Rabu, 15 April 2009

TELEVISI DAN KOMPUTER
UNTUK PENDIDIKAN
Oleh: Maswan

A. Pengertian Televisi dan Komputer
Kata televisi berasal dari bahasa Inggris yaitu television yang berarti menyiarkan gambar dengan gelombang radio. Televisi adalah pesawat sistem penyiaran gambar objek yang bergerak disertai dengan bunyi suara melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat untuk mengubah cahaya bentuk gambar dan bunyi suara menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk penyiaran pertunjukan, berita dan sejenisnya. Televisi dapat diartikan juga tele= jauh, vision= penglihatan. Jadi televisi berarti sautu alat atau benda yang dapat digunakan untuk menangkap objek gambar dan suara yang datang dari jarak jauh dan dapat dilihat dengan indra mata dan didengar dengan indra telinga.
Komputer berasal dari bahasa Inggris yaitu compute berarti memperhitungkan atau menaksir. Komputer menjadi sebuah istilah populer yang berarti alat elektronik otomatis yang dapat menghitung atau memperoleh data secara cermat menurut yang diintruksikan, dan memberikan hasil pengolahan, biasanya terdiri atas unit pemasukan dan unit pengeluaran, unit penyimpanan dan unit pengontrolan.

B. Televisi sebagai Alat Pendidikan
Televisi merupakan alat yang digunakan sebagai sarana komunikasi searah yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan-pesan kehidupan. Televisi dianggap sebagai media pembelajaran yang efektif dan menarik, karena alat ini dapat merekam dan menangkap objek gambar hidup yang sebenarnya, dari tempat yang jauh dapat dilihat dan dinikmati oleh pemirsa seolah olah kejadian itu berada di depan matanya. Dengan menyadari bahwa televisi menjadi sebuah alat yang sangat potensi untuk memberikan informasi dan sekaligus sebagai alat pembelajaran kepada setiap yang menikmati, maka program penyiaran dan pertunjukannya haruslah dikemas dengan berpedoman etika dan nilai-nilai budaya yang positif.
Perkembangan jaringan penyiaran lewat televisi, sejalan dengan perkembangan peradaban zaman yang begitu pesat, maka informasi dari tempat yang jauh, bahkan dari manca negara sekali pun dalam waktu sekejab dapat dilihat dan diikuti perkembangannya. Dengan jaringan komunisai dan informasi yang mudah dan efektif untuk penyampaian pesan, maka dunia pendididkan seharusnya juga ikut mengambil peran dalam penanganan media televisi ini sebagai pusat sumber belajar. Artinya, para perencana dan praktisi pendidikan tidak hanya sebagai penonton dari luar arena program pertelevisian Indonesia. Tetapi ikut ambil bagian penayangan program kependidikan yang dikemas untuk kepentingan pembinaan akhlak, moral dan nilai-nilai budaya Indonesia.
Dalam konsep ini Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama dengan semua jajaran kelembagaannya, bekerjasama dengan Menteri Penerangan yang membidangi program penyiaran dan pertunjukan lewat televisi ini. Komitmen bersama untuk menata program penyiaran yang bernilai edukasi lebih banyak porsinya, dibandingkan dengan sifatnya rekreasi semata. Konsekuensinya, departemen pendidikan nasiomal dan departemen agama tidak hanya sekedar penonton, tetapi ikut melibatkan diri untuk menawarkan program yang ditangani oleh tenaga profesional dari orang-orang kependidikan. Unsur-unsur yang tertuang dalam program kependidikan nasiomal yang sesuai dengan landasan filosofi pendidikan, selalu disisipkan dalam setiap program penayangan. Nilai-nilai pembelajaran dalam kemasan kurikulum menjadi bagian integral dari program televisi Indonesia.
Bentuk media masa elektronik yang bernama TV diakui atau tidak, sangat berpengaruh dalam proses pembentukan kepribadian bangsa, mulai dari generasi anak-anak sampai kakek nenek. Indikasi keberhasilan programa tayang yang dilakukan oleh TV-TV swasta yang menyuguhkan acara hiburan berupa pertunjukan musik, film dan lain-lainya, tampak terlihat perilaku masyarakat yang langsung cepat menangkap dengan hafal menyebutkan hari dan jam tayang. Selain hafal jadwal acara pertunjukan, juga pribadi idolanya menjadi panutan dalam kehidupannya, model pakaian dan segala gerak dan tingkah laku tokoh yang diidolakan menjdi kiblat panutannya. Hal ini sangat riskan, jika figur sentral tokoh yang diidolakan ini mempunyai kepribadian yang kurang baik dalam tatanan nilai etika, moral dan budaya timur (Indonesia).
Untuk mengantisipasi dan sekaligus untuk ikut memecahkan agar kepribadian bangsa ini tidak terkoyak oleh nilai-nilai negatif budaya dari luar, maka pemerintah harus mempunyai komitmen untuk meluruskan program-program penyiaran TV yang bernilai edukatif. Agar program penbelajaran yang dikemas dalam acara TV memberikan nuansa kependidikan yang bernilai budaya dan nilai seni yang bernafas Indonesia, maka pimpinan perusahaan dan pengelola TV perlu membekali diri dan atau dibekali oleh pemerintah untuk ikut mensukseskan pembangunan Pendidikan Nasional yang berorientasi tujuan untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkeribadian tinggi, tanggung jawab, cerdas, trampil dan sejenisnya. Hal ini harus dijadikan landasan berpikir dalam setiap memprogram acara di televisi. Filsafat pendidikan kita adalah fisafat Pancasila. Program tayangan televisi yang ditonton oleh pemirsa semuanya adalah proses pembelajaran. Untuk mengacu pada falsafah bangsa maka kemasan program tayangan televisi haruslah selalu berlatar dan bernuansa pembelajaran yang bernilai etika moral yang tinggi.
Pada sisi lain, pemerintah yang dalam hal ini departemen Pendidikan Nasional, juga tidak boleh berhenti untuk berpikir dan mencari jalan pemecahan masalah pendidikan nasional yang terkontaminasi dengan program tayang media TV yang terkadang berseberangan dengan kurikulum pendidikan yang sudah dikemas cukup baik. Kerangka berpikir sistem ini, harus selalu dikumandangkan kepada semua komponen bangsa, bahwa tanggung jawab membangun pendidikan tidak dapat hanya dilakukan oleh departemen Pendidikan Nasional. Di luar arena pendidikan persekolahan dan keluarga, sebagai tokoh dan figur sentral masyarakat seperti artis film, penyanyi. pelawak, sutradara, penulis skenario, produser film, manajer pertunjukan hiburan dan orang-orang yang bergerak dalam bidang intertaimen semuanya adalah guru bangsa yang bermoral ke-Indonesia-an.
Untuk melangkah ke depan sebagai predeksi untuk membangun image dan nafas pendidikan nasional, agar tidak menympang jauh dari bingkai tujuan membentuk keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan membangun kepribadian untuh keIndonesiaan, naka jalan lurus yang perlu ditempuh adalah lewat jaring komunikasi terpadu. Artinya, program pendidikan yang dikemas dan diatur dengan pedoman kurikulum, tidak hanya dibebankan oleh guru di sekolah saja, juga dapat melibatkan orang-orang di luar sekolah yang mempunyai komitmen tinggi dalam dunia pendidikan.

C. Pemanfaatan Program TV
Catatan tebal dan bergaris bawah hitam, bahwa guru tidak pernah akan dapat menguasai semua program yang ditawarkan oleh kurikulum. Contoh kongkrit dalam penggunaan media pembelajaran yang bernama TELEVISI, guru tidak pernah mengetahui bagaimana sistem kinerja pertelevisian. Sebagai guru hanyalah sosok orang yang hanya mampu menonton program TV yang dirancang oleh pengelola stasiun TV. Nah, dengan realitas yang ada seperti ini, maka jika pendidikan persekolahan ini ingin memanffaatkan media komunikasi lewat TV, maka dunia pendidikan haruslah bekerja sama dengan orang-orang ahli dalam bidang pertelevisian. Jika perlu semua komponen yang terlibat dalam program acara, termasuk para artis diminta ikut memasukkan ide dan konsep pembelajaran yang efektif dalam meraih sukses dalam menempuh pendidikan.
Apabila solusi di atas, dianggap tidak mungkin dapat dilakukan. Maka konsekuenasi logisnya dunia pendidikan haruslah menyiapkan tenaga ahli Teknologi Komunikasi yang cukup banyak untuk menjadi desainer dan programer dalam pemanfaatan pusat sumber belajar yang berbentuk media televisi sebagai alat komunikasi. Pemikiran ini sebenarnya sudah pernah digagas oleh para ahli teknologi pendidikan sekiytar tahun 1975. Namun gagasan tersebut, masih sangat umum berbicara mengenai teknologi pendidikan dalam bentuk instruksional, belum sampai pada spesifikasi pembicaraan Teknologi Komunikasi dalam bentuk program aplikasi pertelevisian.
Yusuf Hadimiarso, pernah menyuarakan sekitar 30 tahun yang lalu, agar dunia pendidikan dapat memanfaatkan Televisi Siaran dalam Sistem pendidikan di Indonesia, (2004: 370). Hadimiarso, yang Doktor dari IKIP Malang ini, mengatakan bahwa sebgai langkah awal, pad awal tahun pertama REPELITA I diidentifikasi tenaga inti yang akan diserahi tanggung jawab mewujudkan rencana penggunaan media komunikasi massa untuk pendidikan. Tiga orang tenaga inti (dosen IKIP Malang, Yogyakarta dan Bandung) dikirim ke Australia selama setahun untuk mempelajari segala seluk beluk perencanaan dan pembngunan pendidikan yang memanfatkan media radio dan televisi.
Dalam perkembangan selanjutnya untuk memacu program teknologi pendidikan, maka dibukalah program pendidikan dan latihan. pendidikan dan latihan tenag ini lebih diperluas dengan adanya keputusan pemerintah untuk dibangunnya sutu sistem telekomunikasi dengan mengguakan satelit domestik. Kalau pada awalnya program diklat itu diadakan secara ad hoc. Dan lebih berorientasi pada media sebagai salah satu komponen sistem instruksional, maka mulai tahun 1975 diklt diselenggrkan secara reguler dlam bentuk mata kuliah di IKIP dan berorientasi pada sistem instruksional secara keseluruhan. Bahkan pada tahun 1978 di IKIP Jakarta dibuka jurusan khusus dengan bidang Keahlian Teknologi Pendidikan sampai pada tingkat Program Pascasarjana. Kemudian jurusan Teknologi Pendidikan ini diikuti oleh IKIP Malang, IKIP Bandung dan IKIP Yogyakarta dan IKIP-IKIP lainnya.

D. Program Sistem Komunikasi Satelit Domestik
Keahlian dalam teknologi Pendidikan meliputi kemampuan yang jauh lebih luas daripada hanya produksi media instruksional termasuk radio dan televisi siaran. Keahlian itu meliputi kemmpuan dalm merancang, mengembangkan, memilih, memnfaatkan, meneliti dan menilai program dan produk instruksional, serta mengelola keseluruhan proses dan sistem instruksional. Pendidikan keahlian ini secar konseptual diarahkan untuk menghasilkan tenaga pengembng instruksional dalam berbgai macam program pendidikan dan latihan. Namun secar operasional mash banyak ha,mbatan dalam pelaksaaan pendidikan. Hambtn itu antara lain terbatasnya fasilitas, dana dan sumber daya manusia, sehingga pendidikn dalam produksi media televisi pendidikan, misalnya kurang sekali memberikan kesemptan praktek apalgi dengan menggunakan peralatan yang canggih.
Melihat kenyataan bahwa, ketidakberdayaan departemen Pendidikan Nasional dalam mencukupi fasiltas, dana dan sumber daya manusia yang ada, maka tidak salah jika melkukan proaktif kepada pengelola televisi yang sudah lerngkap fasilitas, dana dan sumber daya manusia yang profesional. Paling tidak titip pesan-pesan pembelajaran yang dapat memberi dorongan atau rangsangan kepada peserta didik tentang materi yang bernilai positif untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan peggalangan kerjasama yang kondusif, kepada pengelola televisi, juga rencana program kurikulum dapat membuka disiplin ilmu baru untuk calon tenaga kependidikan dengan materi pelajaran atau mata kuliah Teknologi Komunikasi Siaran Televisi. Dengan demikian, dalam jangka panjang ke depan, dunia pendididkan keguruan akan menghsilkan produk tenaga guru yang trampil mengelola televisi pendidikan. Materi pembelajaran pada mata kuliah ini, lebih ditekankan pada teknologi komunikasi dengan berbagai aspeknya, termasuk didalamnya adalah program Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD). Rancangan ini sebenarnya sudah lama, tetapi mengapa selalu gagal dan gagal terus. Rasanya dengan perkembangan teknologi komunikasi di luar pendidikan begitu dahsyatnya, maka perencana pendidikan Nasional tidak boleh menunda-nunda lagi sampai berkepanjangan, jika yang diharapkan dunia pendidikan dapat meyesuaikan perkembangan jaman yang ada.
Menurut Yusuf Hadimiarso, (2004: 374), ada pedoman yang perlu diperhatikan dalam penerapan program SKSD, yang sesuai dengan kebijakan Mendiknas antara lain sebagi berikut:
1. Rencana harus dikembangkan dari analisis kebutuhan dan tujuan pembangunan pendidikan, dengan mencari jalan pemecahan melalui teknologi yang bersifat massa.
2. Pengembangan pendidikan harus diprioritaskan pada pemerataan mutu dan kesempatan pelayanan pendidikan.
3. Usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan harus melalui dari titik pangkal strategis yaitu tenaga pengajar.
4. Pola dan sistem yang dikembangkan harus bersifat luwes, sehingga memungkinkan keterlibatan jumlah sarana maksimal, perluasan pelayanan dan penyebaran (desentralisasi) kegiatan.
5. Output kegiatan harus tidak sekedar berupa tambahan, melainkan sesuatuyang inovatif dalam menunjang sistem penyajian yang efektif.

E. Rancangan Program TV
Dengan memperhatikan media TV sangat bermanfaat dan diperlukan sekali dalam proses pembelajaran, namun pada sisi lain sarana tersebut belum mampu dijangkau untuk dilaksanakan di dalam sistem pendidikan, maka untuk mewujudkan kebijakan seperti yang disebut di atas, guru berupaya untuk merancang program pengajaran yang membutuhkan media TV, dengan cara:
1. Memberikan arahan yang jelas kepada peserta didik untuk dapat melihat program TV yang ada nilai-nilai pendidikan yang bersifat positif.
2. Membimbing peserta didik untuk memilih program acara yang sesuai dengan tingkat umur dan kejiwaannya.
3. Memberikan pemahaman tentang program tayangan TV yang ada relevansinya dengan program pendidikan yang diajarkan disekolahan.
4. Memberi tugas kepada peserta didik untuk mencatat atau mengidentifikasi program-program acara TV yang bernilai edukasi (pendidikan)
5. Memberi tugas untuk mengamti dan atau menonton program tayangan yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, misalnya berita, dialog interaktif, rakyat bicara, profil tokoh, dan sejenisnya, kemudian berakhir dengan membuat laporan pengamatan.
6. Membekali sikap mental peserta didik untuk tidak meniru setiap prilaku tokoh atau bintang film atau penyanyi yang tidak sessuai dengan nilai-nilai budaya ketimuran.

F. Kelebihan TV sebagai Media Pendidikan
Setiap media alat, pasti mempunyai karakteristik tertentu. TV merupakan alat yang digunakan dalam pendidikan, mempunyai nilai daya seraf tinggi, sehingga program acara yang deitayangkan jika untuk kepentingan pendidikan haruslah selektif. Jika tidak mendapat pengawasan ketat, maka peserta didik akan terbawa arus pada nilai-nilai budaya yang menyesatkan, sehingga tujuan pendidikan yang mengacu pada pembentukan budi pekerti luhur tidak akan tercapai.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan TV sebagai media pendidikan antara lain:
1.Guru dan siswa (peserta didik) dapat secara langsung melihat gambar objek yang nyata secara audio-visual, seolah-olah dapat berkomunikasi langsung dengan objek yang dilihatnya.
2. Guru dan siswa secara langsung dapat melihat latar kehidupan tokoh-tokoh atau orang-orang yang terlibat dalam tayangan program yang sudah ditunjukkan oleh perancang program TV
3. Guru dan siswa dapat menentukan dan memilih program acara yang sesuai dengan bahan pengajaran.
4. Guru dan siswa dapat belajar secara efektif dari program acara yang dikemas oleh pengelola TV
5. Secara umum program TV dapat disebarkan dalam kapasitas pemirsa yang lebih luas.

Dari segi keefektifan program TV, yang dapat dikemas untuk digunakan sebagai media pembelajaran, demi percepatan kemanjuan pendidikan nasional, maka program tayang yang dirancang haruslah lebih banyak berorientasi pada proses pembelajaran pemirsanya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan oleh Menteri pendidikan Nasional, untuk selalu proaktif dalam menentukan rancangan program TV-TV seluruh indonesia, baik TV pemerintah maupun TV swasta.

G. Komputer Untuk Pendidikan
Komputer adalah alat elektronis otomatis yang dapat menghitung atau mengolah data secara cermat menurut yang dintruksikan dan memberikan hasil pengolahan, biasanya terdiri dari unit pemasukan, unit pengeluaran, unit penyimpanan serta unit pengontrolan. Alat elektronik yang bernama komputer ini, untuk kehidupan modern seperti sekarang ini, menjadi kebutuhan yang sangat penting. Alat ini menjadi multiguna, dalam setiap gerak kehidupan yang membutuhkan data-data tulis atau grafis. Dalam dunia pendidikan pun tidak ketinggalan, peranannya.
Azhar Arsyad (2000: 93), Dewasa ini komputer memiliki fuingsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidikan. Komputer berperaan sebagai manajer dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama Commputer-managed Instruction (CMI). Ada pula peran komputer sebagai pembantu tambahan dalam belajar; pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pembelajaran, latihan, atau kedua-duanya. Modus ini dikenal sebagai Computer-Assisted Instruction (CAI). CAI mendukung pengajaran dan pelatihan akan tetapi ia bukanlah penyampai utama materi pelajaran. Komputer dapat menyajikan informasi dan tahapan permbelajaran lainnya disampaikan bukan dengan media komputer.
Konsep pembelajaran dewasa ini, jika peserta didik diharapkan dapat mengikuti berbagai perkembangan yang ada di lingkungannya, terutama pesan pembelajaran yang diperoleh diluar kelas adanya arus informasi yang dikemas oleh teknologi komunikasi dan informatika, maka konsekuensi logisnya peserta didik juga harus diarahkan pada materi pembelajaran yang menuju ke arah itu. Dalam hal ini, guru-guru di semua lapisan dan semua jenjang pendidikan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan cara belajar mengikuti proses kemajuan pengetahuan dan teknologi tersebut. Dengan kominten untuk menjadi orang nomor satu di depan murid-muridnya, maka guru dalam melangkah dan berangkat menjadi seorang pengajar dan pendidik handal, tidak hanya sekedar bermodal materi keilmuan seadanya dan hanya mempunyai cara atau metode ceramah, pemberian tugas dan tanya jawab saja.
Modal wawasan keilmuan yang luas, penerapan pendekatan dan metode yang bervariatif, penguasaan dan penggunaan media, alat dan sumber pembelajaran harus betul-betul dikuasainya. Kualitas pendidikan nasional menuntut semua orang yang terlibat dalam penanganan pendidikan, terutama guru sebagai satu-satunya orang berhubungan langsung dengan kehidupn murid yang selalu membutuhkan bimibingan dan pendidikan secara terus menerus.



H. Komputer Sebagai Kebutuhan
Konsep pembelajaran modern, agar mampu menyesuaikan dan atau mampu mengejar arus kemajuan informasi yang datang dari luar pendidikan dewasa ini, maka media komputer menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat diabaikan bergitu saja.
Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar (2004:167) dalam Diaz D. Santika (BRAIN-BASED SCAFFOLDED INSTRUCTION: SEBUAH PENDEKATAN INTEGRATIF DALAM PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBANTUAN KOMPUTER), menyebutkan bahwa Pembelajaran dewasa ini menghadapi 2 tantangan. Tantangan yang pertama datang dari adanya perubahan persepsi tantang belajar itu sendiri. Dan tantangan kedua datang dari adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang luar biasa. Konstruktivisme pada dasarnya telah menjawab tantangan yang pertama dengan meredifinisi belajar sebagai proses konstruktif di mana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses interpretasi, korespondensi, representasi dan elaborasi. Sementar itu kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat yang menawarkan berbgai kemudahan-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terajdinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided, dan dari knowledge-as-possession menjadi knowledge-as-construction.
Kebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbaharui konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata sutau penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial-budaya yang kaya akan pengetahuan.
Pembaruan teori belajar melalui notion konstruktivisme dn pergeseran-pergeseran yang terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan dua hal yang sangat sejalan dan saling memperkuat. Konstruktivisme dan teknologi komputer, secra terpisah maupun bersam-sama, telah menawarkan peluang-peluang baru dalam proses mengajar dan belajar baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun belajar mandiri. Gagasan dan prinsip –prinsip belajar yang ada pada notion konstruktivisme memiliki implikasi yang begitu eksplisit tentang perlunya lingkugan belajar yang didukung oleh teknologi.
Salah satu tulisan (Tam. M, Educational Technology, volume 3, Number 2, 2000) melaporkan bahwa komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skill yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan masalah dan menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang relevan. Komputer dalam hal ini akan berperan memberikan layanan dalam proses pengumpulan dan mengkompilasi informasi, inquiry dan kolaborasi (Rice and Wilson, How technology and constructivisme in the social studies claaroom, http/ /global.umi.com/pqdweb, 1999).
Perangkat berbasis teknologi lainnya yang digarapkan dapat digunakan dalam upaya mengembangkan lingkungan belajar yang lebih produktif adalah video discs, multimedia/hypermedia, e-mail dan internet, di samping piranti lunak Computer Assisted Instruction / Intelegent Computer Assisted Instruction (CAI/ICAI) yang tersedia dalam bentuk CDROM. Perangkat-perangkat ini memberikan berbagai kemudahan dalam belajar melalui kemampuannya menyediakan informasi yang relevan dalam bentuk dokumen, foto, transkip dan klip video atau audio. Melalui e-mail, diskusi kelompok, tugas-tugas dan komunikasi pribadi di antara pembelajar dapat dilakukan secara online. Sementara itu internet menyediakan sumber belajar dalam berbagai bentuk; teks, gambar, video, suara dn piranti lunak yang seluruhnya dapat di download sehingga memungkinkan pula dilakukannya proses belajar jarak jauh.
Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang demikian pesat telah membuka peluang yang lebih besar bagi pembelajar untuk mengekplorasi berbagai data dan informasi sehingga memungkinkannya membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran berbantuan komputer diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyediakan beragam opsi yang mampu menstimulasi pembelajar untuk menggunakan potensi kognitifnya secara maksimal.
Teknologi dalam pembelajaran pada dasarnya tidak lebih dari sebuah tools atau media. Pemanfaatan teknologi atau media pembelajaran yang tidak tepat hampir pasti tidak akan menghasilkan sebuah lingkungan belajar yang produktif yang menjamin terjadinya better learning. Menurut Scehenck (Schenck, J., Building Memory Bank, http/ /www.ciconline.org), belajar akan terjadi secara optimal bila dilakukan alignment antara teknologi yang digunakan dan pemrosesan informasi di otak (brain’s processing). Oleh karena itu, untuk menjamin terjadinya pemanfaatan media pembelajaran yang optimal, perancangan pembelajaran berbantuan teknologi haruslah secara cermat memperhitungkan terlebih dahulu bagaimana proses belajar terjadi pada setiap individu. Tulisan singkat ini bermaksud melakukan eksplorasi terhadap beberapa teori belajar yang relevan dalam upaya mengembangkan sebuah pendekatan integratif sehingga pembelajaran berbantuan komputer mampu menciptakan proses belajar yang lebih efektif dan produktif.

I. Model Pembelajaran Berbantuan Komputer
Model pembelajaran Gagne didasarkan pada hierarki keterampilan yang diorganisasikan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Oleh karena itu, rancangan instruksional dibangun secara efisien berdasarkan 9 urutan, yaitu
1. Gain attention
2. Identify objective
3. Recall prior learning
4. present stimulus
5. Guide learning
6. Elicit information
7. Provide feedback
8. Assess performance
9. Enhance retention.
Sedangkan Bruner mengklaim bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana pembelajaran membangun gagasan-gagasan baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Dalam hal ini maka rancangan instruksional disususn secara sekuensial sehingga memungkinkan pembelajar membangun prinsip-prinsip dan konsep kunci atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya dan bergerak melampaui informasi yang diberikan kepadanya. Gagasan Bruner ini, oleh karenanya menawarkan beberapa prinsip penting yang dapat digunakan dalam mengembangkan rancangan instruksional, yaitu:
1. Rancangan instruksional harus memperhatikan aspek pengalaman dan konteks yang dapat menarik minat dan kemampuan belajar setiap pembelajar.
2. Rancangan instruksional harus terstruktur sehingga mudah dicerna.
3. Rancangan imstruksional harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat memfasilitasi proses ekstrapolasi (fill in the gaps).
Sementara itu teori minimalis dari Carrol menyarankan agar para perancang meminimalkan materi pembelajaran mengingat materi yang exhausted akan menghambat proses belajar. Oleh karenanya perancang diminta untuk memberikan perhatiannya pada perancangan aktivitas yang mendukung aktivitas langsung para pembelajar. Dalam menerapkan teori ini maka para perancang perlu untuk memperhatikan beberapa kriteria yaitu:
1. Membiarkan pembelajar memulai proses belajarnya dengan mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
2. Meminimalkan tugas-tugas membaca atau bentuk aktivitas pasif lainnya dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada pembelajar untuk melakukan proses ekstrapolasi.
3. Membuat seluruh aktivitas belajar bersifat self-contained dan tidak terikat atau bebas dari prinsip-prinsip sekuensial.
Sampai di sini kita belum melihat adanya model pembelajaran yang secara eksplisit mengakomodasi entry behavior dalam proses pembelajaran, padahal baik kemampuan awal maupun learning preferences merupakan hal yang sangat esensial dalam pembelajaran yang bersifat learner centered. David Ausubel menyarankan bahwa advance organizers mungkin dapat digunakan untuk menghubungkan struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya oleh setiap pembelajar dengan informasi baru yang diterimanya. Ausubel mengklaim bahwa melalui penayangan representasi global dari pengetahuan yang harus dibangun oleh pembelajar, pendekatan advance oeganizer ini mungkin akan mendorong terjadinya integrative reconciliation darai sub-sub pengetahuan yang terkait. Menurut hemat penulis, premis ini menjanjikan bahwa dengan memonitor secara cermat aktivitas pembelajar ketika menggunakan advance organizer, mungkin struktur kognitif relatif setiap pembelajaran sebelum pembelajaran sesungguhnya dilakukan dapat ditentukan. Atas dasar gagasan inilah kemudian Gillani dan Relan (http/ /www.gwu.edu/~tip/) mengusulkan model pembelajaran yang mampu mengakomodasi entry behavior setiap pembelajar. Model pembelajaran Gillani dan Relan terdiri dari 4 fase, yaitu:
1. Advance organizers phase
2. Modeling phase
3. Exploring phase
4. Generating phase.
Dengan telah adanya frame technlogy seperti Netscape Navigator 2.0 dan Internet Explorer, model Gillani dan Relan ini akan dapat direalisasikan secara optimal mengingat teknologi frame mampu menyajikan multiple, distinct, and independent viewing areas within the browser’s window. Model ini mungkin telah dapat mengakomodasi kemampuan awal pembelajar mengingat adanya advance organizer yang dapat digunakan untuk menyamakan struktur kognitif relatif setiap pembelajar sebelum pembelajaran sesungguhnya dimulai, tetapi model ini belum mampu mengkomodasi learning preferences yang berbeda antara satu pembelajar dengan pembelajar lainnya.
Model pembelajaran tampaknya akan terus diperbarui bila kita mengamati premis yang ditawarkan oleh bidang cognitive science yang memberikan pemahaman-pemahaman baru tentang bagaimana proses belajar terjadi pada setiap individu. Howard Gardner, pendiri proyek Zero pada Harvard University yang telah banyak melakukan penelitian dalam bidang ilmu kognitif menawarkan konsep tentang kecerdasan jamak (multiple intelligence) yang mencerahkan pemahaman kita tentang learning diferences dan peran nature atau genetic factor dalam menciptakan biological preferences pada diri seseorang (http/ /www.accelerated-learning.net/multiple.htm). Gardner dan para peneliti ilmu kognitif beranggapan bahwa kecerdasan seseorang tidaklah tetap (fixed) secara genetik melainkan dapat ditingkatkan secara signifikan melalui sebuah lingkungan belajar yang bersifat atentif, penuh stimulan dan menantang. Model Gardner tentang kecerdasan jamak telah memberikan dampak dalam proses belajar mengajar dan khususnya pada pengembangan kurikulum di Amerika. Esensi dari konsep kecerdasan jamak ini adalah adanya transformasi dari tradisional IQ – linear ranking of individuals on a single scale of abilities ke dalam potret multidimensi yang lebih rumit yang menggambarkan kekuatan dan kelemahan setiap individu.
Salah satu penelitian doktoral (Dara-Abrams, 2002, http/ /www.brainjolt.com) telah berhasil memperlihatkan bahwa teori Gardner tentang kecerdasan jamak dapat digunakan untuk mengakomodasi learning preference setiap individu pembelajar dalam lingkungan pembelajaran berbantuan komputer (web-based learning). Melalui teknologi hypermedia dan Internet serta pendekatan multiple representation, pilihan-pilihan preferensi pembelajar dalam belajar dapat disediakan oleh komputer. Dengan demikian maka dengan menggabungkan pendekatan advance organizer dan kecerdasan jamak diharapkan bahwa pembelajaran berbantuan komputer akan mampu menciptakan lingkungan belajar yng bersifat adaptif baik terhadap tingkat pemahaman awal dan maupun terhadap preferensi belajar setiap pembelajar. Melalui lingkungan belajar yang adaptif ini, proses belajar memang menjadi lebih efisien dan bersifat individualized tetapi belum menjamin dapat meningkatkan retensi pembelajar. Retensi pembelajar dapat ditingkatkan bila digunakan strategi pembelajaran yang mempertimbangkan bagaimana proses belajar terjadi pada individu.


J. Brain Based Scaffolded Instruction
Vygotsky menawarkan suatu teori yang mengatakan bahwa potensi untuk perkembangan kognitif dibatasi oleh suatu rentang tertentu dan bersifat unik bagi setiap individu belajar. Teori yang dikenal dengan nama ”zone of proximal development (ZPD)” ini dapat diidefinisakan sebagai rentang antara tingkat perkembangan kecerdasan actual (without guided instruction) dan kecerdasan potensial (determined by problem solving ability under the guidance of assistants or more capable peers). ZPD memiliki 4 tahapan, yaitu:
1. Assistance provided by more capable persons.
2. Assistance by self
3. Internalization
4. De-automatization-recursiveness through prior stage.
Teori Vygotsky juga mengklaim bahwa pembelajaran akan sangat efektif ketika individu belajar ditempatkan dalam suatu lingkungan belajar yang supportive dan ketika mereka menerima bimbingan yang sesuai yang dimediasikan oleh “tools”. Tools intruksional ini dapat merupakan sebuah strategi kognitif, seorang mentor, peers, bahan tercetak, atau computer serta instrumen lainnya yang diorganisasikan untuk menyediakan informasi bagi pembelajar. Peran yang dilakukan oleh tools instruksional adalah untuk megorganisasikan dukungan dinamis yang dapat digunakan pembelajar menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sampai pada batas atas ZPD yang dimiliki pembelajar bersangkutan. Pada saat pembelajar bergerak ke tingkat confidence yang lebih tinggi, tools instruksional ini secara sistematik kemudian ditarik.
Dengan menyimak secara lebih teliti model-model pembelajaran di atas (Gagne, Bruner, dan Carroll) dan konsep kecerdasan jamak, serta teori ZPD dari Vygotsky, barangkali kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana proses belajar terjadi sebagaimana yang diungkap oleh hasil-hasil penelitian bidang brainscience atau neuroscience. Bidang ini mengklaim bahwa memori manusia bukanlah sebuah “vessel” yang harus diisi melainkan merupakan sebuah kumpulan sistem memori yang saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan yang lain. Sejalan dengan teori konstruktivisme yang mengatakan bahwa pengetahuan baru dibangun atas dasar pengalaman dan pengetahuan yang ada sebelumnya, brain-based learning menganggap bahwa system memori yang paling krusial untuk memindahkan informasi menjadi berbagai pengetahuan yang bermakna ke dalam memori jangka pnjang (long-term memoryi) adalah memori jangka pendek (short-term memory). Seluruh informasi yang masuk ke otak manusia diorganisasikan dan diproses dalam memori jangka panjang. Tetapi mengingat memori jangka pendek hanya mampu mengolah informasi antara 8-11 unit informasi (psychological unit) setiap kali proses dilakukan (Schenck, J., Building Memory Bank, http/ /www.ciconline.org), maka untuk membangun pengetahuan dalam jumlah yang besar pemrosesan informasi haruslah dilakukan secara bertahap atau sekuensial.
Manusia pada dasarnya lahir dengan kemampuan melakukan interpretasi terhadap lingkungan kehidupannya melalui proses sortasi beragam karakteristik objek yang diamatinya ke dalam kategori atau klasifikasi. Otak atau pikiran manusia bukanlah semata-mata sebuah mesin logika yang formal. Manusia membangun sensasi tentang kehidupan melalui penemuan pola dan urutan. Inti dari penemuan pola adalah kategorisasi yang dibangun melalui proses menemukan kesamaan dan perbedaan serta membandingkan dan mengisolasi fitur atau atribut informasi yang masuk ke dalam pikirannya. Hal penting lainnya yang diungkap oleh brainscience adalah bahwa emosi memainkan peran yang sangat penting dalam proses konstruksi pengetahuan pada diri manusia. Beberapa penelitian menunjukkan (Jensen, E, How Julie’s Brain Learns, Educational Leadership, Volume 56, Number 2, November 1998, dan Leamson, R.N., Does Technology and society,Volume 4, Number 1, 2001) bahwa emosi dan kognisi berinteraksi dan saling membentuk satu sama lain dan oleh karenanya emosi dan kognisi tidaklah dapat dipisahkan dalam proses belajar yang terjadi pada diri manusia. Secara sederhana hal ini diperlihatkan oleh kenyataan bahwa perilaku (behavior) seseorang tidaklah mudah berubah mengingat adanya komitmen emosional terhadap perilaku tersebut.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran secara umum mengikuti proses instruksional sebagai berikut;
1. Merencanakan, mengatur dan mengorganisasikan dan menjadwalkan pengajaran.
2. Mengevaluasi siswa (tes).
3. Mengumpulkan data mengenai siswa
4. Melakukan analisis statistik megenai data pembelajaran.
5. Membuat cacatan perkembangan pembelajaran (kelompok atau peserorangan.


IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar