Rabu, 15 April 2009

DASAR PEMIKIRAN ADANYA
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Maswan

A. Teknologi adalah Ilmu Cara
Dunia pendidikan tanpa teknologi, apa dapat berjalan? Jawabannya, tidak dapat. Karena, kegiatan sekecil apapun membutuhkan teknologi (ilmu cara). Di depan telah disebutkan bahwa teknologi adalah ilmu cara. Hal ini berarti bahwa setiap kita melakukan suatu kegiatan memerlukan cara atau teknik bagaimana melakukan sesuatu tersebut agar memperoleh hasil yang bagus. Contoh, jika seorang ibu akan memasak nasi. Teknologi memasak harus dikuasai. Bagaimana agar nasi yang diolah atau dimasak ini menghasilkan nasi yang enak dimakan. Rancangan kegiatan ini membutuhkan cara atau teknis dan perangkat sistem yang jelas dan media serta alat penunjang ke arah kegiatan masak tersebut..
Seorang ibu dalam memasak, disadari atau tidak disadari, pertama pasti ada rumusan tujuan agar nasi yang akan dimasak enak dan lezat. Untuk mewujudkan tujuan itu perlu dirancang atau didesain mengenai beras, air dan api (materi/bahan), proses, sumber bahan, alat atau media yang digunakan, teknik atau metode yang digunakan dan lain-lainya sudah dirumuskannya dengan jelas.
Aplikasi atau penerapan untuk memasak nasi di dapur, dapat diurai secara sederhana;
1. Beras yang akan dimasak harus ada,
2. Proses atau langkah-langkah kerja secara berurutan,
3. Sumber materi atau bahan diambil dari mana,
4. Alat atau media yang digunakan untuk masak memakai apa
5. Teknik atau cara memasak bagaimana, dan seterusnya.
Kegiatan memasak ini akhirnya menghasilkan produk nasi seperti yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua yang terkait dengan aktifitas memasak disiapkan secara lengkap, terstrukrtur, sistematis dan terprogram.

B. Dasar Pemikiran Teknologi Pendidikan
Mencetak manusia agar dapat mempunyai kemampuan keimanan dan ketaqwaan, cerdas, trampil, percaya diri, taggung jawab, berkepribadian dan sejenisnya, harus dibentuk lewat pendidikan. Sejarah peradaban manusia, secara hakiki hidup-tumbuhnya selalu terkait erat dengan pendidikan. Dalam arti, proses pendidikan sekecil apapun, selalu dibutuhkan teknik atau cara mendidiknya. Hal ini disesuaikan dengan kondisi dan kapan manusia itu hidup pada zamannya.
Teknologi pendidikan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan peradaban dan budayanya saat itu. Landasan berpikir, mengapa pendidikan dilakukan dengan pendekatan teknologis? Latar belakang pemikiran adanya teknologi pendidikan didasarkan atas landasan:

1. Landasan Historis (Sejarah)
Yusufhadi (2004:124), Pendidikan telah berkembang sejak awal peradaban dan budaya manusia. Bentuk dan cara pendidikan itu telah mengalami perubahan sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan kebutuhan. Pada awal peradaban, para orang tua bersama-sama kelompoknya bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka hingga mencapai kedewasaan. Bila orang tua atau keluarganya hidup dengan bertani, maka anak-anaknya juga diajari bertani melalui pengalaman langsung. Demikian juga kalau orang tuanya berdagang, maka akan-anaknya juga diajarkan berdagang. Pada masa itu belum ada program pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkugan keluarga atau kelompok oleh orang-orang di luar keluarga/kelompok atau pendidikan yang terstruktur.
Kapan pendidikan yang terstruktur mulai dilaksanakan, apa tujuan dan bagaimana caranya? Tidak ada yang dapat memastikan kapan pendidikan terstruktur dimulai. Dokumen tertulis mengenai perkembangan pendidikan sejak awal peradaban lebih banyak berdasarkan pendapat para sejarawan yang mengkaji perkembangan kebudayaan Barat. Dalam kurun waktu yang berbeda beberapa penulis seperti Thomson (1951), Saettler (1968), Ashby (1972), serta Ornstein dan Levine (1981) berpendapat tentang awal pendidikn terstruktur dimulai pada sekitar 500 SM oleh kaum Sufi (Shophist). Mereka disebut sebagai ”penjaga pengetahuan” (knowledge peddlers) atau ”guru pengelana” (wandering teachers- Ornstein & Levine), karena mereka menawarkan pendidikn secara berkeliling dan tidak menetap di suatu tempat. Oleh Ashby berlangsungnya pendidikan yang dilaksankan kaum sufi itu dinyatakan sebagai terjadinya revolusi pertama dalam bidang pendidikan. Revolusi ini terjadi dengan diserahkannya pendidikan anak dari orang tua kepada orang lain yang berprofesi sebagai ”guru”.
Dari apa yang ditulis oleh Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc. tokoh Teknologi Pendidikan Indonesia di atas, maka dapat dipahami bahwa pola pegembangan pendidikan sejak awal peradaban manusia, pendidikan berlangsung sejak manusia ada. Bahkan mulai zaman Nabi Adam AS, proses pendidikn sudah berlangsung atas bimbingan dan petunjuk Allah SWT. Pendidikan yang dilakukan dan dikemas oleh Nabi Adam, sesuai dengan proses alam. Kehidupan berjalan sesuai dengan putaran waktu, dari masa ke masa, pendidikan sudah dilakukan dan dibangun sesuai dengan pola peradaban yang dimiliki. Bahan ajar, proses, sumber, pendekatan dan metode dicukupkan sesuai dengan kebutuhan lingkungannya. Tetapi yang jelas, jika mereka saat itu sudah melakukan aktifitas pendidikan, berarti secara otomatis teknologi yang digunakan dalam proses pembelajaran sudah ada. Karena secara intrinsik, teknologi itu melekat pada bidang garapan setiap kegiatan. Kalau ada kegiatan pendidikan, maka teknologi pendidikan muncul di dalamnya. Pendek kata, dalam dunia pendidikan, antara teknologi dan pendidikan ibarat dua sisi pada mata uang, ia tidak dapat dipisahkan.
Sebagai orang yang berpegang pada agama, kita mempunyai keyakinan bahwa ilmu pengetahuan itu ada, selalu berbarengan dengan lahirnya manusia. Manusia itu ciptaan Allah yang dilengkapi dengan perangkat potensi secara utuh, secara fisik dan psikhis. Secara psikhis manusia dilegkapi dengan pengindraan (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan), pikiran, kemauan, daya cipta dan karya, serta hati-nurani.
Perangkat potensi manusia seperti itu, oleh Allah juga menciptakan bumi dengan segala isinya sebagai tempat belajar. Proses pendidikan dari sang pencipta yaitu Allah, memberi petunjuk lewat wahyu, hidayah dan simbol-simbol kehidupan di lingkungan di mana manusia hidup. Manusia disuruh memfungsikan indra dan pikirannya, untuk mencari bentuk-bentuk pembelajaran, mencari sumber-sumber pembelajaran dan juga disuruh mencarai cara bagaimana mengolah sumber kehidupan yang ada di sekitarnya.
Lewat manusia yang mampu menggunakan akal-pikiran inilah, muncul berbagai ilmu yang sering kita sebut dengan filsafat. Peragkat potensi indrawi dan pikiran dikerahkan untuk meneliti da menganalisa alam raya ini, untuk dijadikan sebuah teori keilmuan yang dikemas dalam bidang kajian. Para filosuf, selalu mengidentifikasi dan pengelompokkan bidang kajian, dari masa ke masa menjadi sebuah disiplin ilmu, yang akhirnya kita sebut cabang-cabang ilmu, antara lain ilmu filsafat, teknologi, sejarah, pendidikn, sosial, budaya, ekonomi, bahasa, kesenian, kesehatan, hukum dll.
Peristiwa sejarah kehidupan mulai dari peradaban awal adanya manusia hingga sampai penghujung tahun di mana buku ii ditulis, tidaklah pernah lepas dari proses pendidikan. Baik pendidikan otodidak atau terstruktur , semua proses pendidikan yang dibangun adalah memakai teknologi pendidikan. Makanya secara historis, munculnya teknologi pendidikan sebenarnya, bersamaan munculnya manusia menerima pendidikan dari Sang Maha mempunyai ilmu, yaitu Allah SWT.

2. Landasan Filosofis (Filsafat)
. Munculnya teknologi diterapkan dalam pendidikan, karena pendidikan merupakan proses kegiatan untuk memberikan pengertian kepada seseorang dalam bentuk ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang posistif, agar mereka menjadi dewasa. Untuk melakukan proses itu, tidak mungkin bisa, kalau tidak dengan menggunakan teknologi. Selain sumber bahan atau materi pembelajaran, maka dibutuhkan perangkat yang lain seperti metode, pendekatan, teknik penyampaian dan juga dilengkapi dengan alat bantu yang dinamakan media pembelajaran.
Untuk memikirkan agar tujuan pendidikan yang dirumuskan dapat tercapai dengan maksimal, maka selalu dicari pemecahannya. Berbgai sumbang pemikiran terus dimunculkan agar pencapaian target sesuai dengan rumusan tujuan awal. Landasan filosofi munculnya teknologi pendidikan ini, adalah karena dengan adanya rancangan pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman, maka dibutuhkan peragkat sistem, dan salah satunya adalah pemberdayaan teknologi dengan berbagai aspeknya.
Penelitian demi penelitian dalam rangka pengembangan program pendidikan nasional agar pendidikan yang dibangunnya ini mampu menjawab, atau setidak-tidaknya mampu mengejar ketinggalan kemajuan zaman. Di mana kemajuan ilmu pengetahuan dengan berbagai konsekuensi kemajuan lainnya, menuntut lebih besar peran dunia pendidikan untuk menerapkan teknik, metode dan pendekatan dalam mentranformasikan materi atau nilai-nilai kepada anak didik, yang diharapkan setelah selesai menempuh jenjang pendidikan mampu menyesuaikan diri, bahwa mampu memenej kehidupannya dengan bekal pengetahuan yang dimiliki.
Landasan filsafat pendidikan kita, menghendaki agar hasil pendidikan yang dilaksanakan mampu mengubah keterbelakangan menjadi kemajuan yang pesat untuk dapat mengolah sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia, baik manusianya dan potensi sumber daya alamnya. Inilah mengapa sistem pendidikan nasional, tidak henti-hentinya selalu mencari pola-pola pengembangan dan inovasi di berbagai bidang. Tenaga kependidikan sebagai ujung tombak dalam melaksanakan tugas demi kemajuan pendidikan, tidak mungkin dapat berbuat banyak kalau hanya dibekali minat dan semangat bekerja saja, tanpa dibekali kemampuan ilmu pengetahuan, sumber-sumber bahan, media dan teknologi yang handal.
Yusufhadi, (2004:103), sejumlah asumsi dijadiakn dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan atau teori yang dirumuskan. Asusmsi-asumsi itu adalah:
a. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangan itu.
b. Pertambahan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan derajat perbandingan yang kian mengecil. Perkembngan penduduk ini membawa implikasi makin banyaknya mereka yang perlu memperoleh pendidikan.
c. Terjadinya perubahan –perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial, politik, ekonomi, industri atau secara luas kebudayaan, yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus-menerus bagi semua orang,
d. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang makin meluas. Masyarakat mengandung budaya teknologi yang mempengaruhi segenap bidang kehidupan termasuk di dalamnya bidang pendidikan.
e. Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber-sumber baru dan sementara itu memanfaatkan sumber yang makin terbatas itu secara lebih berdaya guna dan berhasil guna. Termasuk dalam sumber tradisional ini adalah sumber insani untuk keperluan pendidikan.
Dengan keragka berpkir tersebut, agar duinia pendidikan dapat menyesuaikan kondisi objektif kemajuan ilmu dan pengetahuan, maka pendidikan harus dibangun dengan pilar yang kuat dan dengan perangkat bantu media yang sempurna. Untuk dapat mrmbangun pendidikan yang demikian harus menggunakan kerangka berpikir teknologis. Pendidikan yang selalu dan tidak pernah berhenti untuk dipikirkan oleh semua orang, maka harapan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang beradab dan berbudaya tinggi adalah sesuatu yang mudah.



3. Landasan Psikologis (Kejiwaan)
Pendidikan akan dapat mewujudakn hasil produk (out put) yang berkualitas, apabila dilakukan dengan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem dan menggunakan aplikasi teknologi. Proses pendidikan yang mampu mengedepankan penerapan teori-teori keilmuan, yang langsung dapat dirasakan kemanfaatannya di masyarakat lingkungannya, menjadikan pendidikan ini sangat diminani anak didik.
Sumber-sumber belajar yang disampaikan kepada peserta didik tidak hanya berorientasi pada kalimat-kalimat verbal yang monotone dan cenderung membosankan. Untuk menciptakan iklim segar dan daya rangsang anak untuk selalu mengikuti proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru, maka variasi bentuk metode, pendekatan dan teknologi yang digunakan diupayakan dapat mempersuasif atau membujuk anak agar tertarik mengikuti setiap kegiatan. Hal ini, pendidikan dalam penentuan program kegitan haruslah yang memberi manfaat langsung pada diri anak didik dan memberi motivasi rasa senang.
Thorndike dalam Miarso (2004: 111), ada tiga dalil yang diajukan antara lain:
a. Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stiumulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
b. Dalil akibat: menyatakn prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti oleh rasa tidak senang.
c. Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit prilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit prilaku yang lain.
Selanjutnya menurut Saettler kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip:
a. aktivitas diri,
b. minat/motivasi;
c. kesiapan mental;
d. individualisasi dan
e. sosialisasi.
Konsep dalil Thorndike mengenai proses belajar bagi siswa, menunjukkan bahwa unsur senang mengikuti pelajaran sangat memberi pengaruh keberhasilan. Pendidikan dalam konsep yang sebenarnya bertujuan agar peserta didik ini merasa dihargai dan ditumbuhkan potensinya dengan diberi fasilitas dan sumber-sumber pembelajaran yang menyenangkan. Dalam hal ini, para perencana dan praktisi pendidikan, perlu mendesain bagaimana agar proses pembelajaran ditumbuhkan ke arah itu. Pemenuhan kebutuhan psikologis bagi peserta didik diharapkan dapat diberikan.
Menurut Maslow, kebutuhan psikologis bagi manusia, di antaranya adalah:
a. Kebutuhan cinta kasih,
b. Kebutuhan rasa aman, dan
c. Kebutuhan aktualisasi diri.
Pertumbuhan kejiwaan pada anak yang sudah mulai belajar berpikir realistis, maka dalam proses pembelajaran harus juga ditunjukkan yang realistis pula. Selain butuh perhatian dan rasa aman dalam mengkiti pelajaran, anak cenderung ingin menonjolkan kemampuan atau potensi dirinya. Pada kondisi ini, peserta didik akan lebih berkembang kemampuannya kalau mereka dilibatkan langsung dan secara nyata ditunjukkan pada sumber objek riil.
Menurut para ahli psikolgi secara umum berkesimpulan, bahwa anak pada masa realisme, sudah mulai terpusat pada benda-benda kongkrit. Kehidupan fantasi dan verbalisme mulai ditinggalkan. Dan secara umum, anak yang mulai sekolah dasar, sudah mempunyai ciri-ciri:
a. Adanya kegemaran mengumpulkan barang-barang yang mempunyai daya tarik perhatiannya.
b. Adanya hasrat untuk berkomunikasi langsung degan dudia luas di lingkungan sekitarnya.
c. Adanya keinginan untuk menentukan pilihan hidup yang disalurkan dengan hobby.
d. Adanya hasrat untuk mencari bentuk pengakuan dan perhatian khusus dalam bidang kemampuan (potensi dasar) yang dimiliki.
e. Adanya hasrat kemandirian untuk menetukan pilihan hidup dari alternatif-alternatif yang ada di sekitarnya.
Untuk dapat mengacu pada pencapian pemenuhan kebutuhan psikologis tersebut, maka program pendidikan yang dikemas dan dirancang agar peserta didik merasa senang atau cinta. Setiap program kegiatan pendidikan diharapkan memberi kemanfaatan dan sekaligus meragsang untuk mengembangkan materi ajar yang dipelajarinya. Oleh karena itu teknologi pendidikan dengan berbagai variasi bentuknya, diterapkan secara optimal. Setiap peserta didik agar dapat termotivasi pada setiap mengikuti kegiatan dalam proses pembelajaran, maka desain intruksional harus mengenai sasaran kebutuhan kejiwaan peserta didik.
Yusufhadi, (2004: 55), teknologi pendidikan diperlukan dalam pengembangan sumber daya manusia, khususnya yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Prosedur pendidikan dan latihan sumber daya manusia (PLSDM) dalam garis besarnya meliputi kegiatan identifikasi kebutuhan, identifikasi kondisi, perumusan tujuan, pengembangan jadwal dan materi pendidikan, pelaksanaan pendidikan, evaluasi dan umpan balik.
Enam di antara peranan itu adalah sebagai penilai, pengkaji kebutuhan, pengembang bahan belajar, pengembang media, penyusun program pembelajaran, serta pengembang strategi latihan dan pendidikan. Keenam peranan ini sesuai dengan kompetensi yang sekarang ini dikembangkan dalam program pendidikan dengan keahlian teknologi pendidikan.
Keterkaitan dengan pengembangan teknologi pendidikan aplikasi dalam proses pembelajaran yang diterapkan di sekolah, agar peserta didik tertarik mengikuti kegiatan yang disuguhkan oleh guru, maka konsekuesiya guru atau praktisi pendidikan di lembaga pendidikan harus selalu mencari pola-pola sistematis. Dalam hal ini untuk membantu memecahkan masalah mutu pendidikan diperlukan upaya sinergistik untuk memadukan kemajuan ilmu pengetahuan, komunikasi-informasi dan bidang lain, dengan bidang teknologi pendidikan yang sekarang ini sedang dibangun.
Daoed Joesoef (dalam Miarso:2004:64), bahwa Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus-menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, seperti yang sudah disebutkan di atas yaitu: (1) tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar; (2) keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa antara lain penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbgai sarana pendidikan dan peningkatan kemmpuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan latihan; (3) penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan pembangunan; (4) peningkatan prestasi masyarakat deengan pengembangan dan permanfaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan; (5) penyempurnaan pelaksanan interaksi antra pendidikan dan pembangunan di mana manusia dijadikan pusat perhtian pendidikan.
Tugas guru dalam mengaplikasikan teknologi pendidikan untuk kepentingan tugas mengajar, agar peserta didik dapat merasa tertarik dan senang megikuti apa yang disampaikan, maka harus dicari sumber-bumber belajar yang menarik, metode, pendekatan dan taktik yang tepat. Dengan demikian pencapaian target pemberdayaan dengan segala potensi peserta didik dapat terwujud. Peningkatan mutu pendidikan yang menjadi issu sentral pembangunan pendidikan nasional dapat tercapai. Ini tantangan tugas seorang guru , bagaimana guru dapat mendesain pengajaran, dan mampu mengaplikasikan teknologi pendidikan secara profesional.
Hal lain yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas adalah mampu mengkomunikasikan pesan-pesan dalam struktur kalimat, baik secara lisan maupun tertulis. Penguasaan materi (pesan) yang dikemas dalam wacana lisan dan tulis (artikel, diktat, buku dsb) seorang guru, haruslah menguasainya.
*****************
Maswan, Dosen, Pembantu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara

IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar