam bingkai politik, yang berwujud kepartaian di Indonesia masih perlu banyak pembenahan. Dari kenyataan ini, hadirnya partai-partai baru, seperti Partai GERINDRA yang bakal ikut ambil bagian dari percaturan oerpolitikan Indonesia, haruslah banyak belajar dari partai yang muncul terdahulu.
Buku ini hadir di tengah-tengah kita, sebenarnya hanyalah sebagai wujud kepedulian gagasan dalam rangka memberi sumbangsih pemikiran, yang harapan akhirnya dapat memberi makna dan manfaat bagi pemimpin dan kader Partai GERINDRA. Karena buku ini disusun, untuk proses pembelajaran bagi pimpinan dan kader partai GERINDRA, bukan untuk partai-partai lainnya.
Buku kecil yang berjudul PARTAIKU, PARTAIMU, PARTAI KITA Gerakan Indonesia Raya GERINDRA ini tidak bermaksud diskriminasi terhadap partai lain. Kehadiran buku ini, hanyalah konsep pembelajaran para pimpinan dan kader Partai GERINDRA, agar dalam menapak jalan menata partai baru ini dapat lebih terarah dengan program yang jelas dan mapan.
Jika buku ini, terdapat kekeliruan dan kesalahan, mohon dimaafkan. Dan jika terdapat kata-kata dan kalimat yang kurang berkenan, penulis mohon maaf. Semoga buku kecil ini bermanfaat.

Jepara, 29 Juli 2008
Penulis















DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................ 5
I. MENGEMBALIKAN CITRA POLITIK ”PARTAI GERINDRA HARUS TAMPIL BEDA” ................................................. 6
II. PARTAI GERINDRA BERANGKAT DARI DESA.......................................... 12
III. PIMPINAN DAN KADER PARTAI SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN ....... 18
IV. BASIS MASSA PARTAI GERINDRA ADALAH ORANG MISKIN PEDESAAN.......................................... 24
V. PEREKRUTAN MASSA PENDUKUNG LEWAT PROGRAM, BUKAN JANJI... 31








I. MENGEMBALIKAN CITRA POLITIK
”PARTAI GERINDRA HARUS TAMPIL BEDA”

Sering terjadi pemahaman konsep terminologi kata yang salah kaprah dalam mengartikan makna kata politik. Politik adalah kotor. Politik adalah keras dan buas. Politik adalah kejam dan menakutkan. Politik adalah pekerjaan orang yang tidak bermoral. Politik adalah... dan adalah... seperti konotasi makna negatif dan arti yang jelek-jelek seperti di atas. Sebenarnya sah-sah saja, seseorang memberi label makna kata politik dengan nada minor tersebut, karena mereka yang mengartikan kata politik tersebut lantaran pernah dikecewakan oleh pemain politik. Secara riil di lapangan, kancah politik yang diperankan oleh para politikus dalam porses sejarah perpolitikan kebanyakan ber-ending dengan pembodohan dan manipulasi publik yang terus dilakukan secara berulang-ulang. Maka masyarakat awam yang tidak punya kepentingan langsung dengan kekuasaan, merasa acuh tak acuh dengan apa yang menjadi kebijakan penguasa tersebut.
Politik dalam arti yang sebenarnya adalah ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti membahas tentang sistem pemerintahan, mengatur dan melakukan konsep dasar tentang kebijakan pemerintahan. Atau dengan kata lain politik adalah segala urusan atau tindakan yang berkaitan dengan kebijakan, siasat mengenai pemerintahan yang dilakukan oleh setiap orang yang mempunyai kekuasaan. Jika dianalisa dari konsep berpikir rasional bahwa mkna kata politik yang diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan, berarti setiap orang yang memiliki keahlian, ketrampilan dan sikap yang baik untuk mengatur negara dengan segala isi dan persoalan garapannya. Pengertian negara dalam konsep ini adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Atau kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Seseorang yang berkecimpung dalam dunia politik haruslah mempunyai seperangkat kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan sebuah tatanan kenegaraan. Dalam konsep bahasa jawa, noto negoro berarti seseorang yang bergelut di bidang politik haruslah orang yang memahami pranatan dan seluk beluk kehidupan, dan muara akhirnya adalah pada pemenuhan kebutuhan warganya.
Kita punya keyakinan, dengan kata seyakin-yakinnya bahwa awal berdirinya setiap partai politik di belahan negara dan benua mana pun, mempunyai tujuan baik dan luhur. Dalih dan dalil yang dikedepankan adalah memperjuangkan rakyat, dari sisi-sisi kehidupan mana pun dan apapun. Logika pemikiran yang dikemas dengan bahasa yang cukup mempersuasif untuk mempengaruhi, sehingga orang yang mendapat penawaran untuk menduduki jabatan kekuasaan politik langsung meng-iya-kan dan menerimanya, karena ada kalkulasi keuntungan.
Melihat konsep dasar makna politik yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang jelek, kotor dan kejam. Jika dalam prakteknya, percaturan dan permainan politik menjadi tidak bermoral, serakah dan kejam, ini dapat diruntut dari kesalahan pribadi-pribadi yang bergelut dalam kancah permainan politik. Pribadi-pribadi tersebut yang semestinya tidak mampu mengatur siasat dan strategi, karena menginginkan posisi kekuasan, maka jalan pintas yang ditempuh menggunakan cara-cara yang kotor, keras dan tidak bermoral. Inilah yang menjadi ancaman bangsa, jika negara dipimpin oleh para politikus yang tidak memiliki sumber daya pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan. Masyarakat kecil jangan dihantui rasa takut berpolitik. Jadikanlah politik sebagai lahan pembelajaran untuk mengatur tata kehidupan yang beretika moral yang tinggi. Partai baru yang bernama GERINDRA (Gerakan Indonesia Raya), diharapkan dapat belajar dari kesalahan konsep politik yang selama ini dinilai kotor, kejam dan menakutkan. Partai GERINDRA hadir di tengah-tengah kehidupan Orang Indonesia yang mayoritas orang desa yang miskin, dan terbelakang, harus tampil beda dengan partai-partai lain, dalam tata aturan, mekanisme dan pendekatan dalam membangun sistem kepartaian.
Diharapkan, siapa pun yang memimpin Partai GERINDRA mau belajar dari pengalaman pahit kekeliruan konsep partai politik yang arogan. Kader-kader partai harus mendapat pendidikan dan pelatihan serta pembinaan, agar dalam penanganan partai yang kebanyakan basis masanya adalah masyatakat miskin, bodoh dan terbelakang dapat diterima kehadirannya di tengah-tengah mereka. Dalam sebuah partai politik, antara pimpinan atau kader-kader penggerak dengan massa yang digerakkan, tidak pernah ada jarak. Alur perjalanan untuk mengusung sebuah partai, haruslah beriringan, senada dan seirama. Tidak akan mencapai tujuan untuk memperoleh suara, manakala antara pimpinan dan yang dipimpin tidak mempunyai falsafah dan kebersamaan hidup yang tidak dibatasi oleh waktu sesaat (menjelang pemilu saja), tetapi harus dilakukan sepanjang masa, jika partai ingin eksis. Kondisi seperti ini yang perlu dijadikan pelajaran bagi pimpinan dan kader partai GERINDRA. Jangan sampai terjadi slogan yang berbunyi, ”makan pisang lupa kulitnya” atau ”isi dimakan kulit dibuang sembarang” dan ”habis manis sepah dibuang” ada pada partai GERINDRA. Eksistensi partai GERINDRA akan tetap ada, manakala kebersamaan dalam suka dan duka terus dipertahankan. Mampukah kita, semoga!

II. PARTAI GERINDRA BERANGKAT DARI DESA

Kehadiran partai GERINDRA di tengah-tengah percaturan perpolitikan Indonesia, akan memmberi warna baru dan sekaligus mampu ikut membangun image bangsa yang kini mulai melemah dan acuh tak acuh terhadap pemahaman politik, jika kita sebagai pimpinan dan kader partai mempunyai komitmen berjuang untuk bangsa yang dilandasi dengan etika moral yang tinggi.
Proses sejarah perjalanan perjuangan bangsa pada awal kemerdekaan, kehadiran partai politik mendapat dukungan penuh hampir dari seluruh bangsa Indonesia. Semangat warga masyarakat untuk mengusung partai yang diikutinya untuk memperoleh porsi kekuasaan, dilakukan dengan semangat juang yang tinggi dan gigih. Lantas sekarang bagimana ? Disadarai atau tidak bahwa peran serta bangsa, terutama masyarakat kecil yang berada di pedesaan sebagai akar rumput dan sebagai basis massa partai-partai yang ada saat ini mulai kendor bahkan nyaris acuh tak acuh terhadap sistem kepartaian yang ada. Fenomena ini terjadi, dapat diruntut dari proses perjalanan kepartaian yang didukung dan dipilih yang seharusnya sebagai tempat aspirasinya, belum mampu memberi makna hidup dan hak-hak kehidupan bagi orang-orang lemah di pinggiran kota dan pedesaan.
Kita semua tahu bahwa besarnya sebuah partai, tidak serta merta muncul tanpa sebab. Pendukung partai politik, justru yang paling banyak berada pada masyarakat pedesaan sebagai akar rumput yang nasibnya sebagai tunggangan dan terinjak-injak terus. Realitas yang terjadi, menjelang pemilu masyarakat pedesaan tersebut menjadi ajang rebutan untuk disuruh mendukung dan memilih, namun setelah usai pemilu ditinggalkan begitu saja, tanpa ada imbalan hak-hak hidup sebagai orang miskin, bodoh dan terbelakang.
Partai GERINDRA hadir di tengah-tengah carut marutnya partai politik, semoga dan berharap agar tidak mengulang untuk yang ke sekian kalinya menawarkan janji kosong. Kader partai GERINDRA, jangan pernah ada yang menawarkan janji kosong kepada siapa saja. Komitmen yang harus dipegang dalam menata partai, jika menginginkan GERINDRA besar yang disegani lawan dan dicintai pengikutnya, haruslah dengan cara-cara yang santun dan yang memberi rasa senang, aman dan menghargai semua potensi warganya.
Dalam perekrutan massa pendukung, sebagai pimpinan dan kader partai proses pendekatan yang perlu dilakukan dengan pendekatan humanisme (nilai-nilai kemanusiaan). Prinsip dasar orang hidup yang paling mendasar adalah pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan manusia secara riil adalah bentuk kebutuhan lahir da bathin, atau dengan kata lain adalah kebutuhan phisik dan psikhis. Kebutuhan phisik (material) dalam bentuk pangan, sandang dan papan yang dalam hal ini biasa digarap dalam bidang ekonomi. Sementara kebutuhan psikhis (kejiwaan) dapat berupa pemenuhan kebutuhan cinta kasih, kebutuhan rasa aman dan kebutuhan dapat pengakuan kemampuan yang dimilikinya.
Sebagai kader dalam ikut memenuhi kebutahan masyarakat yang berada di pedesaan yang relatif taraf hidupnya rata-rata miskin, bodoh dan terbelakang, maka cara yang digunakan untuk membangun kebutuhan ekonomi tersebut tidak hanya sekedar diberi beras, uang dan sejenisnya yang sekali habis dimakan. Jangan hanya sekedar diberi ikan, tetapi berilah kail dan umpan biar dapat menangkap ikan sendiri.
Maka dalam hal ini, program partai harus lebih banyak memberdayakan bagaimana warga masyarakat mempunyai kemandirian hidup, dengan semangat wiraswasta. Dengan bekal semangat kerja secara phisik, maka harus pula dipacu dengan pemberian motivasi agar terasa senang dalam hidupnya. Masyarakat yang miskin, bodoh dan terbelakang haruslah juga mendapat ketenangan hidup dan rasa aman dari gangguan permusuhan. Pengakuan dan penghargaan atas keikutsetaan dalam membangun kehidupannya sendiri dan bangsanya, harus juga diperhatikan. Jika kita, sebagai pimpinan bangsa mampu berdekatan dengan mereka (orang-orang) gelandangan di pinggiran kota, dan masyarakat miskin yang bodoh di pedesaan, maka untuk membesarkan partai GERINDRA yang baru lahir ini, cepat besar akan mudah dicapai. Jalan mulus akan terwujud, karena saat ini masyarakat kecil masih sangat membutuhkan pengayoman dari pimpinan yang mampu memahami dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Dan tidak kalah pentinya juga, mereka secara struktural yaitu kader-kader pimpinan partai GERINDRA yang berada di desa-desa, yang berjuang di lapis bawah, harusnya juga mendapat pengakuan penuh, serta ada konsekuensi logisnya mendapat imbalan materi sebagai pemenuhan kebutuhan ekonominya. Partai GERINDRA yang diharapkan dapat besar, tidak akan pernah lepas dari masyarakat yang berada di akar rumput, yang bernama orang desa. Orang desa identik dengan orang tani, buruh, nelayan dan sejenisnya. Untuk itu kader yang paling sangat dibutuhkan adalah kader partai yang berada di desa, yang akan merekrut dan membina massa sebanyak-banyaknya di desa.




















III. PIMPINAN DAN KADER PARTAI
SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN

Untuk memperoleh kepercayaan dari orang perorang, agar mereka (massa) mau melihat, senang, tertarik, mengagumi, mengikuti, mendukung, memperjuangkan, membangun dan mau membina partai baru yang bernama GERINDRA ini, tidak semudah yang kita angankan. Untuk mewujudkan partai menjadi besar kita harus berjuang mati-matian untuk meyakinkan bahwa partai baru ini benar-benar solid dan mampu menjadi bemper dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan kebodohan.
Kita memang boleh menganggap bahwa Partai GERINDRA berdampingan dengan HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). Basis masa petani, nelayan dan buruh hampir di pelosok desa di seluruh Indonesia ada. Dalam keadaan seperti itu, bukan berarti mereka otomatis mau memilih partai yang diusung HKTI. Keberadaan orang desa tersebut, tidaklah serta merta mau masuk partai GERINDRA tanpa ada sebab dan musababnya. Orang-orang desa yang sudah masuk pada salah satu partai yang menjadi pilihannya, bahwa partainya adalah partai yang terbaik di antara yang baik. Masyarakat desa yang sudah memilih salah satu partai dan itu mnjadi sebuah keyakinanya, maka untuk beralih pada partai yang lain (partai baru) adalah agak sulit dipengaruhi dan dirayu.
Partai GERINDRA, untuk memperoleh masa pendukung dituntut mencari strategi dan pola perekrutan yang sportif dengan cara menawarkan program yang realistis. Pimpinan dan kader partai memang harus benar-benar mempunyai sumber daya yang kuat. Sumber daya yang kuat dalam hal ini dimaksudkan adalah sunber daya material berbentuk dana, dan juga sumber daya manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir untuk memunculkan ide-ide baru yang cemerlang dalam kerangka sistem memenejemen partai. Untuk menjadi pimpinan partai GERINDRA saat ini, tidak boleh dipegang oleh orang yang hanya bermodal otot dan semangat saja.
Seseorang yang berkeinginan dan bersedia masuk pada satu komunitas partai GERINDRA yang baru berusia seumur jagung ini, maka persyaratan utama adalah pimpinan dan program partai harus layak dijual. Setidaknya orang yang melihat partai ini, merasa tertarik, terus menyenangi, berlanjut mengagumi, terus mengikuti dan berakhir mendukung serta ikut memperjuangkannya. Seseorang biasanya tertarik dan mengikuti setelah melihat siapa-siapa kader pimpinannya, dan apa program-programnya. Hal inilah yang perlu dipikirkan serius dalam perekrutan pimpinan partai, mulai dari pusat sampai pada pimpinan atau kader-kader yang berada di pelosok desa.
Pimpinan partai GERINDRA setidak-tidaknya mempunyai beberapa kriteria watak dan kepribadian kepemimpinan di bawah ini:
1. Bergairah dan mampu menggunakan daya penggerak dirinya dan orang lain.
2. Pandai bergaul dan mampu mempengaruhi (membujuk) orang lain.
3. Kemauan keras terhadap kemajuan.
4. Berpandangan luas, cerdas, jujur, bersikap positif dan kreatif dalam bertindak.
5. Memelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya
6. Berkepribadian menyenangkan, tidak sombong dan mengobral janji.
7. Mampu meyakinkan diri sendiri dan orang lain sebelum bertindak.
8. Tidak memiliki ambisi dalam setiap jabatan yang berlebihan.
9. Tidak rakus, serakah, korup dan cacat moral/susila
10. Menghargai dan mendayagunakan waktu yang seefisien mungkin.
11. Mempunyai tanggung jawab besar terhadap sesuatu yang dibebankan kepadanya.
12. Mempunyai tenggang rasa yang tinggi terhadap sesamanya.
13. Mempunyai kepekaan dan antisipasi yang tinggi terhadap kehidupan masa yang akan datang.
14. Mampu menghilangkan rasa kekhawatiran yang berlebihan terhadap lawan saingannya.
15. Mempunyai kedisiplinan tinggi terhadap setiap aturan yang ditetapkan.
16. Berani mengambil resiko dalam melangkah setelah diperhitungkan masak-masak.
17. Bertekat untuk menyebarluaskan segala hal yang positif demi kepentingan umum, dan sejenisnya.
Sikap dan kepribadian di atas, walaupun tidak selurunya dimiliki oleh pimpinan atau kader partai GERINDRA, paling tidak ada beberapa sebagian yang melekat pada diri masing-masing pimpinan atau kader tersebut. Hal ini sangat penting artinya dalam membangun kepercayaan massa yang kini masyarakat sudah sering dibohongi oleh para pimpinan partai yang pernah diikutinya. Jika kita memang komitmen, ingin membesarkan partai, dengan cara merekrut masa yang tercecer di pedesaan, maka kita harus menjadi cermin yang baik untuk mereka. Jangan sampai kita terjun ke basis masa di pedesaan, dianggap sebagai cermin retak yang tidak dapat digunakan untuk bercermin. Setidak-tidaknya, konsep sistem among dari Ki Hajar Dewantoro, Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan dapat dicontoh), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah-tengah dapat mempengaruhi) dan Tutwuri Handayani (Mengikuti di belakang sambil memberi dorongan kekutan). Ya, semoga kita dapat menjadi guru bangsa, dalam menata sistem kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya ini.













IV. BASIS MASSA PARTAI GERINDRA ADALAH
ORANG MISKIN PEDESAAN
Setiap partai mempunyai basis masa yang menjadi sasaran garapan dan dijadikan pendukung perolehan suara dalam pemilihan umum (PEMILU). Pemain politik, selalu mengklaim bahwa komunitas massa tertentu menjadi miliknya dan tidak boleh partai lain memasuki komunitas massa tersebut. Hal ini sah-sah saja, karena massa yang digalangnya mempunyai kesamaan paradigma, visi dan misi. Namun dalam realitasnya klaim tersebut, terkadang berseberangan karena kenyataan yang dihadapi pemilih sebagai komunitas masa tersebut, merasakan kekecewaan atas perlakuan dari pelaku politik tersebut yang tidak sesuai dengan janji-janji yang pernah disampaikan. Dengan keadaan seperti itu, maka predeksi perolehan suara meleset seperti apa yang diperhitungkan sebelumnya.
Partai GERINDRA yang baru akan tampil di panggung percaturan politik nasional Indonesia, tidak boleh bernafsu dan mengklaim bahwa komunitas massa petani, nelayan dan masyarakat pinggiran kota yang berstatus gelandangan dan orang-orang miskin lainnya menjadi milik kita. Rasanya mmang terlalu dini, jika kita merasa optimis, akan mampu bersaing dengan partai-partai raksasa seperti Golkar, PDI, PPP dan PKB dan sejenisnya. Mereka sudah malang melintang dan sudah merasakan pahit getirnya perjuangan kepartaian. Sebagai partai baru yang berharap menjadi partai besar, sejajar dengan partai-partai besar tersebut di atas, maka konsekuensi logisnya kita harus belajar dari sepak terjangnya para pimpinan-pimpinan partai yang pernah memenangkan Pemilu. Setidak-tidaknya kita belajar mencuri dari kesalahan-kesalahan mereka untuk tidak dilakukan dalam menjalankan roda kepemimpinan partai GERINDRA. Belajar dari strategi keberhasilan dan mengevaluasi dari kegagalan mereka untuk kita kemas menjadi suatu terori, dan pola-pola baru yang belum pernah dilakukan oleh partai lain. Hal ini memerlukan kecerdasan dari pimpinan dan kader-kader partai GERINDRA.
Bidikan masa yang akan kita dekati adalah basis massa partai lain yang tidak terurus. Massa yang masih tercecer tidak terurus inilah sebenarnya yang perlu kita garap, begitu juga para pemilih pemula. Massa yang kecewa dari partai lain, inilah yang perlu mendapat uluran tangan dan perlu pendekatan persuasif. Strategi perekrutan massa seperti itu sangat sulit untuk didekati, karena biasanya mereka-mereka itu orang kecewa dengan partai yang pernah diikutinya, tetap akan berkesimpulan bahwa setiap kehadiran partai tetap sama jeleknya. Sementara pemilih pemula belum tahu arah ke mana dan siapa yang akan diikutinya. Untuk mendekati komunitas masa seperti ini dibutuhkan kecerdasan dalam berkomunikasi. Dan dalam pendekatan kepada mereka, jangan pernah ada kata bosan dan membenci mereka lantaran tidak mengikuti partai kita. Kata kunci dalam merekrut dan membina pengikut adalah tegur sapa dan senyum persahabatan.
Secara manusiawi, kehidupan petani di desa-desa masih banyak yang membutuhkan uluran tangan bentuk santunan dan bimbingan. Program pemberdayaan petani selama ini hanya ditangani asal-asalan yang tidak mencakup keseluruhan masyarakat. Jika partai GERINDRA ini bertekad memberdayakan masyarakat petani, nelayan dan buruh, maka jalan yang ditempuh adalah dengan cara:
1. Membentuk kader-kader partai yang sekaligus sebagai penyuluh pertanian dan penggerak usaha produktif di tingkat RT-RT di seluruh Indonesia.
2. Kader-kader partai dan penyuluh pertanian di tingkat RT yang dipilih tersebut, dididik dan dilatih secara profesional untuk dibekali berbagai hal, baik teknik pengelolaan pertanian, ketrampilan usaha produktif dan sikap kepemimpinan yang mumpuni.
3. Kader partai dan penyuluh berkewajiban membentuk kelompok tani dan kelompok usaha di masing-masing RT untuk dibina pada bidang pertanian dan bidang kewirausahaan dengan membuka usaha produktif, yang pemasaran produknya juga ditangani dan disalurkan.
4. Pimpinan dan kader partai yang berada di atasnya, yaitu pada tingkat desa sebagai penanggung jawab program, bekerja sama dengan semua perangkat desa dan lembaga terkait seperti BPD, PKK dan karang taruna untuk membina kewirausahaan, membangun sistem pertanian dan perekonomian masyarakat desa.
5. Pimpinan dan kader partai di tingkat kecamatan sebagai fasilitator program pemberdayaan ekonomi massa, membentuk wadah usaha perdagangan untuk menampung dan menjualkan atau mendistribusikan produksi hasil dari kelompok di RT tersebut. Dengan cara ini bagi kelompok tani yang berwirausaha di tingkat RT tidak bingung dan kehilangan arah bagaimana menjual produk tani dan hasil usaha industri kecilnya. Program pemberdayaan usaha perdagangan yang dilakukan masyarakat pedesaan harus selalu mendapat pembiaan dan fasilitas, termasuk mendapat pinjaman modal stimulan.
6. Pimpinan dan kader partai yang berada di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat sebagai pengembang dan pembina program permberdayaan masyarakat desa mengusahakan fasilitas dan dana pinjaman pada usaha perdagangan di tingkat kecamatan serta dana stimulan kepada kelompok usaha tani dan kelompok usaha produktif. Program ini dapat dibentuk lembaga perekomian yang menangani koperasi atau Badan Perkreditan Rakyat (BPR) yang dikelola secara profesional.
Dalam satu program pemberdayaan massa di desa memang harus riil dan dapat menyentuh ke kehidupan yang dialami langsung oleh masyarakat di desa. Dengan demikian, kader partai dengan sendirinya juga menggiring massa untuk memilih dan mendukung partai GERINDRA sebagai tangan kanan HKTI. Program pemberdayaan masyarakat ini memang harus profesional dan berlangsung terus menerus, jika partai GERINDRA ingin besar dan eksis di Indonesia. Jika program partai GERINDRA hanya janji semata, maka kita tidak dapat berharap banyak untuk memperoleh dukungan. Kalau itu yang terjadi maka, ini sama saja dengan partai-partai lain yang sudah sering mengobral janji tetapi realitasnya tidak pernah ada. Pengikut partai sekarang sudah jenuh dengan janji dan tidak akan mempan untuk digerakkan, kalau hanya sekedar bicara menjanjikan sesuatu.













V. PEREKRUTAN MASSA PENDUKUNG
LEWAT PROGRAM, BUKAN JANJI

Diakui atau tidak, fenomena perpolitikan Indonesia yang dikemas dalam wadah partai politik sampai saat ini, proses pemberdayaannya harus memakai beaya yang lebih dari cukup. Untuk mengusung figur seorang dalam memperoleh jabatan kekuasaan, partai hanyalah sebuah kendaraan sebagai tumpangan untuk mencapai tujuan. Pendukung partai tidak mau diikat erat-erat oleh pimpinan partainya, untuk diarahkan memilih calon legislatif dan eksekutifnya dalam pemilu. Masyarakat dalam memilih calon figur pimpinan, lebih banyak berdasar pada figur orang yang memberi kemanfaatan pada diri pemilih tersebut. Baik manfaat sesaat, dalam arti yang memberi sesuatu pada saat menjelang pemilihan, atau manfaat jangka panjang dalam arti yang memberi sesuatu untuk kemaslahatan ummat dalam kapasitas cukup banyak dan mempunyai cakupan yang luas. Nama besar partai politik hanyalah sebuah nama, jika figur pimpinannya tidak layak jual, tetap akan ditinggalkan.
Keadaan inilah yang patut untuk dijadikan wahana pembelajaran bagi kita saat ini yang terjun ke dunia politik. Seperti halnya kita sebagai pimpinan dan kader partai GERINDRA yang baru akan menapak jalan, maka kajian ulang tentang fenomena munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap sebuah partai politik, kita harus mencari pola agar masyarakat mempunyai kepedulian terhadap GERINDRA sebagai partai baru yang eksis membangun program, tidak memberi sesuatu pada menjelang pilihan.
Ya, kita memang harus bermodal dana yang cukup untuk memberdayakan masyarakat miskin, bodoh dan terbelakang di pedesaan. Tidak bisa tidak, kita harus terjun langsung ke lapis bawah, dengan membawa berkah kehidupan pada orang-orang yang hidup diatas bumi yang subur di pedesaan. Uluran tangan untuk modal hidup dan penghidupan sebagai seorang petani, nelayan dan pengusaha kecil produktif, haruslah nyata. Kenyataan ini, tidak hanya ucapan dalam rangkaian kata, ”akan kami diberi ini dan itu, setelah kami jadi ini dan itu”, tetapi harus nyata diwujudkan dalam bentuk program yang terencana dan terlaksana untuk dinikmati, jauh sebelum melakukan pilihan.
Mampukah kita, melaksanakan amanat bangsa untuk ikut mensejahterakan kehidupan bangsa? Rasanya memang berat untuk kita laksanakan, karena kita hidup dalam kerangka sistem yang tidak semua komponen bangsa ini mempunyai kesadaran dan kepedulian terhadap hal tersebut. Tetapi, walaupun keadaannya sangat berat, haruslah kita mulai. Jika tidak, selamanya tidak pernah akan terjadi perubahan.
Komitmen awal saat akan mendirikan partai, haruslah menjadi pijakan untuk berbuat. Pembukaan AD/ART partai GERINDRA, manjadi sebuah pijakan dalam melaksanakan program partai. Untuk itu, sejak awal ini pula harus kita gelorakan bahwa partai GERINDRA adalah partainya orang-orang mempunyai etika moral tinggi, dan peduli terhadap hak-hak hidup orang kecil yang tertindas. Untuk menegakkan komitmen tersebut, langkah awal adalah menata sistem organisasi yang kuat. Pimpinan partai di tingkat pusat, perlu dan harus membuat pedoman yang jelas tentang mekanisme kepengurusan partai. Jaringan komunikasi dan informasi dalam setiap kebijakan dari pimpinan pusat harus cepat disosialisasikan dengan bahasa yang jelas kepada kader partai yang paling bawah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi miskomunikasi atau kesalahfahaman.
Kekuatan partai berada pada pimpinan dan kader partai. Pimpinan dan kader partai dapat bekerja dengan baik apabila mekanisme dan aturan-aturan organisasi dapat dipahami dengan jelas. Dalam melangkah ke arah itu, terbentuknya kepengurusan partai baru GERINDRA ini, secara struktural personalia kepengurusan harus dimantapkan dengan cara diberi pembekalan dan pelatihan mengenai aturan orgnisasi dan perencanaan program yang mantap dalam memberdayakan potensi masyarakat pedesaan. Sistem manajemen kepartaian haruslah menggunakan pendekatan mamajemen profesional, yang mengacu pada penataan dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam pedesaan dengan segala aspek kehidupannya.
Kita sama-sama paham, bahwa adanya sebuah partai berkait erat dengan berbgai komponen. Pimpinan partai sebagai penggerak massa yang mempunyai kepentingan kekuasaan, sementara pada sisi lain, massa yang diregakkan juga mempunyai kepentingan hidup dari hasil pembangunan yang selama ini berlangsung. Oleh karena itu, agar kepentingan bersama ini terwujud, maka kewajiban dan hak dari kita semua haruslah seimbang.
Peta politik kebangsaan sebenarnya sangat sederhana untuk dipola. Memberi hak hidup masyarakat yang lemah dengan landasan kewajaran, adalah sebuah usaha yang sangat manusiawi. Jika masyarakat kecil yang pernah menyuarakan hak pilih dalam pesta demokrasi mendapat dan ikut memperoleh sedikit bagian dari haknya, mereka sudah puas dan merasa dihargai.
Teori yang paling mudah ditempuh untuk perekrutan masa partai adalah, jangan biarkan mereka lapar. Jangan biarkan mereka telanjang, jangan biarkan mereka kepanasan-kehujanan dan jangan biarkan mereka bodoh. Jika pengikut masa partai yang pernah menjadi jaranan (kuda-kudaan) dalam perebutan kekuasaan, setelah selesai tidak mendapat bagian dari hak hidupnya, maka jangan disalahkan kalau mereka marah dan menendang-nendang, dan akan berkibat tidak mau diperintah dan digerakkan lagi. Partai GERINDRA, yang mempunyai komitmen untuk mengangkat harkat martabat masyarakat kecil, semoga dalam perjalanan ke depan tidak sekedar jargon bagaikan pertunjukan dalam sebuah hiburan. Jika sebelum dan saat pelaksanaan ramai dan hingar bingar kesenangan, namun setelah usai suasana menjadi sepi-senyap dan tampak lemah dan loyo.
Kiat sukses untuk membangun partai GERINDRA, mari kita mulai dengan niatan suci dan landasan ikhlas untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masyarakat desa, agar tidak terus berputar ibarat lingkaran setan yang tidak pernah berakhir.
Dan yang paling penting harus dihindari dan dibuang jauh, adalah sikap diskriminasi kebangsaan bagi para pimpinan dan kader partai. Pengertian diskriminasi kebangsaan yang dimaksudkan, adalah jangan sampai menghukum dan membrangus pada mereka yang berseberangan tidak mendukung kita. Rasa hormat dan solidaritas terhadap lawan partai harus tetap dijaga. Sikap positif dan kedewasaan kita untuk menentukan langkah kebijakan sangat diperlukan. Karena dengan sikap yang demikian, akan memunculkan simpati baik dari kawan dan lawan politik kita. Janji kita untuk membangun bangsa dengan segala konsekuaensinya, adalah janji pada diri sendiri dengan landasan nurani dan perasaan kebangsaan.
Kita berangkat mendirikan partai dan menggalang massa, bukan hanya untuk kepentingan kultur etnis, tetapi untuk semua warga negara secara nasional. Dalam hal ini memang dibutuhkan pimpinan-pimpinan yang berjiwa besar. Dalam perekrutan massa pendukung harus dengan program yang nyata, tidak hanya sekedar janji. Jikalau terpaksa harus menjanjikan sesuatu, maka janji tersebut harus ada pembuktian di belakang hari. Sebenarnya masyarakat kecil pedesaan, tidak terlalu menuntut banyak dari hasil pembangunan di negeri ini, mereka hanya ingin cukup makan, selembar pakaian dan kesederhanaan rumah, serta anak-anak mereka terhindar dari kebodohan.
Mampulah kita untuk mewujudkan keinginan mereka? Yang dapat menjawab adalah kita sendiri sebagai pelaku politik praktis di partai GERINDRA yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan di neregi ini. Jika kita tidak mampu memberi nafas hidup bagi orang miskin setelah berkuasa, maka nada kalimat dalam lagu, ”kami masih seperti yang dulu.” Ya, ini tantangan kita, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, memberi petunjuk kepada kita, agar menjadi pimpinan yang cerdas. Orang cerdas adalah orang yang mmpunyai kemampuan untuk menyelesaikan problem kehidupan dengan cara yang benar dan dalam waktu yang relatif singkat. Semoga, Amin...
















APA YANG HARUS KITA PERBUAT
UNTUK HIDUP INI
PENGAKUAN JATI DIRI BANGSA DAN PEMBERDAYAAN HIDUP BAGI ORANG MISKIN TERTINDAS ADALAH TNGGUNG JAWAB KITA.
HARAPAN-HARAPAN HIDUP BANGSA YANG TIDAK TERPENUHI MENGAKIBATKAN KEKECEWAAN YANG BERKEPANJANGAN, DAN BERDAMPAK SESEORANG SUKAR DIATUR.
SENTUHAN BATHIN DAN SENYUMAN KASIH SAYANG, MODAL AWAL UNTUK MEMULAI BERTEMAN, SEDANG MODAL POLITIK KEKUASAAN ADALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP YANG LAYAK.
JADIKAN SUMBER LAHAN TANAH PEDESAAN MENJADI SUMBER PENGHIDUPAN KERAKYATAN YANG ADIL DAN BERADAB, DEMI ANAK CUCU YANG KINI MASIH BANYAK YANG TERLANTAR.
JANGAN PAKSA MEREKA TERANIAYA DAN JANGAN BIARKAN MEREKA LAPAR UNTUK SELAMA HIDUPNYA, KARENA MEREKA SEBENARNYA JUGA MEMPUNYAI HAK HIDUP YANG WAJAR.


Maswan, lahir di Jepara 21 April 1960. Dalam kepengurusan Partai GERINDRA di DPC Jepara, sebagai Ketua I dan Wakil Ketua Bidang OKK (Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan), yang membidangi Penelitian dan Pengembangan Partai. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai guru swasta yang selama ini belum pernah merasakan kerasnya kehidupan politik praktis, kini bertekad ikut bergabung ke partai baru yang bernama GERINDRA.
Sebagai pengamat politik lokal yang selama ini dilakukan, banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran dalam perpolitikan Indonesia. Ketertarikan untuk mengikuti dan bergbung ke partai GERINDRA ini, diharapkan dapat menjadi tempat dan proses pembelajaran dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan landasan pemikiran dan nurani yang kuat untuk membesarkan partai, jika partai GERINDRA ini komitmen untuk memberdayakan masyarakat kecil di desa.
Selain itu juga sebagai dosen di Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara. Dan menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) III di Fakultas Tarbiyah.








PARTAIKU, PARTAIMU
PARTAI KITA





PARTAI GERINDRA
GERAKAN INDONESIA RAYA





Oleh: Maswan




Diterbitkan oleh:
Bidang Penelitian dan Pengembangan Partai
Tahun 2008

PRAKATA

Berangkat dari kepedulian terhadap permasalahan hidup yang ada di sekitar kita, maka buku kecil ini hadir di hadapan pembaca. Persoalan politik yang kini marak dilakukan oleh pimpinan bangsa, masih menjadi bahan yang perlu dikaji. Dalam kajian perpolitikan Indonesia, kita masih perlu banyak belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan para politikus. Memahami kesalahan orang lain, sebagai landasan berpijak untuk memperbaiki diri adalah proses belajar.
Sebuah konsep pembelajaran, dalam tatanan kehidupan apa saja haruslah berlandaskan pada logika berpikir dan dengan pijakan hati nurani. Kita dapat belajar apa saja yang ada di sekitar kehidupan kita. Belajar hidup dari tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah sebuah keharusan bagi warga negara. Dalam hal ini, untuk pengaturan ketatanegaraan dipola dalam bingkai politik, yang berwujud kepartaian di Indonesia masih perlu banyak pembenahan. Dari kenyataan ini, hadirnya partai-partai baru, seperti Partai GERINDRA yang bakal ikut ambil bagian dari percaturan oerpolitikan Indonesia, haruslah banyak belajar dari partai yang muncul terdahulu.
Buku ini hadir di tengah-tengah kita, sebenarnya hanyalah sebagai wujud kepedulian gagasan dalam rangka memberi sumbangsih pemikiran, yang harapan akhirnya dapat memberi makna dan manfaat bagi pemimpin dan kader Partai GERINDRA. Karena buku ini disusun, untuk proses pembelajaran bagi pimpinan dan kader partai GERINDRA, bukan untuk partai-partai lainnya.
Buku kecil yang berjudul PARTAIKU, PARTAIMU, PARTAI KITA Gerakan Indonesia Raya GERINDRA ini tidak bermaksud diskriminasi terhadap partai lain. Kehadiran buku ini, hanyalah konsep pembelajaran para pimpinan dan kader Partai GERINDRA, agar dalam menapak jalan menata partai baru ini dapat lebih terarah dengan program yang jelas dan mapan.
Jika buku ini, terdapat kekeliruan dan kesalahan, mohon dimaafkan. Dan jika terdapat kata-kata dan kalimat yang kurang berkenan, penulis mohon maaf. Semoga buku kecil ini bermanfaat.

Jepara, 29 Juli 2008
Penulis















DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................ 5
I. MENGEMBALIKAN CITRA POLITIK ”PARTAI GERINDRA HARUS TAMPIL BEDA” ................................................. 6
II. PARTAI GERINDRA BERANGKAT DARI DESA.......................................... 12
III. PIMPINAN DAN KADER PARTAI SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN ....... 18
IV. BASIS MASSA PARTAI GERINDRA ADALAH ORANG MISKIN PEDESAAN.......................................... 24
V. PEREKRUTAN MASSA PENDUKUNG LEWAT PROGRAM, BUKAN JANJI... 31








I. MENGEMBALIKAN CITRA POLITIK
”PARTAI GERINDRA HARUS TAMPIL BEDA”

Sering terjadi pemahaman konsep terminologi kata yang salah kaprah dalam mengartikan makna kata politik. Politik adalah kotor. Politik adalah keras dan buas. Politik adalah kejam dan menakutkan. Politik adalah pekerjaan orang yang tidak bermoral. Politik adalah... dan adalah... seperti konotasi makna negatif dan arti yang jelek-jelek seperti di atas. Sebenarnya sah-sah saja, seseorang memberi label makna kata politik dengan nada minor tersebut, karena mereka yang mengartikan kata politik tersebut lantaran pernah dikecewakan oleh pemain politik. Secara riil di lapangan, kancah politik yang diperankan oleh para politikus dalam porses sejarah perpolitikan kebanyakan ber-ending dengan pembodohan dan manipulasi publik yang terus dilakukan secara berulang-ulang. Maka masyarakat awam yang tidak punya kepentingan langsung dengan kekuasaan, merasa acuh tak acuh dengan apa yang menjadi kebijakan penguasa tersebut.
Politik dalam arti yang sebenarnya adalah ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti membahas tentang sistem pemerintahan, mengatur dan melakukan konsep dasar tentang kebijakan pemerintahan. Atau dengan kata lain politik adalah segala urusan atau tindakan yang berkaitan dengan kebijakan, siasat mengenai pemerintahan yang dilakukan oleh setiap orang yang mempunyai kekuasaan. Jika dianalisa dari konsep berpikir rasional bahwa mkna kata politik yang diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai ketatanegaraan, berarti setiap orang yang memiliki keahlian, ketrampilan dan sikap yang baik untuk mengatur negara dengan segala isi dan persoalan garapannya. Pengertian negara dalam konsep ini adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Atau kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Seseorang yang berkecimpung dalam dunia politik haruslah mempunyai seperangkat kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan sebuah tatanan kenegaraan. Dalam konsep bahasa jawa, noto negoro berarti seseorang yang bergelut di bidang politik haruslah orang yang memahami pranatan dan seluk beluk kehidupan, dan muara akhirnya adalah pada pemenuhan kebutuhan warganya.
Kita punya keyakinan, dengan kata seyakin-yakinnya bahwa awal berdirinya setiap partai politik di belahan negara dan benua mana pun, mempunyai tujuan baik dan luhur. Dalih dan dalil yang dikedepankan adalah memperjuangkan rakyat, dari sisi-sisi kehidupan mana pun dan apapun. Logika pemikiran yang dikemas dengan bahasa yang cukup mempersuasif untuk mempengaruhi, sehingga orang yang mendapat penawaran untuk menduduki jabatan kekuasaan politik langsung meng-iya-kan dan menerimanya, karena ada kalkulasi keuntungan.
Melihat konsep dasar makna politik yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang jelek, kotor dan kejam. Jika dalam prakteknya, percaturan dan permainan politik menjadi tidak bermoral, serakah dan kejam, ini dapat diruntut dari kesalahan pribadi-pribadi yang bergelut dalam kancah permainan politik. Pribadi-pribadi tersebut yang semestinya tidak mampu mengatur siasat dan strategi, karena menginginkan posisi kekuasan, maka jalan pintas yang ditempuh menggunakan cara-cara yang kotor, keras dan tidak bermoral. Inilah yang menjadi ancaman bangsa, jika negara dipimpin oleh para politikus yang tidak memiliki sumber daya pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan. Masyarakat kecil jangan dihantui rasa takut berpolitik. Jadikanlah politik sebagai lahan pembelajaran untuk mengatur tata kehidupan yang beretika moral yang tinggi. Partai baru yang bernama GERINDRA (Gerakan Indonesia Raya), diharapkan dapat belajar dari kesalahan konsep politik yang selama ini dinilai kotor, kejam dan menakutkan. Partai GERINDRA hadir di tengah-tengah kehidupan Orang Indonesia yang mayoritas orang desa yang miskin, dan terbelakang, harus tampil beda dengan partai-partai lain, dalam tata aturan, mekanisme dan pendekatan dalam membangun sistem kepartaian.
Diharapkan, siapa pun yang memimpin Partai GERINDRA mau belajar dari pengalaman pahit kekeliruan konsep partai politik yang arogan. Kader-kader partai harus mendapat pendidikan dan pelatihan serta pembinaan, agar dalam penanganan partai yang kebanyakan basis masanya adalah masyatakat miskin, bodoh dan terbelakang dapat diterima kehadirannya di tengah-tengah mereka. Dalam sebuah partai politik, antara pimpinan atau kader-kader penggerak dengan massa yang digerakkan, tidak pernah ada jarak. Alur perjalanan untuk mengusung sebuah partai, haruslah beriringan, senada dan seirama. Tidak akan mencapai tujuan untuk memperoleh suara, manakala antara pimpinan dan yang dipimpin tidak mempunyai falsafah dan kebersamaan hidup yang tidak dibatasi oleh waktu sesaat (menjelang pemilu saja), tetapi harus dilakukan sepanjang masa, jika partai ingin eksis. Kondisi seperti ini yang perlu dijadikan pelajaran bagi pimpinan dan kader partai GERINDRA. Jangan sampai terjadi slogan yang berbunyi, ”makan pisang lupa kulitnya” atau ”isi dimakan kulit dibuang sembarang” dan ”habis manis sepah dibuang” ada pada partai GERINDRA. Eksistensi partai GERINDRA akan tetap ada, manakala kebersamaan dalam suka dan duka terus dipertahankan. Mampukah kita, semoga!

II. PARTAI GERINDRA BERANGKAT DARI DESA

Kehadiran partai GERINDRA di tengah-tengah percaturan perpolitikan Indonesia, akan memmberi warna baru dan sekaligus mampu ikut membangun image bangsa yang kini mulai melemah dan acuh tak acuh terhadap pemahaman politik, jika kita sebagai pimpinan dan kader partai mempunyai komitmen berjuang untuk bangsa yang dilandasi dengan etika moral yang tinggi.
Proses sejarah perjalanan perjuangan bangsa pada awal kemerdekaan, kehadiran partai politik mendapat dukungan penuh hampir dari seluruh bangsa Indonesia. Semangat warga masyarakat untuk mengusung partai yang diikutinya untuk memperoleh porsi kekuasaan, dilakukan dengan semangat juang yang tinggi dan gigih. Lantas sekarang bagimana ? Disadarai atau tidak bahwa peran serta bangsa, terutama masyarakat kecil yang berada di pedesaan sebagai akar rumput dan sebagai basis massa partai-partai yang ada saat ini mulai kendor bahkan nyaris acuh tak acuh terhadap sistem kepartaian yang ada. Fenomena ini terjadi, dapat diruntut dari proses perjalanan kepartaian yang didukung dan dipilih yang seharusnya sebagai tempat aspirasinya, belum mampu memberi makna hidup dan hak-hak kehidupan bagi orang-orang lemah di pinggiran kota dan pedesaan.
Kita semua tahu bahwa besarnya sebuah partai, tidak serta merta muncul tanpa sebab. Pendukung partai politik, justru yang paling banyak berada pada masyarakat pedesaan sebagai akar rumput yang nasibnya sebagai tunggangan dan terinjak-injak terus. Realitas yang terjadi, menjelang pemilu masyarakat pedesaan tersebut menjadi ajang rebutan untuk disuruh mendukung dan memilih, namun setelah usai pemilu ditinggalkan begitu saja, tanpa ada imbalan hak-hak hidup sebagai orang miskin, bodoh dan terbelakang.
Partai GERINDRA hadir di tengah-tengah carut marutnya partai politik, semoga dan berharap agar tidak mengulang untuk yang ke sekian kalinya menawarkan janji kosong. Kader partai GERINDRA, jangan pernah ada yang menawarkan janji kosong kepada siapa saja. Komitmen yang harus dipegang dalam menata partai, jika menginginkan GERINDRA besar yang disegani lawan dan dicintai pengikutnya, haruslah dengan cara-cara yang santun dan yang memberi rasa senang, aman dan menghargai semua potensi warganya.
Dalam perekrutan massa pendukung, sebagai pimpinan dan kader partai proses pendekatan yang perlu dilakukan dengan pendekatan humanisme (nilai-nilai kemanusiaan). Prinsip dasar orang hidup yang paling mendasar adalah pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan manusia secara riil adalah bentuk kebutuhan lahir da bathin, atau dengan kata lain adalah kebutuhan phisik dan psikhis. Kebutuhan phisik (material) dalam bentuk pangan, sandang dan papan yang dalam hal ini biasa digarap dalam bidang ekonomi. Sementara kebutuhan psikhis (kejiwaan) dapat berupa pemenuhan kebutuhan cinta kasih, kebutuhan rasa aman dan kebutuhan dapat pengakuan kemampuan yang dimilikinya.
Sebagai kader dalam ikut memenuhi kebutahan masyarakat yang berada di pedesaan yang relatif taraf hidupnya rata-rata miskin, bodoh dan terbelakang, maka cara yang digunakan untuk membangun kebutuhan ekonomi tersebut tidak hanya sekedar diberi beras, uang dan sejenisnya yang sekali habis dimakan. Jangan hanya sekedar diberi ikan, tetapi berilah kail dan umpan biar dapat menangkap ikan sendiri.
Maka dalam hal ini, program partai harus lebih banyak memberdayakan bagaimana warga masyarakat mempunyai kemandirian hidup, dengan semangat wiraswasta. Dengan bekal semangat kerja secara phisik, maka harus pula dipacu dengan pemberian motivasi agar terasa senang dalam hidupnya. Masyarakat yang miskin, bodoh dan terbelakang haruslah juga mendapat ketenangan hidup dan rasa aman dari gangguan permusuhan. Pengakuan dan penghargaan atas keikutsetaan dalam membangun kehidupannya sendiri dan bangsanya, harus juga diperhatikan. Jika kita, sebagai pimpinan bangsa mampu berdekatan dengan mereka (orang-orang) gelandangan di pinggiran kota, dan masyarakat miskin yang bodoh di pedesaan, maka untuk membesarkan partai GERINDRA yang baru lahir ini, cepat besar akan mudah dicapai. Jalan mulus akan terwujud, karena saat ini masyarakat kecil masih sangat membutuhkan pengayoman dari pimpinan yang mampu memahami dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Dan tidak kalah pentinya juga, mereka secara struktural yaitu kader-kader pimpinan partai GERINDRA yang berada di desa-desa, yang berjuang di lapis bawah, harusnya juga mendapat pengakuan penuh, serta ada konsekuensi logisnya mendapat imbalan materi sebagai pemenuhan kebutuhan ekonominya. Partai GERINDRA yang diharapkan dapat besar, tidak akan pernah lepas dari masyarakat yang berada di akar rumput, yang bernama orang desa. Orang desa identik dengan orang tani, buruh, nelayan dan sejenisnya. Untuk itu kader yang paling sangat dibutuhkan adalah kader partai yang berada di desa, yang akan merekrut dan membina massa sebanyak-banyaknya di desa.




















III. PIMPINAN DAN KADER PARTAI
SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN

Untuk memperoleh kepercayaan dari orang perorang, agar mereka (massa) mau melihat, senang, tertarik, mengagumi, mengikuti, mendukung, memperjuangkan, membangun dan mau membina partai baru yang bernama GERINDRA ini, tidak semudah yang kita angankan. Untuk mewujudkan partai menjadi besar kita harus berjuang mati-matian untuk meyakinkan bahwa partai baru ini benar-benar solid dan mampu menjadi bemper dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan kebodohan.
Kita memang boleh menganggap bahwa Partai GERINDRA berdampingan dengan HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). Basis masa petani, nelayan dan buruh hampir di pelosok desa di seluruh Indonesia ada. Dalam keadaan seperti itu, bukan berarti mereka otomatis mau memilih partai yang diusung HKTI. Keberadaan orang desa tersebut, tidaklah serta merta mau masuk partai GERINDRA tanpa ada sebab dan musababnya. Orang-orang desa yang sudah masuk pada salah satu partai yang menjadi pilihannya, bahwa partainya adalah partai yang terbaik di antara yang baik. Masyarakat desa yang sudah memilih salah satu partai dan itu mnjadi sebuah keyakinanya, maka untuk beralih pada partai yang lain (partai baru) adalah agak sulit dipengaruhi dan dirayu.
Partai GERINDRA, untuk memperoleh masa pendukung dituntut mencari strategi dan pola perekrutan yang sportif dengan cara menawarkan program yang realistis. Pimpinan dan kader partai memang harus benar-benar mempunyai sumber daya yang kuat. Sumber daya yang kuat dalam hal ini dimaksudkan adalah sunber daya material berbentuk dana, dan juga sumber daya manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir untuk memunculkan ide-ide baru yang cemerlang dalam kerangka sistem memenejemen partai. Untuk menjadi pimpinan partai GERINDRA saat ini, tidak boleh dipegang oleh orang yang hanya bermodal otot dan semangat saja.
Seseorang yang berkeinginan dan bersedia masuk pada satu komunitas partai GERINDRA yang baru berusia seumur jagung ini, maka persyaratan utama adalah pimpinan dan program partai harus layak dijual. Setidaknya orang yang melihat partai ini, merasa tertarik, terus menyenangi, berlanjut mengagumi, terus mengikuti dan berakhir mendukung serta ikut memperjuangkannya. Seseorang biasanya tertarik dan mengikuti setelah melihat siapa-siapa kader pimpinannya, dan apa program-programnya. Hal inilah yang perlu dipikirkan serius dalam perekrutan pimpinan partai, mulai dari pusat sampai pada pimpinan atau kader-kader yang berada di pelosok desa.
Pimpinan partai GERINDRA setidak-tidaknya mempunyai beberapa kriteria watak dan kepribadian kepemimpinan di bawah ini:
1. Bergairah dan mampu menggunakan daya penggerak dirinya dan orang lain.
2. Pandai bergaul dan mampu mempengaruhi (membujuk) orang lain.
3. Kemauan keras terhadap kemajuan.
4. Berpandangan luas, cerdas, jujur, bersikap positif dan kreatif dalam bertindak.
5. Memelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya
6. Berkepribadian menyenangkan, tidak sombong dan mengobral janji.
7. Mampu meyakinkan diri sendiri dan orang lain sebelum bertindak.
8. Tidak memiliki ambisi dalam setiap jabatan yang berlebihan.
9. Tidak rakus, serakah, korup dan cacat moral/susila
10. Menghargai dan mendayagunakan waktu yang seefisien mungkin.
11. Mempunyai tanggung jawab besar terhadap sesuatu yang dibebankan kepadanya.
12. Mempunyai tenggang rasa yang tinggi terhadap sesamanya.
13. Mempunyai kepekaan dan antisipasi yang tinggi terhadap kehidupan masa yang akan datang.
14. Mampu menghilangkan rasa kekhawatiran yang berlebihan terhadap lawan saingannya.
15. Mempunyai kedisiplinan tinggi terhadap setiap aturan yang ditetapkan.
16. Berani mengambil resiko dalam melangkah setelah diperhitungkan masak-masak.
17. Bertekat untuk menyebarluaskan segala hal yang positif demi kepentingan umum, dan sejenisnya.
Sikap dan kepribadian di atas, walaupun tidak selurunya dimiliki oleh pimpinan atau kader partai GERINDRA, paling tidak ada beberapa sebagian yang melekat pada diri masing-masing pimpinan atau kader tersebut. Hal ini sangat penting artinya dalam membangun kepercayaan massa yang kini masyarakat sudah sering dibohongi oleh para pimpinan partai yang pernah diikutinya. Jika kita memang komitmen, ingin membesarkan partai, dengan cara merekrut masa yang tercecer di pedesaan, maka kita harus menjadi cermin yang baik untuk mereka. Jangan sampai kita terjun ke basis masa di pedesaan, dianggap sebagai cermin retak yang tidak dapat digunakan untuk bercermin. Setidak-tidaknya, konsep sistem among dari Ki Hajar Dewantoro, Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan dapat dicontoh), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah-tengah dapat mempengaruhi) dan Tutwuri Handayani (Mengikuti di belakang sambil memberi dorongan kekutan). Ya, semoga kita dapat menjadi guru bangsa, dalam menata sistem kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya ini.













IV. BASIS MASSA PARTAI GERINDRA ADALAH
ORANG MISKIN PEDESAAN
Setiap partai mempunyai basis masa yang menjadi sasaran garapan dan dijadikan pendukung perolehan suara dalam pemilihan umum (PEMILU). Pemain politik, selalu mengklaim bahwa komunitas massa tertentu menjadi miliknya dan tidak boleh partai lain memasuki komunitas massa tersebut. Hal ini sah-sah saja, karena massa yang digalangnya mempunyai kesamaan paradigma, visi dan misi. Namun dalam realitasnya klaim tersebut, terkadang berseberangan karena kenyataan yang dihadapi pemilih sebagai komunitas masa tersebut, merasakan kekecewaan atas perlakuan dari pelaku politik tersebut yang tidak sesuai dengan janji-janji yang pernah disampaikan. Dengan keadaan seperti itu, maka predeksi perolehan suara meleset seperti apa yang diperhitungkan sebelumnya.
Partai GERINDRA yang baru akan tampil di panggung percaturan politik nasional Indonesia, tidak boleh bernafsu dan mengklaim bahwa komunitas massa petani, nelayan dan masyarakat pinggiran kota yang berstatus gelandangan dan orang-orang miskin lainnya menjadi milik kita. Rasanya mmang terlalu dini, jika kita merasa optimis, akan mampu bersaing dengan partai-partai raksasa seperti Golkar, PDI, PPP dan PKB dan sejenisnya. Mereka sudah malang melintang dan sudah merasakan pahit getirnya perjuangan kepartaian. Sebagai partai baru yang berharap menjadi partai besar, sejajar dengan partai-partai besar tersebut di atas, maka konsekuensi logisnya kita harus belajar dari sepak terjangnya para pimpinan-pimpinan partai yang pernah memenangkan Pemilu. Setidak-tidaknya kita belajar mencuri dari kesalahan-kesalahan mereka untuk tidak dilakukan dalam menjalankan roda kepemimpinan partai GERINDRA. Belajar dari strategi keberhasilan dan mengevaluasi dari kegagalan mereka untuk kita kemas menjadi suatu terori, dan pola-pola baru yang belum pernah dilakukan oleh partai lain. Hal ini memerlukan kecerdasan dari pimpinan dan kader-kader partai GERINDRA.
Bidikan masa yang akan kita dekati adalah basis massa partai lain yang tidak terurus. Massa yang masih tercecer tidak terurus inilah sebenarnya yang perlu kita garap, begitu juga para pemilih pemula. Massa yang kecewa dari partai lain, inilah yang perlu mendapat uluran tangan dan perlu pendekatan persuasif. Strategi perekrutan massa seperti itu sangat sulit untuk didekati, karena biasanya mereka-mereka itu orang kecewa dengan partai yang pernah diikutinya, tetap akan berkesimpulan bahwa setiap kehadiran partai tetap sama jeleknya. Sementara pemilih pemula belum tahu arah ke mana dan siapa yang akan diikutinya. Untuk mendekati komunitas masa seperti ini dibutuhkan kecerdasan dalam berkomunikasi. Dan dalam pendekatan kepada mereka, jangan pernah ada kata bosan dan membenci mereka lantaran tidak mengikuti partai kita. Kata kunci dalam merekrut dan membina pengikut adalah tegur sapa dan senyum persahabatan.
Secara manusiawi, kehidupan petani di desa-desa masih banyak yang membutuhkan uluran tangan bentuk santunan dan bimbingan. Program pemberdayaan petani selama ini hanya ditangani asal-asalan yang tidak mencakup keseluruhan masyarakat. Jika partai GERINDRA ini bertekad memberdayakan masyarakat petani, nelayan dan buruh, maka jalan yang ditempuh adalah dengan cara:
1. Membentuk kader-kader partai yang sekaligus sebagai penyuluh pertanian dan penggerak usaha produktif di tingkat RT-RT di seluruh Indonesia.
2. Kader-kader partai dan penyuluh pertanian di tingkat RT yang dipilih tersebut, dididik dan dilatih secara profesional untuk dibekali berbagai hal, baik teknik pengelolaan pertanian, ketrampilan usaha produktif dan sikap kepemimpinan yang mumpuni.
3. Kader partai dan penyuluh berkewajiban membentuk kelompok tani dan kelompok usaha di masing-masing RT untuk dibina pada bidang pertanian dan bidang kewirausahaan dengan membuka usaha produktif, yang pemasaran produknya juga ditangani dan disalurkan.
4. Pimpinan dan kader partai yang berada di atasnya, yaitu pada tingkat desa sebagai penanggung jawab program, bekerja sama dengan semua perangkat desa dan lembaga terkait seperti BPD, PKK dan karang taruna untuk membina kewirausahaan, membangun sistem pertanian dan perekonomian masyarakat desa.
5. Pimpinan dan kader partai di tingkat kecamatan sebagai fasilitator program pemberdayaan ekonomi massa, membentuk wadah usaha perdagangan untuk menampung dan menjualkan atau mendistribusikan produksi hasil dari kelompok di RT tersebut. Dengan cara ini bagi kelompok tani yang berwirausaha di tingkat RT tidak bingung dan kehilangan arah bagaimana menjual produk tani dan hasil usaha industri kecilnya. Program pemberdayaan usaha perdagangan yang dilakukan masyarakat pedesaan harus selalu mendapat pembiaan dan fasilitas, termasuk mendapat pinjaman modal stimulan.
6. Pimpinan dan kader partai yang berada di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat sebagai pengembang dan pembina program permberdayaan masyarakat desa mengusahakan fasilitas dan dana pinjaman pada usaha perdagangan di tingkat kecamatan serta dana stimulan kepada kelompok usaha tani dan kelompok usaha produktif. Program ini dapat dibentuk lembaga perekomian yang menangani koperasi atau Badan Perkreditan Rakyat (BPR) yang dikelola secara profesional.
Dalam satu program pemberdayaan massa di desa memang harus riil dan dapat menyentuh ke kehidupan yang dialami langsung oleh masyarakat di desa. Dengan demikian, kader partai dengan sendirinya juga menggiring massa untuk memilih dan mendukung partai GERINDRA sebagai tangan kanan HKTI. Program pemberdayaan masyarakat ini memang harus profesional dan berlangsung terus menerus, jika partai GERINDRA ingin besar dan eksis di Indonesia. Jika program partai GERINDRA hanya janji semata, maka kita tidak dapat berharap banyak untuk memperoleh dukungan. Kalau itu yang terjadi maka, ini sama saja dengan partai-partai lain yang sudah sering mengobral janji tetapi realitasnya tidak pernah ada. Pengikut partai sekarang sudah jenuh dengan janji dan tidak akan mempan untuk digerakkan, kalau hanya sekedar bicara menjanjikan sesuatu.













V. PEREKRUTAN MASSA PENDUKUNG
LEWAT PROGRAM, BUKAN JANJI

Diakui atau tidak, fenomena perpolitikan Indonesia yang dikemas dalam wadah partai politik sampai saat ini, proses pemberdayaannya harus memakai beaya yang lebih dari cukup. Untuk mengusung figur seorang dalam memperoleh jabatan kekuasaan, partai hanyalah sebuah kendaraan sebagai tumpangan untuk mencapai tujuan. Pendukung partai tidak mau diikat erat-erat oleh pimpinan partainya, untuk diarahkan memilih calon legislatif dan eksekutifnya dalam pemilu. Masyarakat dalam memilih calon figur pimpinan, lebih banyak berdasar pada figur orang yang memberi kemanfaatan pada diri pemilih tersebut. Baik manfaat sesaat, dalam arti yang memberi sesuatu pada saat menjelang pemilihan, atau manfaat jangka panjang dalam arti yang memberi sesuatu untuk kemaslahatan ummat dalam kapasitas cukup banyak dan mempunyai cakupan yang luas. Nama besar partai politik hanyalah sebuah nama, jika figur pimpinannya tidak layak jual, tetap akan ditinggalkan.
Keadaan inilah yang patut untuk dijadikan wahana pembelajaran bagi kita saat ini yang terjun ke dunia politik. Seperti halnya kita sebagai pimpinan dan kader partai GERINDRA yang baru akan menapak jalan, maka kajian ulang tentang fenomena munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap sebuah partai politik, kita harus mencari pola agar masyarakat mempunyai kepedulian terhadap GERINDRA sebagai partai baru yang eksis membangun program, tidak memberi sesuatu pada menjelang pilihan.
Ya, kita memang harus bermodal dana yang cukup untuk memberdayakan masyarakat miskin, bodoh dan terbelakang di pedesaan. Tidak bisa tidak, kita harus terjun langsung ke lapis bawah, dengan membawa berkah kehidupan pada orang-orang yang hidup diatas bumi yang subur di pedesaan. Uluran tangan untuk modal hidup dan penghidupan sebagai seorang petani, nelayan dan pengusaha kecil produktif, haruslah nyata. Kenyataan ini, tidak hanya ucapan dalam rangkaian kata, ”akan kami diberi ini dan itu, setelah kami jadi ini dan itu”, tetapi harus nyata diwujudkan dalam bentuk program yang terencana dan terlaksana untuk dinikmati, jauh sebelum melakukan pilihan.
Mampukah kita, melaksanakan amanat bangsa untuk ikut mensejahterakan kehidupan bangsa? Rasanya memang berat untuk kita laksanakan, karena kita hidup dalam kerangka sistem yang tidak semua komponen bangsa ini mempunyai kesadaran dan kepedulian terhadap hal tersebut. Tetapi, walaupun keadaannya sangat berat, haruslah kita mulai. Jika tidak, selamanya tidak pernah akan terjadi perubahan.
Komitmen awal saat akan mendirikan partai, haruslah menjadi pijakan untuk berbuat. Pembukaan AD/ART partai GERINDRA, manjadi sebuah pijakan dalam melaksanakan program partai. Untuk itu, sejak awal ini pula harus kita gelorakan bahwa partai GERINDRA adalah partainya orang-orang mempunyai etika moral tinggi, dan peduli terhadap hak-hak hidup orang kecil yang tertindas. Untuk menegakkan komitmen tersebut, langkah awal adalah menata sistem organisasi yang kuat. Pimpinan partai di tingkat pusat, perlu dan harus membuat pedoman yang jelas tentang mekanisme kepengurusan partai. Jaringan komunikasi dan informasi dalam setiap kebijakan dari pimpinan pusat harus cepat disosialisasikan dengan bahasa yang jelas kepada kader partai yang paling bawah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi miskomunikasi atau kesalahfahaman.
Kekuatan partai berada pada pimpinan dan kader partai. Pimpinan dan kader partai dapat bekerja dengan baik apabila mekanisme dan aturan-aturan organisasi dapat dipahami dengan jelas. Dalam melangkah ke arah itu, terbentuknya kepengurusan partai baru GERINDRA ini, secara struktural personalia kepengurusan harus dimantapkan dengan cara diberi pembekalan dan pelatihan mengenai aturan orgnisasi dan perencanaan program yang mantap dalam memberdayakan potensi masyarakat pedesaan. Sistem manajemen kepartaian haruslah menggunakan pendekatan mamajemen profesional, yang mengacu pada penataan dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam pedesaan dengan segala aspek kehidupannya.
Kita sama-sama paham, bahwa adanya sebuah partai berkait erat dengan berbgai komponen. Pimpinan partai sebagai penggerak massa yang mempunyai kepentingan kekuasaan, sementara pada sisi lain, massa yang diregakkan juga mempunyai kepentingan hidup dari hasil pembangunan yang selama ini berlangsung. Oleh karena itu, agar kepentingan bersama ini terwujud, maka kewajiban dan hak dari kita semua haruslah seimbang.
Peta politik kebangsaan sebenarnya sangat sederhana untuk dipola. Memberi hak hidup masyarakat yang lemah dengan landasan kewajaran, adalah sebuah usaha yang sangat manusiawi. Jika masyarakat kecil yang pernah menyuarakan hak pilih dalam pesta demokrasi mendapat dan ikut memperoleh sedikit bagian dari haknya, mereka sudah puas dan merasa dihargai.
Teori yang paling mudah ditempuh untuk perekrutan masa partai adalah, jangan biarkan mereka lapar. Jangan biarkan mereka telanjang, jangan biarkan mereka kepanasan-kehujanan dan jangan biarkan mereka bodoh. Jika pengikut masa partai yang pernah menjadi jaranan (kuda-kudaan) dalam perebutan kekuasaan, setelah selesai tidak mendapat bagian dari hak hidupnya, maka jangan disalahkan kalau mereka marah dan menendang-nendang, dan akan berkibat tidak mau diperintah dan digerakkan lagi. Partai GERINDRA, yang mempunyai komitmen untuk mengangkat harkat martabat masyarakat kecil, semoga dalam perjalanan ke depan tidak sekedar jargon bagaikan pertunjukan dalam sebuah hiburan. Jika sebelum dan saat pelaksanaan ramai dan hingar bingar kesenangan, namun setelah usai suasana menjadi sepi-senyap dan tampak lemah dan loyo.
Kiat sukses untuk membangun partai GERINDRA, mari kita mulai dengan niatan suci dan landasan ikhlas untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masyarakat desa, agar tidak terus berputar ibarat lingkaran setan yang tidak pernah berakhir.
Dan yang paling penting harus dihindari dan dibuang jauh, adalah sikap diskriminasi kebangsaan bagi para pimpinan dan kader partai. Pengertian diskriminasi kebangsaan yang dimaksudkan, adalah jangan sampai menghukum dan membrangus pada mereka yang berseberangan tidak mendukung kita. Rasa hormat dan solidaritas terhadap lawan partai harus tetap dijaga. Sikap positif dan kedewasaan kita untuk menentukan langkah kebijakan sangat diperlukan. Karena dengan sikap yang demikian, akan memunculkan simpati baik dari kawan dan lawan politik kita. Janji kita untuk membangun bangsa dengan segala konsekuaensinya, adalah janji pada diri sendiri dengan landasan nurani dan perasaan kebangsaan.
Kita berangkat mendirikan partai dan menggalang massa, bukan hanya untuk kepentingan kultur etnis, tetapi untuk semua warga negara secara nasional. Dalam hal ini memang dibutuhkan pimpinan-pimpinan yang berjiwa besar. Dalam perekrutan massa pendukung harus dengan program yang nyata, tidak hanya sekedar janji. Jikalau terpaksa harus menjanjikan sesuatu, maka janji tersebut harus ada pembuktian di belakang hari. Sebenarnya masyarakat kecil pedesaan, tidak terlalu menuntut banyak dari hasil pembangunan di negeri ini, mereka hanya ingin cukup makan, selembar pakaian dan kesederhanaan rumah, serta anak-anak mereka terhindar dari kebodohan.
Mampulah kita untuk mewujudkan keinginan mereka? Yang dapat menjawab adalah kita sendiri sebagai pelaku politik praktis di partai GERINDRA yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan di neregi ini. Jika kita tidak mampu memberi nafas hidup bagi orang miskin setelah berkuasa, maka nada kalimat dalam lagu, ”kami masih seperti yang dulu.” Ya, ini tantangan kita, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, memberi petunjuk kepada kita, agar menjadi pimpinan yang cerdas. Orang cerdas adalah orang yang mmpunyai kemampuan untuk menyelesaikan problem kehidupan dengan cara yang benar dan dalam waktu yang relatif singkat. Semoga, Amin...
















APA YANG HARUS KITA PERBUAT
UNTUK HIDUP INI
PENGAKUAN JATI DIRI BANGSA DAN PEMBERDAYAAN HIDUP BAGI ORANG MISKIN TERTINDAS ADALAH TNGGUNG JAWAB KITA.
HARAPAN-HARAPAN HIDUP BANGSA YANG TIDAK TERPENUHI MENGAKIBATKAN KEKECEWAAN YANG BERKEPANJANGAN, DAN BERDAMPAK SESEORANG SUKAR DIATUR.
SENTUHAN BATHIN DAN SENYUMAN KASIH SAYANG, MODAL AWAL UNTUK MEMULAI BERTEMAN, SEDANG MODAL POLITIK KEKUASAAN ADALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP YANG LAYAK.
JADIKAN SUMBER LAHAN TANAH PEDESAAN MENJADI SUMBER PENGHIDUPAN KERAKYATAN YANG ADIL DAN BERADAB, DEMI ANAK CUCU YANG KINI MASIH BANYAK YANG TERLANTAR.
JANGAN PAKSA MEREKA TERANIAYA DAN JANGAN BIARKAN MEREKA LAPAR UNTUK SELAMA HIDUPNYA, KARENA MEREKA SEBENARNYA JUGA MEMPUNYAI HAK HIDUP YANG WAJAR.


Maswan, lahir di Jepara 21 April 1960. Dalam kepengurusan Partai GERINDRA di DPC Jepara, sebagai Ketua I dan Wakil Ketua Bidang OKK (Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan), yang membidangi Penelitian dan Pengembangan Partai. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai guru swasta yang selama ini belum pernah merasakan kerasnya kehidupan politik praktis, kini bertekad ikut bergabung ke partai baru yang bernama GERINDRA.
Sebagai pengamat politik lokal yang selama ini dilakukan, banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran dalam perpolitikan Indonesia. Ketertarikan untuk mengikuti dan bergbung ke partai GERINDRA ini, diharapkan dapat menjadi tempat dan proses pembelajaran dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan landasan pemikiran dan nurani yang kuat untuk membesarkan partai, jika partai GERINDRA ini komitmen untuk memberdayakan masyarakat kecil di desa.
Selain itu juga sebagai dosen di Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara. Dan menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) III di Fakultas Tarbiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar