Rabu, 15 April 2009

PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Oleh: Maswan

A. Pengertian Perpustakaan
Perpustakaan berasala dari kata pustaka yang berarti kitab atau buku. Dalam kamus Bahasa Indonesia ”perpustakaan” diartikan kumpulam buku-buku. Dari bahasa asing dikenal dengan istilah-istilah dalam Bahasa Inggris lebrary, Bahasa Latin liber atau libri, Bahasa Belanda bibliotheek, Bahsa Jerman bibliothek, Bahasa Perancis bibliotheque, Bahasa Spanyol biblioteca, dan Bahasa Yunani biblia, yang semuanya diartikan buku termasuk di dalamnya semua bahan yang berbentuk grafis, majalah dan buletin.
Dalam pengertian yang umum, perpustakaan adalah kumpulan buku-buku atau bahan-bahan referensi yang dikelola atau ditangani secara teratur dalam sebuah lembaga atau organisasi yang digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk kepentingan lembaga tersebut.
Kajian lebih mendalam tentang perpustakaan, sebenarnya tidaklah hanya dipahami sebagai kumpulan buku-buku dalam arti yang sempit. Bahan pustaka yang terkumpul dalam konotasi makna yang luas adalah sebuah referensi keilmuan yang tertulis, cetak atau grafis dan sesuatu yang terekam dalam sebuah alat baik dalam bentuk kaset, slide, film atau segala informasi yang terprogram dalam komputer. Dengan demikian perpustakaan merupakan suatu wadah kelembagaan (institusi) yang mencari, menerima, menyimpan, mengelola, mendistribusikan dan atau meminjamkan segala sesuatu yang berkaitan dengan referensi keilmuan yang tertulis atau sesuatu kajian informasi yang dikolekasi dan tersimpan dalam sebuah dokumen agar dapat dibaca dan diketahui sebagai bahan rujukan bagi orang yang membutuhkan.
Pengertian perpustakaan, dari beberpa para ahli dapat difinisikan sebagai berikut:
1. Menurut Webster’s Third Edition International Dictionary, bahwa perpustakaan adalah kumpulan buku, manuskrip dan bahan pustaka lainnya yang digunakan untuk keperluan studi atau bacaan, kenyamanan atau kesenangan.
2. Menurut Harold’s the Libreraian’s Glossary and Reference Book, bahwa perpustakaan adalah koleksi buku diperluas dengan koleksi non buku yang keseluruhannya disebut koleksi dokumen.
3. Menurut Sulistyo-Basuki, (Pengantar Ilmu Perpustakaan), dikatakan bahwa perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung atau gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca bukan untuk dijual.
Setelah memahami pengertian perpustakaan di atas, dapat ditarik dalam rumusan pernyataan sebagai proses pembelajaran bahwa;
1. Perpustakaan adalah kumpulan buku-buku yang memuat tentang berbagai bidang ilmu dan informasi untuk bahan rujukan atau bahan referensi bagi seseorang yang membutuhkan.
2. Buku-buku dan bahan-bahan dokumentasi tersebut dapat diberi nama perpustakaan, jika adanya wadah atau lembaga yang mengelola.
3. Wadah atau lembaga yang mengelola buku-nuku atau bahan-bahan referensi dapat memberi nama ”perpustakaan” apabila mampu mengatur dalam mekanisme yang jelas dan melakukannya dengan menggunakan administrasi yang baik.
4. Administrasi perpustakaan yang baik adalah jika pengelola mampu menyediakan semua bahan (buku-buku da bahan lain) dan memberi pelayanan kerpada publik yang membutuhkan
5. Perpustakaan yang diatur dalam pengelolaan yang profesional itulah yang benar-benar disebut perpustakaan.
6. Jika perpustakaan hanya ada dalam bentuk kumpulan buku-buku yang dipajang di rak-rak almari, tetapi tidak diatur dalam mekanisme pengelolaan yang jelas, maka ini disebut perpustakaan yang bermasalah.
7. Keberadaan perpustakaan yang hanya merupakan kumpulan buku-buku tersebut, hampir dilakukan oleh seluruh perpustakaan di lembaga pendidikan persekolahan di Indonesia.
8. Padahal, ada yang memberi istilah bahwa perpustakaan adalah jantungnya pendidikan.
9. Jika jantung pendidikan yang disebut perpustakaan tidak berfungsi, terus bagaimana pendidikan di Indonesia dapat hidup?
10. Ya, inilah persoalan perpustakaan sekolah yang perlu mendapat penanganan bersama oleh seluruh komponen peremncana dan praktisi pendidikan.

B. Lemahnya Kemampuan Membaca
Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dalam penggalian berbagai bidang ilmu, keberadaanya haruslah mendapatkan penanganan serius. Terutama dalam dunia pendidikan, perpustakaan yang konon sebagai jantung pendidikan harus berfungsi terus menerus. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan di lembaga pendidikan persekolahan dituntut untuk memberdayakan potensi tenaga yang secara khusus menangani perpustakaan sekolah secara profesional. Dengan berfungsinya perpustakaan sekolah sebagi pusat belajar, dan menjadi wadah pemacu diri untuk gemar membaca, maka akan muncul budaya atau kebiasaan membaca menjadi sebuah kebutuhan.
Lebih-lebih bagi perguruan tinggi, perpustakaan menjadi sebuah jantung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdirinya sebuah perguruan tinggi, haruslah dibarengi dengan terwujudnya perpustakaan. Perguruan tinggi sebagi gudang ilmu, dan penghuninya adalah sangat membutuhkan rujukan referensi umtuk dijadikan bahan studi leterel, tempat penelitian dan sebgai tempat penggalian teori-teori keilmuan.
Hingga saat ini, secara umum memang belum tampak jelas adanya kegemaran membaca bagi peserta didik. Budaya membaca dan menulis belum menjadi milik kita. Sementara ini baru terlihat budaya menyimak dan berbicara. Menyimak merupakan ketrampilan berbahasa yang menjadi tanda bahwa, seseorang atau bangsa yang pasif. Konotasi makna pasif ini, bagi seseorang atau bangsa hanyalah sebagai penerima (reseptif). Sementara budaya berbicara kita, hanya sebatas berbicara sebagai penuturan lisan komunikasi pasar dan jagong minum kopi tanpa landasan konsep berpikir rasional dan dengan landasan keilmuan. Sebenarnya ketrampilan berbicara ini, termasuk kategori ketrampilan berbahasa aktif. Dan ketrampilan ini akan bermakna, jika seseorang yang melakukan komunikasi lisan ini, dilandasasi dengan keilmuan retorika dan pengungkapan ide-ide atau gagasan yang berdasar pada logika berpikir rasional. Sayang, budaya bicara seperti ini belum kita miliki.
Sementara, budaya membaca dan menulis mempunyai derajat nilai sangat tinggi, jika konsep membaca dan menulis ada rumusan yang jelas. Pesan-pesan pembelajaran yang diperoleh dari membaca sebenarnya cukup memberi banyak rangsangan ide dan gagasan. Namun kita pun, masih sangat lemah dalam membangun karsa untuk membaca. Kalau toh kita mempunyai kemauan untuk membaca hanya sebatas membaca kata dan rangkaian kalimat, belum sampai pada membaca ide atau gagasan dalam sebuah wacana. Membaca kata dan kalimat adalah reseptif. Artinya kita hanya sekedar melihat tulisan orang lain, tanpa berpikir bagaimana gagasan itu dimunculkan. Beda jika kita mampu membaca ide dan gagasan yang dituangkan lewat kata dan kalimat. Mulai proses membaca sudah dilandasi ikut berpikir dan perenungan. Hasil penemuan ide dan gagasan orang lain yang dibacanya, akan menjadi konsep baru berpikir kita. Dan jika kita lebih cerdas, maka kita akan mengungkapkan kembali ide atau gagasan tersebut lewat bahasa tulis. Ketrampilan menulis ide dan gagasan dalam bentuk konsep teori keilmuan, adalah ciri-ciri bngsa yang beradab dan berbudaya tinggi.
Memahami pola berpikir di atas, tampaknya budaya membaca dan sekligus budaya menulis, menjadi kebutuhan suatu bangsa, jika menginginkan kemajuan pesat dalam kehidupan kita. Informasi dan jaringan komunikasi yang begitu pesatnya, sangat dibutuhkan ketrampilan membaca secara cerdas. Untuk itu segala macam informasi baik yang tertulis dan terekam dikumpulkan dan dikelola dalam wadah yang bernama perpustakaan. Perpustakaan inilah yang menjadi penerang jalan kemajuan suatu bangsa.
Alfin Tofler, memberikan pernyataan bahwa, ”Hanya orang yang menguasai informasi yang menjadi penentu hidup hiruk pikuk dunia global dan sebagai pemenang dalam persaingan ketat dewasa ini”. Membaca pernyataan tersebut, tampaknya kita perlu menyadari sepenuhnya bahwa minat dan kemampuan membaca bagi suatu bangsa tidak boleh diabaikan jika menginginkan kemajuan. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan budaya membaca, khususnya di perpustakaan;
Pertama, budaya membaca dapat dijadikan indikator majunya sebuah bangsa. Bangsa yang berkembang—kalau tidak dikatakan miskin—relatif memiliki persoalan klasik sekitar kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Menurut laporan UNDP (United Nation Development Programe) kualitas SDM Indonesia berada pada urutan ke-105 di dunia. Angka HDI (Human Development Index) Indonesia hanya mencapai 0,586. Angka ini diperoleh dari akumulasi data melek huruf, angka harapan hidup, serta tingkat GNP selama dua puluh lima tahun pertama.
Kedua, usaha pencerdasan kehidupan bangsa secara yuridis formal, belum melahirkan gerakan-gerakan budaya baca sebagai sebuah aksi, baru dari instruksi ke instruksi atau tahap pencanangan.
Ketiga, program melek baca masyarakat harus disertai dengan perangkat yang mendukung. Kita ketahui betapa miskinnya bangsa indonesia akan buku bacaan. Penerbitan Indonesia akan buku baru sekitar 3.000 – 4.000 judul. Kalu kita bandingkan megaa-negara lain (1990) Amerika menerbitkan buku pertahun sebanyak 77.000 jidul, Jerman Barat 59.000 judul, Inggris 43.000 judul, Jepang 42.000 judul dan Perncis 37.000 judul. Sangat logis kalau perhitungan tahun 1990, pendidikan Indonesoa tertinggal 15-20 tahun dari negara lain. Konsekuensinya, harga buku Indonesia relatif lebih mahal dan hanya dapat dijangkau oleh kelas ekonomi menengah ke atas.
Keempat, dari data yang didapat dari Unesco di antara buta huruf dewasa, sebanyak 65% adalah wanita. Hal ini senada dengan perolehan kesempatan belajar. Di pedesaan kawin muda (early marriage) bagi wanita adalah lumrah. Terdapat prinsip asal bisa baca dan menulis bagi perempuan adalah cukup. Ini berbanding dengan kondisi masyrakat jepang. Ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas pula.
Kelima, sekolah atau lembaga pendidikan hingga saat ini belum bisa memberikan cara yang efektif agar para siswa ataupun masyarakat melek baca. Sebuah pengakuan Mortimer Adler, pemikir terkenal, mengakui bahwa dia tidak bisa membca setelah dia dinyatakan lulus Qori (baca) perguruan tinggi. Artinya membaca memerlukan kemampuan khusus yang harus dipelajari.
Keenam, dari data-data di atas, perlu kiranya diupayakan peningkatan ketrampilan membaca secara khusus dan sungguh-sungguh sampai saat ini. Kita masih secara asing kalau mendengar istilah ”kursus membaca efektif”. Padahal di Amerika, kursus membca banyak diminati oleh akademisi. Dengan banyaknya sumber bacaan, seseorang dituntut untuk mampu membaca secara tepat dan akurat. Muncul pertanyaan sudahkah sistem pendidikan memberikan jawaban terhdap problem yang dijabarkan diatas agar tercipta masyarakat melek baca utama di perpustakaan sehingga berkontribusi bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi?, Gordon Dryden & Jannette Vos (1999:199)

C. Dasar Pemikiran adanya Perpustakaan
Dasar pemikiran bahwa pengembangan ilmu pengetahuan yang terus berkembang, penemuan teori-teori baru yang ditulis olerh para ilmuwan dalam bentuk buku, serta informasi-informasi lain yang didokumentasi lewat tulisan buku dan rekaman, maka perlu dihimpun dalam wadah perpustakaan. Dengan terhimpunnya buku dan dokumen tersebut, untuk memudahkan seseorang mencari bahan referensi dalam mempelajari ilmu dan terori yang ditulis para ilmuwan terdahulu, akan mudah. Sebagai pusat sumber belajar yang dianggap strategis, sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, maka perpustakaan dibangun dan diwujudkan dalam dunia pendidikan. Landasan pemikiran mengapa perpustakaan harus ada dalam perpektif dunia pendidikan, karena:
1. Pendidikan sebagai pusat pembentukan manusia yang beradab dan berpengatahuan membutuhkan sumber belajar.
2. Pendidikan dalam pelaksanaan program kegiatannya selalu berhubungan dengan berbagai bidang pengembangan ilmu, yang dalam hal ini bahan pustaka sangat dibutuhkan.
3. Dalam pengembangan ilmu landasan pemikiran dilakukan dengan berdasar pada teori yang ditulis dalam buku-buku yang dihimpun dalam perpustakaan.
4. Pendidikan yang dihrapkan dapat memperoleh hasil atau mutu yang baik, persaratan mutlak harus ada sumber-sumber pembelajaran yang cukup banyak jumlahnya.
5. Untuk dapat terpenuhinya sumber belajar yang mudah, maka perpustakaan menjadi alternatif yang cukup representatif.
6. Agar perpustakaan sebagai fungsi sumber belajar yang efektif, maka pengadaan dan pengelolaanya pada masing-masing lembaga pendidikan harus ditangani secara profesonal.
7. Penangananan perpustakaan secara profesional akan dapat berjalan dalam lembaga pendidikan persekolahan manakala semua komponen yang terlibat ikut memikirkan bagaimana agar fungsi perpustakaan tersebut terlaksana.
8. Dengan dibangunnya perpustakaan sebgai jantung pendidikan dan dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam proses belajar, maka perpustakaam harus mampu menumbuhkan minat baca dan dapat menimbulkan rasa senang berkreasi bagi guru dan siswa, karena memperoleh berbagai pengetahuan lewat membacanya.
9. Jika budaya membaca bagi peserta didik sudah terlihat jelas semangatnya, maka akan ada pertanda kemajuan pendidikan.
10. Karena sumber pengetahuan dan kecerdasan seseorang tidak ada jalan lain kecuali dengan cara membaca dan membaca terus.

D. Jenis-kenis Perpustakaan
Secara umum ada pengelompokan jenis-jenis perpusrakaan antara lain;
1. Perpustakaan Umum
Perpustakaan ini adalah perpustakaan yang diperuntukkan untuk masyarakat umum yang berkeinginan mengembangkan pengetahuan, dengan cara membaca bahan referensi buku-buku dan bahan bacaan lain yang dapat didokumentsikan dalam perpustakaan tersebut. Bahan pustakan atau koleksi yang dihimpun meliputi berbagai buku dan dokumentasi dari berbagai bidang kehidupan.
2. Perpustakaan Khusus
Perpustakaan ini adalah perpustakaan yang didbentuk oleh lembaga-lermbaga khusus yang digunakan untuk menunjang proses kegiatan yang ditangai setiap harinya. Bahan pustaka atau bahan koleksinya hanya terbatas pada bidang ilmu yang dilakukan, misalnya perpustakaan kedokteran, pertanian, sosial-budaya, ekonomi dan lain-lain.
3. Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang dibentuk dan didirikan oleh lembaga pendidikan persekolahan mulai dari dari pra sekolah sampai ke perguruan tinggi. Namun ada diantara para ahli perpustakaan yang membedakan antara perpustakaan sekolah dengan perpustakaan perguruan tinggi.
a. Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan ini biasanya digunakan untuk label oleh sekolah, mulai dari jenjang pendidikn dasar (SD/MI), lembaga pendidikan menengah pertama (SMP/MTs) dan lembaga pendidikan menengah atas (SMA/MA/SMK). Bahan pustaka atau bahan koleksi, biasanya lebih banyak pada buku-buku penunjang mata pelajaran dan materi bacaan yang relevan dengan tingkat perkembangan anak-anak sekolah sesuai dengan jenjangnya.
b. Perpustakaan Perguruan Tinggi.
Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang dikelolah oleh sebuah lembaga perguruan tinggi. Perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu, maka perpustakaan yang didirikan mempunyai cakukan yang lebih luas dibandingkan dengan perpustakaan sekolah yang ada dibawahnya. Perpustakaan pergurunan tinggi yang di bawah naungan Universitas, bahan pustaka atau bahan koleksinya mencakup semua disiplin ilmu yang yang dikembangkan di perguruan tinggi tersebut cakupannya lebih luas dan banyak dibandingkan dengan perguruan tinggi yang berbentuk institut, sekolah tinggi, akademi, dan sejenisnya. Masing-masing lembga tersebut menyediakan bahan pustaka atau koleksi buku yang sesuai dengan program studi yang dikembangkan dalam lembaga perguruan tinggi tersebut.
Dalam kerangka sistem pendidikan, perpustakaan yang mempunyai beberapa jenis nama tersebut di atas adalah sebgai bagian dari sumber belajar menjadi sangat penting untuk dipecahkan masalahnya. Sebagai pusat sumber belajar, kehadirannya sangat dibutuhkan, oleh perencana pendidikan, praktisi pendidikan dan semua pengguna hasil-hasil pendidikan. Dengan pentingnya peran dan fungsi perpustakaan dalam dunia pendidikan, paling tidak kehadiran perpustakaan perlu mendapat penanganan yang layak, mantap, teratur dan diupayakan agar dapat mencerminkan harapan penggunanya. Sebab perpustakaan pada hakekatnya merupakan ”jantung pendidikan”. Sebagai sebuah jantung dalam kehidupan, maka hidup matinya pendidikan dapat diukur fungsi tidaknya perpustakaan yang dikelolanya.

E. Tujuan Perpustakaan
Sebagai jantung dalam pendidikan, perpustakaan hakekatnya juga sebgai gambaran identitas sebuah tempat dan sarana untuk memacu semua aktifitas proses pembelajaran yang ada di sekolah, masyarakat dan juga pada keluarga. Perpustakaan sebagai pusat belajar mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain:
1. Menyediakan segala sesuatu yang berhubugan dengan kepentingan masyarakat dengan pelayanan antara lain: pemberian informasi baik mengenai prosedur penyimpanan dan pelayanan bahan pustaka.
2. Menjawab pertanyaan yang ada hubunga nya dengan pelayanan referensi.
3. Memelihara dan melestarikan waroisan budaya bangsa, antara lain berupa buku-buku langka dan naskah-naskah kuno atau lama.
4. Mengadakan antisipasi terhadap kebutuhan yang diorientasikan pada masa depan bangsa dengan jalan penambahan buku, persediaan buku-buku baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.(Maswan; 1985)


F. Peranan Perpustakaan
Selain tujuan di atas, perpustakaan juga berperan dalam dunia pendidikan, baik pendidikan informal, formal dan nonformal. Di antara peranan perpustakaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ikut menentukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berjalan, hal ini dapat dilihat dan diukur dari bahan pustaka yang ada.
2. Ikut membantu para pengembang ilmu dalam dunia pendidikan, lewat para pemikir dan peneliti yang menggunakan acuan teori-teori keilmuan yang ditulis di buku.
3. Ikut menbantu daya ingatan bagi para pengembang ilmu, karena buku sebagai dokumen tertulis dapat dibaca dan atau dikaji secara berulang-ulang.
4. Ikut membantu meringankan beban bagi orang-orang yang tidak mampu memiliki buku yang diperlukan, karena mahalnya sebuah buku, maka buku-buku referensi di perpustakaan sebagai alternatif yang efektif untuk dipinjam.
5. Ikut membantu mencri sumber referensi yang langka, karena buku-buku tersebut sudah tidak diterbikan lagi, atau buku-buku tersebut tidak dijual bebas, atau kerena terlampau mahal harganya, padahal buku tesebut sangat diperlukan untuk referensi dalam penelitian.
6. Ikut membantu memudahkan pendidik (guru/dosen) dalam mencari sumber bahan ajar dan juga memudahkan menyelesaikan tugas penulisan karya ilmiah, karena referensi mudah didapat dari perpustakaan.

G. Fungsi pepustakaan
Sedangkan dalam pelaksanaannya, perpustakaan sebagai tempat pengembangan ilmu dan penyebaran informasi sangat berarti bagi kehidupan orang-orang yang terpelajar. Untuk itu perpustakaan yang ditangani dengan landasan teori managemen yang baik mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1. Sebagai tempat untuk mengumpulkan dan pengelolaan bahan pustaka, baik buku, dan dokumen-dokumen penting baik dalam bentuk grafis, cetak, film dan kaset.
2. Sebagai pusat pengembangan informasi dan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku dan koleksi bahan pustaka lain bagi yang membaca.
3. Sebagai sumber informasi dan data-data dalam kajian ilmu, penelitian dan sumber belajar bagi para siswa dan mahasiswa.
4. Sebagai pusat belajar dan pengembangan minat baca bagi semua orang yang menginginkan kemajuan.
5. Sebagai tempat untuk melestarikan kebudayaan yang ditulis dalam bentuk buku dan dokumentasi sejarah.
6. Sebagai pusat penerangan yang diperoleh dari bahn tertulis yang dimuat di surat kabar, majalah, jurnal atau tabloit tentang perkembangan kejadian-kejadian yang ada di masyarakat.
7. Sebagai tempat hiburan bagi pembaca yang mempunyai kegemaran membaca cerita-cerita yang dikemas dalam buku fiksi seperti cerpen, novel, roman dan sejenisnya.
Secara unum fungsi perpustakaan dikelompokkan menjadi:
1. Fungsi Pengembangan Pendidikan
Perpustakaan sebagai fungsi edukatif digunakan sebagai pusat sumber pendidikan bagi anak sekolah. Di dalam di dunia pendidikan, perpustakaan sebagai sarana sumber belajar untuk referensi mata pelajaran yang dirumuskan dalam struktur program pelajaran. Sumber belajar yang berupa bahan pustaka berjenis buku atau dukumentasi lain dalam rangka untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan banyaknya bahan pustakan berupa buku, akan menumbuhkan minat baca para peserta didik.
Banyaknya buku yang dikelola dalam perpustakaan akan memudahkan mencari dan menggali berbagai pengetahuan sesuai dengan bidang ilmu yang diajarkan di sekolah. Fungsi perpustakaan dalam dunia pendidikan ibarat sebagai jantung. Jika perpustakaan diibaratkan sebagai jantung pendidikan tidak berfungsi, maka pendidikan akan mengalami kegagalan dalam hidupnya. Artinya keberadaan pendidikan tanpa ditunjang perpustakaan sama halnya pendidikan tidak akan mampu mewujudkan hasil yang maksimal.
2. Fungsi Penyebaran Informasi.
Adanya perpustakaan baik di dalam lembaga pendidikan maupun perpustakaan umum yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat, berfungsi sebgai pusat informasi segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Prinsip dasar didirikannya perpustkaan adalah untuk penyebaran informasi, baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, buletin, jurnal atau sumber-sumber informasi lain seperti berbentuk CD, kaset dan atau telekomunikasi berbentuk internet, TV dan lain-lain. Semua sarana bahan pustaka dan alat-alat tersebut sebagai sarana informasi dan keterangan yang dapat dimanfaatkan oleh murid sebagai tambahan informasi di luar proses belajar mengajar di luar kelas.
3. Fungsi Pusat Penelitian.
Perpustakaan merupakan tempat terkumpulnya bahan pustaka yang dapat dijadikan acuan untuk penggalian teori-teori keilmuan. Data-data yang dapat dikaji dalam pengembangan teori-teori baru dapat diperoleh dalam perpustakaan. Oleh sebab itu, stiap siswa atau mahasiswa, guru (dosen) atau siapa saja yang melakukan penulisan karya ilmiah dalam bentuk penelitian selalu menggunakan referensi sebagai dasar atau landasan teori. Untuk memperoleh data-data tersebut dilakukan dalam perpustakaan.
4. Fungsi Tempat Rekreasi
Yang dimaksudkan perpustkaan sebagai tempat rekreasi adalah bagi para pengguna perpustakaan, setelah membaca bahan referensi merasa terhibur, karena mereka dapat menemukan berbagai macam informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan pengetahuannya. Seseorang yang merasa terhibur setelah membaca buku-buku baik buku fiksi maupun non fiksi, ini merupakan sarana rekreasi bagi para pecinta ilmu dan orang senang kemajuan dalam bidang pengetahuan. Seseorang yang mempunyai minat baca tinggi, buku dan bahan-bahan bacaan adalah sarana hiburan yang sangat efektif dan menyenangkan.

H. Ciri-ciri Perpustakaan yang Baik
Perpustakaan sebagai sumber belajar yang diharapkan dapat menumbuhkan minat baca bagi pengguna, maka hendaklah dikelola secara baik. Ciri-ciri perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang mempunyai persyaratan sebagi berikut:
1. Mempunyai koleksi bahan pustakan yang cukup untuk memenuhi kebuthan pembaca, bik dalam bentuk buku-buku dengan berbagi klasifikasi disiplin ilmu, bahan media cetak dan media audio-visual.
2. Mempunyai tenaga pustakawan yang profesional dan jumlahnya memenuhi kebutuhan pelayanan pembaca.
3. Mempunyai sarana gedung yang memuat beberapa ruang, ruang baca yang dilengkapi dengan meja dan kursi baca yang representatif, ruang rak atau almari untuk menempatkan bahan pustaka berbentuk buku, majalah, surat kabar dan dokumen lain yang tersususn secar sitematis, ruang pelayanan peminjaman dan lain-lain. Kelengkapan sarana dan prasarna yang memadahi memuat beberapa jenis, antara lain:
a. Rak buku,
b. Rak majalah.
c. Rak surat kabar.
d. Rak atlas
e. Tempat penititan tas.
f. Almari katalog.
g. Almari arsip.
h. Loket peminjaman dan pengembalian.
4. Mempunyai aturan dan mekanisme pengelolaan yang baik. Artinya segala aturan ditulis dalam sebuah pedoman perpustakaan, baik tata cara peminjaman dan pengembalian buku, sanksi pelanggaran dalam peminjaman dan penggunaaan bahan pustaka lainnya.
5. Mempunyai ketentuan ruang waktu yang cukup lama. Perpustakaan yang sudah maju dibuka sampai malam dalam melayani pembacanya.
6. Mempunyai fasilitas yang digunakan untuk membaca yang tenang dan menumbuhkan rasa senang bagi setiap pengunjung.
7. Mempunyai komitmen untuk memberi kemudahan dalam setiap kebutuhan dan ada kemudahan dalam setiap pelayanan.

I. Permasalahan yang Dihadapi Perpustakaan.
Secara umum perpustakaan di Indonesia keberadaannya belum dapat mencerminkan peradaban bangsa yang tinggi. Diakui atau tidak hampir setiap perpustakaan yang didirikan oleh sebuah lembaga baik pemerintah yang berbentuk perpustakaan umum, perpustakaan khusus yang didirikan oleh instansi dan atau perpustakaan yang dikelola oleh lembaga pendidikan, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta mengalami permasalahan yang sama. Peran dan fungsi perpustakaan belum dapat dirasakan oleh pengguna atau pembacanya. Hal ini dapat kita amati dari beberapa faktor penyebabnya, antara lain:
1. Bahan pustaka atau bahan koleksinya sangat terbatas.
Idealnya buku-buku atau bahan koleksi di perpustakaan adalah buku yang mampu mencukupi semua kebutuhan pembacanya. Jika bahan pustaka yang dibutuhkan tidak tersedia di perpustakaan, maka akan mengganggu dan menghambat proses minat baca dan sekaligus menghambat pengembangan ilmu pengetahuan. Terbatasnya buku-buku yang dibutuhkan, karena di antara kita tidak banyak yang menjadi penulis buku. Atau karena lembaga tersebut tidak mampu membeli buku karena sangat mahalnya harga buku.
2. Rendahnya minat membaca bagi para guru, siswa dan juga masyarakat secara umum.
Rendahnya minat baca, mengakibatkan perpustakaan tidak menjadi suatu tempat yang menarik untuk dikunjungi. Faktor lemahnya minat baca dapat terjadi karena buku-buku yang dikoleksi di perpustakaan tersebut tidak menarik untuk dibaca, atau karena buku-buku yang tersedia tidak mencukupi atau bahkan tidak tersedia.
3. Tenaga pengelola perpustakaan tidak prodesional
Sering terjadi untuk mendapatkan sebuah buku di perpustakan seseorang mengalami kesulitan, namun dari petugas pelayanan perpustakaan tersebut tidak berusaha membantu. Bahkan terkadang memarahi jika pengunjung yang membutuhkan buku-buku tersebut bertanya dan atau mencari dengan membongkar buku-buku yang tertata rapi di rak-rak buku yang berubah posisinya.
4. Tidak adanya tempat untuk membaca yang tenang dan nyaman.
Perpustakaan yang dikunjungi oleh banyak orang, perlu ada pengaturan tempat untuk membaca secra khusus, sehingga tidak terganggu oleh orang lain yang lalu lalang orang yang baru mencari buku-buku di rak.
5. Terbatasnya waktu untuk membaca buku di ruang perpustakaan.
Masalah waktu, ini memang perlu perhatian dan pengnturan serius bagi perpustakaan sekolah di tingkat SD, SLTP dan SLTA. Biasanya waktu yang tersedia hanya pada saat istirahat dan jika ada jam-jam kosong bagi guru-guru yang tidak hadir mengajar di kelas. Jelas penggunaan waktu seperti ini tidak akan mungkin akan dapat membaca dengan baik. Idealnya, perpustakaan dibuka dari pagi sampai malam, dengan menambah jumlah tenaga.
6. Kurang mendapat penanganan serius dari pengelola perpustakaan
Pada umumnya, keberadaan perpustakaan hanya sebagai papan nama, adanya perpustakaan seolah-olah tidak ada, karena kebanyakan tidak pernah mendapat pemikiran serius, baik penanganan mengenanai sarana prasarana, bahan koleksinya maupun pelayanannya.
Inilah permasalahan perpustakaan yang di alami oleh dunia pendidikan kita. Mampukah kita mewujudkan perpustakaan yang ideal, demi terselenggarakannya pendidikan nasional dan terwujudnya percerdasan bangsa lewat dunia pendidikan? Selama tidak ada upaya pemikiran ke arah pembinaan dan pengembangan perpustakaan, maka kita yakin dunia pendidikan sangat sulit untuk dipacu pada arah keberhasilannya.
Solusi yang perlu dipikirkan, adalah departemen Pendidikan Nasional, lewat perguruan tinggi yang mengelola Lembaga Pendidikn Tenaga Kependidikan (LPTK), secara khusus membuka program studi Menejemen Perpustakaan. Kualifikasi lulusan program ini ditempatkan di setiap sekolah yang langsung menangani perpustakaan secara profesional.
Dan dalam mengantisipasi langkanya tulisan bebrbentuk buku referensi, setiap perguruan tinggi mempunyai kewajikan untuk membentuk tim penulisan buku yang dilembagagakan, yang beranggotakan para pakar dan ahli yang mempunyai ketrampilan menulis. ***************

Maswan, Dosen, Penbantu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara

IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


PENGARUH USAHA TERHADAP KREATIFITAS

Oleh: Maswan

Sebagian orang merasa lebih mudah bekerja dengan menggunakan fisik, dan sebagian orang lagi lebih merasa mampu bekerja secara mental. Paradoksal ini dapat membantu menjelaskan, mengapa begitu banyak orang merasa kurang kreatif dibandingkan dengan orang lain.
Kita dapat dengan mudah mengembangkan pikira kita dengan cara yang tidak kreatif, seperti mengucapkan do’a pada Tuhan, baik dengan suara keras maupun lirih. Kita dapat melakukan hal ini dengan berdiam diri, bahkan dapat sambil berdiri di tempat ramai di kota besar,meskipun terdapat banyak kegaduhan atau gangguan di sekitar kita. Kita dapat dengan leluasa mengembarakan pikiran setiap saat, tanpa dipengaruhi di tempat mana kita berada. Begitu juga, tanpa usaha yang sungguh-sungguh, kita dapat menggerakkan imajinasi. Dan tugas yang paling berat di dunia ini adalah berpikir kreatif.
Hanya sedikit yang masih percaya bahwa kejeniusan meluncurkan ide-ide, tanpa melalui usaha. Orang yang jenius sendiri justru mengatakan sebaliknya. Bahkan sering terlontar perkataan, kejeniusan tidak berarti apa-apa, apabila tanpa disertai dengan kerja keras. Ide tidak dapat muncul begitu saja pada orang.
Industri istrik merupakan suatu monumen bagi keberhasilan imajinasi manusia, dan General Electric Company telah banyak memiliki orang-orang yang jenius. Jika kita perhatikan lebih jauh kepercayaan mereka, maka kita akan setuju dengan ucapan Charles E. Wilson, ketika ia menjabat sebagai direktur Genera Electric:
”Tidak akan ada kereta emas yang membawa kita kesana”.
Pernyataan itu memang benar, bahkan juga dalam bidang seni. Sebagian besar penulis mengakui hal itu sebagai, ”irama kreatifitas” yakni naik turunnya kekuatan imajinasi manusia untuk menghasilkan ide yang diharapkan. Karena setiap bakat manusia dari hari ke hari adalah tetap, maka putaran tersebut semata-mata merupakan putaran energi, yang merupakan suatu fakta dan dapat membantu membuktikan betapa besarnya tingkat ketergantungan produktifitas-kreatifitas kita pada usaha yang dilakukan secara sadar.
Hanya relatif kecil orang yang dengan cermat mencoba untuk berpikir, dan kebanyakan tidak pernah memperturutkan hatinya untuk merenungkan pikirannya.
Battista Grassi membagi umat manusia menjadi tiga golongan, 1) Orang-orang yang menggunakan pikirannya, 2) Orang-orang yang berpura-pura menggunakan pikirannya, dan 3) Orang-orang yang tidak melakukan keduanya. ”kalau kita telah termasuk kelompok pertama, maka kita mungkin akan gagal mengumpulkan energi guna melakukan sesuatu yang harus kita lakukan untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik”.
Konsentrasi sebagai Kunci Kreatifitas
Dalam istilah konsentrasi dengan seluruh tenaga disebut aufgabe. Untuk membantu meyakinkan tipe perhatian ini, kadang-kadang kita dapat melakukan dengan cara mengintensifkan perhatian. Kita. maksud, akan laebih kuat apabila didasari oleh tujuan. Misalnya untuk mendapatkan sesuatu, maka kit perlu merumuskan tujuan yang jelas dan konkrit, dan perlu didukung bekerja keras. Begitu juga kita harus dapat mengintensifkan maksud dengan membuat langkah awal yang nyata. Dengan dmikian, akan dapat membangkitkan minat yang cepat merangsang imajinasi, dan dari sinilah, memungkinkan seseorang dapat memusatkan diri memperoleh kekuatan mental untuk memecahkan masalah. Misalnya seorang penulis dapat mengintensifkan miatnya dengan menuliskan berbagai judul untuk suatu tulisan yang dimaksudkan.
Self-priming atau memberi instruksi pada diri sendiri, tidak begitu diperhatikan atau diperlukan oleh kita yang hanya terlibat dalam tugas-tugas yang menarik minatnya, dan dapat ditunggalakan bila tidak berminat lagi. Tetapi peneliti bidang industri, ilustrator, pemasang iklan dan para pekerja dalam bidang komersial lainnya, seringkali diserahi tugas yang hampir membosankan. Oleh karena itu, mereka harus memaksakan diri dengan maksud yang mantap untuk memulai mencipta atau bekerja. Entah dihasilkan oleh dirinya sendiri atau tidak, minat yang kuat sepenuhnya diperlukan untuk memerintahkan pelayanan inajinasi.
Renungan dengan masksud tertentu sringkali menjadi produktif. Tetapi, waktu yang pendek itu cenderung disalah artikan oleh orang-orang disekitar kita. Sebagai ilustrasi ada salah seorang isteri pengacara, mengkritik suamiya karena kerjanya hanya duduk dan berpikir saja setiap malam. Setelah ia berhasil memecahkan kasusnya yang paling menguntungkan, ia dengan lembut menasehati isterinya: ”say harap kamu sekarang mengerti, bahwa saya duduk disini setipa malam, dan tampak seperti melamun, sebenarnya benar-benar sedang mengerjakan pekerjaan yang paling berat dan menguntungkan. Saya berhasil menemukan strategi baru”.
Untuk melakukan konsentrasi sambil berimajinasi tidaklah mudah. Kadang-kadang, kita pernah mencoba mengamati sebuah benda yang kebetulan menyentuh dipikiran kita, namun sesaat benda tersebut kita tinggalkan untuk melakukan sesuatu yang lain. Pada saat yang lain, kita mencoba mengingat kembali benda tersebut. Melalui proses yang berliku-liku, berpikir berputar-putar untuk menemukannya, dn akhirnya kit peroleh. Dengan demikian, kita percaya bahwa latihan berimajinasi harus mencakup pula latihan-latihan berkonsentrasi.
Arnold Bernet yakin benar, akan hubungan antara pikiran dan tindakan, dan ia percaya akan peranan tindakan yang terus menerus terhadap keberhasilan kerja pikiran. Katanya, ”Ketika Anda meniggalkan rumah, konsentrasikan pikiran pada satu hal, dan jangan peduli dari mana harus memulainya. Anda jangan meneruskan langkah sebelum pikiran terlepas dari apa yang dipikirkan, dan Anda telah berhasil menyimpan dalam pikiran, sekali Anda kaitkan dengan pengalaman. Setelah itu, kembalilah pada suasana semula”.
Jika kita berkonsentrasi dengan cukup kuat dan terus menerus, maka persoalan yang ada dapat dipikirkan baik-baik tanpa menghiraukan gngguan ide.
Rasa kurag yakin, seringkali dapat menimbulkan usaha dari dalam. Dr. Sidney Parners, menunjukkan hal ini dalam caranya memecahkan masalah-masalah yng dihadapi secara kreatif, dengan menanyakan pada siswanya, apakah mereka dapat mengenali dan menyebutkan sepuluh bangsa burung. Kebanyakan dari siswa yang ditanya, menjawab ”tidak dapat”. Kemudian siswanya ditanya lagi dengan cara yang berbeda, siapa yang dapat mengenali dua belas bangsa burung berikut ini : kenari, kalkun, burung hantu, merpati, burung gereja, murai, manyar, rajawali, gelatik, itik, ayam dan garuda.
”Hal-hal di atas”, kata Dr. Sidney, ”mungkin lebih banyak yang Anda ketahui segalanya, dari pada yang Anda pikirkan”. Tetapi bagi Anda lebih mudah menjawab ”tidak” atas suatu pertanyaan, dari pada mencoba untuk memikirkan jawabannya. Demikian halnya dengan Anda, mungkin Anda memilki bekal bakat kreatif yang lebih banyak dari pada yang Anda gunakan. Dalam hal ini, yang Anda perlukan adalah usaha keras untuk memanfaatkan segala potensi secara optimal”.


Maswan, dosen, Pembatu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Kontak person : 081325702426, Email. Maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang.
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara





IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara




ORANG MISKIN, JANGAN KULIAH

Oleh: Maswan

Di negeri kita ini, ada jurang pemisah dan deskriminasi kehidupan antara orang miskin dan orang kaya. Dalam kesempatan memperoleh pendidikan yang layak pun, orang miskin tidak pernah mendapat jatah porsi yang cukup. Mahalnya biaya pendidikan, lebih-lebih di perguruan tinggi, membuat sekat tabir dan tirai bagi orang miskin. Walaupun mereka cerdas tetaplah berhenti setelah tamat SLTA, lantaran status kemiskinannya. Sampai hari ini, hanya orang-orang kaya saja yang mampu menikmati indahnya sebuah perguruan tinggi, sementara orang miskin hanya menjadi penonton dari luar kampus yang dibangun megah-megah. Lantas yang menjadi pertanyaan, sampai kapan keadaan ini terus berjalan?
Yang mampu merubah keadaan ini, hanyalah orang-orang miskin yang mempunyai kekuatan jiwa besar dan bertekat berwiraswata. Bekerja sambil kuliah atau kuliah sambil bekerja. Hanya cara ini orang miskin, jika mau mengangkat harkat kehidupannya. Lingkaran setan kemiskinan harus dipotong talinya. Jngan sampai berkepanjangan, dinasti miskin terus selalu melahirkan keturunan miskin, bodoh dan terbelakang.

Bangun Imajinasi dan Kreatifitas
Jauh sebelum ujian bagi siswa SLTA, sangat perlu untuk nengolah imajinasi untuk mengambarkan kehidupan setelah lulus nanti. Bayangan kehidupan yang belum dijalani perlu dipetakan atau didesain dalam sebuah memori otak. Setidak-tidaknya sebagai kerangka pikir untuk mendesain nasib yang bakal dijalani untuk menapak ke depan, dan seolah-olah seperti kenyataan, akan jadi apa kita nanti. Hal ini sah-sah saja, karena kerja imajinasi memang membayangkan apa yang belum dilakukan dan ini nanti akan memudahkan proses perjalanan hidup yang sebenarnya. Walaupun kenyataan akhirnya Tuhanlah yang menentukan nasib manusia.
Olah imajinasi adalah pekerjaan orang cerdas untuk mendesain konsep cipta. Skenario kehidupan yang akan datang dipola lewat ide kreatif-imajinatif. Pekerjaan mengimajinasi juga membutuhkan latihan. Latihan mengolah imajinansi ini biasanya yang membimbing cita-cita seseorang. Untuk perwujudannya, ya harus dijalani secara riil di lapangan, apakah sesuai atau tidak jika sudah ada pembuktian. Kalau dalam kajian ilmiah kerja imajinasi adalah semacam rumusan hipotesa (rumusan kesimpulan sementara) dalam penelitian dan ditulis dalam proposal kegiatan. Terjawab atau tidaknya rumusan hipotesa tersebut haruslah dibuktikan.
Coba Anda berlatih untuk berpikir imajinatif. Anggap saja, Anda saat ini berada di teras rumah, duduk di kursi yang sudah agak rusak, di samping kursi ada meja yang sudah agak reot dan kotor. Adik-adikmu bermain pasar-pasaran (jw-red) dengan temannya. Mereka ada yang berperan menjadi penjual dan ada yang menjadi pembeli, degan riangnya mereka seolah-olah tidak ada beban dalam permainan tersebut. Saat yang bersaman, pikiran, perasaan dan percikan ide kreatif Anda terbawa pergi oleh imajinasi, melayang ke kota Yogyakarta misalnya. Anda saat ini sudah berjalan-jalan di trotoar MALIOBORO Yogyakarta, melihat warna warni kehidupan, Padagang Kaki Lima (PKL) dengan beraneka ragam jenis benda yang dijajakan. Pada sisi lain Anda melihat orang yang lalu lalang berjalan kaki menyusuri lorong-lorong trotoar yang sudah sesak penuh barang dagangan. Anda terheran-heran, orang dari berbagai suku di Indonesia ada, hitam - putih warna kulit mereka ada di Yogyakarta. Bahkan tidak hanya bangsa Anda sendiri yang Anda lihat, bule-bule asing dari manca negara juga banyak berjalan kaki di trotoar Malioboro tersebut. Anda pasti bertanya, untuk apa mereka ke Yogya? Anda bertanya untuk apa mereka? Ini pertanda pertanyaan bagus untuk dicari jawabannya. Ya, mereka rata-rata orang terpelajar. Mahasiswa.
Ayunan langkah kaki Anda terus menyusuri tepi totoar, Anda berhenti melihat penjual aksesoris yang dikerumuni banyak pembeli. Anda tidak tertarik, berkata dalam hati “masak benda-benda seperti itu dibeli, untuk apa?” Dan dalam perjalanan sepanjang trotoar Malioboro, Anda sudah mencatat sekian ratus bahkan ribuan jenis barang yang dijajakan. Terlalu banyak untuk disebut, pokoknya segala kebutuhan hidup manusia ada di Malioboro.
Saat ini Anda sudah keluar dari Malioboro berjalan menuju ke Kampus-kampus perguruan tinggi di Yogyakarta, baik yang negeri maupun swasta. Saat ini Anda berjalan masuk kampus Universitas Gajah Mada (UGM) Anda berada di komplek lingkungan kampus, banyak lalu lalang mahasiswa, mobil-mobil mewah milik mahasiswa dari anak orang kaya berparkir rapi, sementara ada juga mahasiswa yang miskin berjalan kaki. Kaki Anda masih terus melangkah menyusuri lorong-lorong kampus, Anda terhenti, membaca pengumunan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB), sederet fakultas dan program studi anda cermati. “Seandainya saya jadi mahasiswa, alangkah senangnya” hati Anda berguman sendiri.
Setelah keluar dari kampus UGM, Anda terus berjalan menyusuri kota Yogya yang terkenal dengan kota Pelajar dan kota Gudeg itu, sehari penuh. Dari kampus satu ke kampus lainya, dari UGM, ke UNJ, UIN. UII dan sederet nama perguruan tinggi swasta di Yogya Anda kunjungi. Anda akhirnya lelah berjalan, Anda istirahat berhenti, sangat haus karena putar-putar keliling Yogja. Anda membeli minuman es dawet (cendol). Tanpa sadar Anda minum es dawet habis 2 gelas. “Berapa Pak?” sambil mengambil uang dari saku. “Tiga ribu, Dik”, jawab penjual dawet. Anda merasa heran, satu gelas berarti seribu lima ratus. “Wah, lumayan untungnya, penjual dawet ini”. guman Anda dalam hati.
Waktu berjalan, tahu-tahu suasana menjadi malam. Anda berjalan menyusuri sudut-sudut kota. Banyak penjual warung makan lesehan, dengan berbagai macam jenis makanan. Termasuk trotoar Malioboro yang siang tadi ramai dengan berbagai macam barang, malam hari berubah warung makan lesehan. Pengamen jalanan pun sudah mulai beraksi menyanyikan lagu Yogyakarta-nya Kla Projec, yang lagukan oleh Katon Bagaskara. Anda juga sempat berjalan ke depan alun-alun utara Keraton Yogja. Penjual jagung bakar, teh poci dan kopi pun ada di sekitar keraton. Setelah lengkap Anda menyusuri kota Yogya, anda lelah, terus pulang.
Anda tersentak kaget, ternyata Anda masih berada di teras rumah dan masih duduk di kursi, yang sejak tadi Anda duduki.
Tulisan di atas hanyalah gambaran imajinasi seseorang. Betapa cepat perginya daya imajinasi untuk melukiskan keadaan kota yang jauh dari tempat tinggal, di mana kita berada. Dengan imajinasi yang kreatif, akan membuka tabir kenyataan hidup jika kita mempu merumuskan dalam sebuah konsep riil untuk kita jalani.

Merealisasi Hasil Kerja Imajinasi
Jika Anda, anak MA/SMA/SMK kelas XII dalam katerogi miskin yang sudah menjelajahi kota dengan didasarkan dari imajinasi di atas, maka Anda dapat direalisasikan bentuk klimat-kalimat berikut:
1. Setelah tamat sekolah, saya akan kuliah di kota Yogyakarta.
2. Saya akan mengambil fakultas Bahasa dan Sastra, program studi Bahasa Jawa
3. Saya kuliah nanti sambil bekerja, membuka warung kecil jualan minuman dan nasi bungkus dan goreng-gorengan pada malam hari atau jualan es dawet..
4. Saya ke Yogya akan minta bantuan teman saya yang sudah kuliah di sana.
5. Saya akan mengajak teman-teman yang miskin seperti saya ini.
6. Saya bertekad kuat, minta restu orang tua dan dukungan guru-guru saya.
7. Saya harus menjadi sarjana yang akan membuka lapangan pekerjaan.
8. Saya akan membangun kehidupan saya dengan ilmu dan landasasan jiwa wiraswasta.
9. Dan sederet rumusan rancangan hidup yang akan dijalani di kota Yogyakarta.
Konsep hidup yang masih dalam bayangan angan-angan ini, akan dapat diwujudkan manakala didorong oleh pemikiran kuat dan kemauan keras. Tanpa ada tekat, dan berani melangkah untuk memulai, maka bayangan dari hasil imajinasi tersebut hanyalah lamunan belaka. Hal semacam ini kita sering gagal dalam perencanaan masa depan yang sesungguhnya. Gagal sebelum berbuat, adalah pekerjaan orang penakut dan berjiwa kerdil.
Ilustrsi imajinasi di atas hanyalah sekedar contoh menggambarkan kota Yogyakarta, kota-kota lain di Indonesia yang ada Perguruan Tinggi pun, sebagai tempat kuliah dan bekerja, dapat juga dikonsep dalam imajinasi, seperti kota Malang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya dan Jakarta dan lain-lain. Kalau sudah tahu situasi dan kondisi serta memahami sudut-sudut kota yang ada perguruan tingginya, jika berminat betul untuk kuliah sambil bekerja, maka usaha dan pekerjaan apa pun yang paling mempunyai peluang untuk menghasilkan uang haruslah dirumuskan mulai sekarang.
Niatan yang kuat untuk mandiri, disampaikan kepada orang tua Anda dengan meminta doa restu dan sedikit bekal untuk hidup sementara di kota sebelum mendapatkan pekerjaan. Yakin seyakinnya, jika keinginan Anda yang tulus disampaikan kepada orang tua, maka orang tua pun akan merestui dan mendukung sepenuhnya. Karena anaknya mempunyai nyali dan tekat kuat untuk hidup berdikari, yang pantas untuk diberi semangat. Jika sangat tidak mungkin, orang tua Anda untuk memberi bekal awal, jangan segan-segan dan malu-nalu untuk menyampaikan kepada kepala sekolah, guru atau pengurus Yayasan pendidikan (bagi sekolah swasta). Mengenai niatan yang kuat Anda untuk kuliah sambil bekerja, sampaikan dengan alasan yang kuat. Hal ini konsep terobosan untuk memulai mengangkat kehidupan Anda dari kemiskinan dan kebodohan.
Carilah peluang untuk meraih sukses, dalam rumusan rencana yang jelas. Gunakan daya kreasi berpikir dengan pendekatan kepada orang-orang yang dirasa dapat membantu dan mendukung. Dengan cara berkonsultasi, minta petunjuk dan bimbingan serta arahan untuk mewujudkan cita-cita tersebut, tidak akan menurunkan martabat Anda sebagai orang muda yang berjiwa maju. Mintalah petunjuk kepada orang-orang ahli dalam bidang wiraswasta, tunjukkan kemampuan, bakat dan ketrampilan Anda untuk mendapat jalan yang terbaik, jika akan melangkah seperti ini dan itu.
Peluang usaha dan pekerjaan di kota, sangat banyak dan bervariasi modelnya. Dan orang yang melakukan pekerjaan pun sangat beraneka ragam. Kita dapat mengambil peluang bidang apa yang akan kita pilih dalam usaha. Dalam manajemen pemasaran produk seorang pedagang harus cerdas melakukan pilihan, dengan meneliti kebutuhan komunitas pembeli. Barang dan jasa apa yang paling banyak dibutuhkan masyarakat pembeli atau pengguna jasa tersebut, harus kita tetapkan. Dalam konsep ini, kita berperan sebagai manajer dalam menentukan pola usaha atau bekerja, melihat keberagaman komunitas orang dan kebutuhan barang dan jasa yang dibutuhkan, justru lebih mudah menentukan pilihan. Sebgai petunjuk melangkah, Gary Dessler (2003) dalam Paramita Rahayu (alih bahasa); Manajenen Sumber Daya Manusia, jika kita berperan sebagai manajer, maka harus memiliki:
1. Kemampuan kepemimpinan yang kuat.
2. Kemampuan menilai situasi
3. Kemampuan memberikan pendidikan dan latihan
4. Kemampuan merubah budaya dan pola hidup.
5. Kemampuan melakukan penialaian program.
Anggap Anda adalah sebagai pemimpin perusahaan kecil dalam memanej diri sendiri dan orang-orang yang langsung berhubungan dengan usaha yang Anda lakukan. Dengan bekal sikap kepemimpinan di atas, justru yang terepenting adalah sikap mental untuk tidak takut dan malu melakukan sebuah usaha atau pekerjaan. Buanglah gengsi dan status kehidupan, jika kita diejek sebgai mahasiswa miskin. Tepislah ejekan itu, dengan pedoman kalimat, ”anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Penghambat yang paling berat adalah kita malu dan merasa rendah diri, kalau martabat kemiskinan kita dilecehkan. Terimalah kenyataan hidup ini, biar orang lain menganggap dan memberi predikat mahasiswa miskin untuk Anda. Ini merupakan ujian, jika Anda kuat maka Anda akan lulus, dan akan sukses dikemudian hari. Tidak percaya, buktikan! Jika Anda tidak dapat memumbuhkan jiwa wiraswasta, jangan bermimpi untuk dapat kuliah. Karena yang dapat kuliah, hanyalah orang-orang yang mempunyai beaya. Orang miskin, seolah-olah tidak boleh kuliah. Kuliah sambil bekerja adalah alternatif yang paling sesuai bagi orang miskin.
Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, jika lulus menjadi sarjana merupakan suatu kenikmatan dan kebanggaan tersendiri. Anda terbiasa dan sudah duluan mempunyai sikap mental pejuang, matang dulu sebelum dipetik. Sementara sarjana yang bergantung sepenuhnya dari orang tuanya, akan tetap menjadi masalah bagi orang tuanya, lingkungan, jika tidak mempunyai kemandirian hidup.

Maswan, dosen, Pembatu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang.
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara




IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


MEMBACA ITU MODAL PENULIS

Oleh: Maswan

Membaca adalah aktivitas indra penglihatan manusia untuk menangkap objek atau kejadian yang ada di sekitar lingkungannya. Seorang penulis jika menginginkan tulisannya berbobot dan berisi gagasan segar, maka penulis tersebut harus banyak membaca. Membaca merupakan sumber ilmu pengetahuan. Dengan membaca manusia akan banyak pengalaman dan menemukan banyak pemikiran. Dalam hal ini, membaca adalah upaya untuk menangkap segala macam objek atau pesan-pesan yang akan menambah hasanah pemikiran yang diperoleh dari sang penulis. Jika yang dibaca itu bentuk naskah tulisan, maka akan menemukan sederet teori-teori yang dihasilkan dari hasil penelitian. Dan jika yang dibaca itu berupa objek peristiwa alam yang terjadi di lingkungan, maka akan ditemukan nilai-nilai pelajaran berharga untuk dikaji dan dijadikan pertimbangan berpikir. Konsep membaca bukan hanya membaca tulisan buku, surat kabar, majalah atau apa saja yang berbetuk tulisan berupa kata dan kalimat, tetapi juga membaca itu berarti mengamati, atau menangkap signal-signal peristiwa dengan pikiran, perasaan dan hatinurani.

Seorang Penulis, Haruslah Seorang Pembaca
Karena membca merupakan sumber pengetahuan, maka perintah membaca bagi setiap orang sangat diajurkan. Dengan banyak membaca manusia akan mampu menguasai sejumlah ilmu pengetahuan, yang dapat dijadikan pijakan dalam kehidupannya. Orang-orang yang cerdas di belahan bumi ini dan akhirnya menjadi terkenal, karena mereka mampu membaca teks dan membaca keadaan alam sekitarnya. Aktivitas membaca sama halnya mengolah pikiran. Setiap objek pesan dan perinstiwa tertangkap lewat indranya, selalu ditangkap oleh memori otak (pikiran). Hanya orang-orang yang mempunyai pikiran cerdas saja yang mampu membaca. Sementara orang-orang bodoh, rata-rata kemampuan membacanya rendah, sehingga mereka yang bodoh tidak pernah memperoleh ilmu pengetahuan, dan jarang yang dapat menguasai dunia. Orang-orang yang malas membaca, posisi kehidupannya berada pada lapis pinggir dan berada pada akar rumput yang terinjak-injak terus.
Dunia tulis menulis sangat erat kaitannya dengan aktivitas membaca. Aktivitas menulis dan membaca merupakan suatu kegiatan timbal balik, terjadi hukum
kausalitas. Hasil tulisan sang penulis, akan dibaca oleh pembaca. Pembaca-pembaca ulung akan menuliskan kembali dalam tesa-tesa baru dalam bentuk tulisan, dan
tulisan tersebut dibaca lagi oleh pembaca-pembaca lain, begitu seterusnya. Oleh karena itu, seorang penulis haruslah seorang pembaca. Ini merupakan syarat mutlak untuk menajdi seorang penulis.
Sebagai seorang guru, yang mulai berminat dan menginginkan menekuni profesi menulis, secara materi keilmuan sebenarnya sudah mempunyai modal. Karena membaca materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didiknya sudah menjadi kegiatan rutin. Membaca tulisan dalam bentuk buku teks, merupakan salah satu dari sekian aktivitas membaca. Guru, memang seharusnya mampu membaca teks tulisan kalimat, kata dan huruf, namun selain itu juga sangat penting untuk mampu membaca pemahaman alam sekitarnya. Bagi pembaca yang baik, setiap saat sering mempertanyakan, misalnya pertanyaan-pertanyaan seperti ini; Peristiwa apa yang terjadi pada saat ini? Mengapa itu dapat terjadi? Peristiwa yang muncul tersebut akan berakibat apa?, Kalau keadaan begini terus akan terjadi gangguan apa? Bagaimana untuk mengatasi keadaan tersebut sehingga tidak berkepanjangan? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya selalu bermunculan. Tentang sikap pemahaman membaca seperti ini, guru-guru di Indonesia masih kurang cerdas dalam membaca keadaan yang terjadi.
Membaca teks bacaan bentuk materi ajar saja merupakan kegiatan rutin, yang dibaca pun hanyalah seputar meteri bidang studinya, sementara membaca materi pelajaran lain hampir-hampir tidak pernah dilakukan. Hal ini juga merupakan kelemahan kita sebgai guru. Agaknya memang dapat disadari betul, karena aktifitas membaca membutuhkan konsentrasi penuh dan diperlukan daya pikir, semangat yang kuat. Sementara kita sebagai guru banyak disibukkan oleh pekerjaan sampingan bentuk-bentuk kegiatan sosial yang sangat melelahkan. Sehingga berakibat, membaca hampir hampir tidak pernah ada waktu, apalagi sampai menulis gagasan atau ide-ide baru dalam bidang pekerjaannya, malah tidak pernah tersentuh.

Upaya Merubah Pola Hidup
Lantas, kalau sudah demikian ini, apakah kita tidak mempunyai keinginan untuk merubah pola hidup yang kreatif? Apakah kita, walaupun banyak pekerjaan sampingan tidak berkeinginan menjadi penulis? Setidak-tidaknya menulis materi ajar dikembangkan menjadi diktat. Diktat dikembangkan lagi menjadi buku pelajaran. Sebenarnya belum terlambat untuk memulai menulis.
Awal mula, membiasakan membaca pemahaman materi yang kita tekuni, dengan mencari inti makna bacaan, kemudian ditulis dalam sebuah kertas inti bacaan tersebut. Inti-inti bacaan dari masing-masing bab atau pembahasan, mencoba untuk dikembangkan dengan bahasa sendiri dengan memperhatikan strukur kalimat yang dapat dipahami orang lain.
Membaca tulisan, bagi seorang guru sebenarnya juga merupakan pekerjaan sulit. Hal ini sering terdengar keluhan bahwa setiap selesai membaca tulisan, tidak langsung dapat memahami isi bacaannya. Karena merupakan pekerjaan sulit, maka membaca pemahaman terus diberikan kepada peserta didik di sekolah. Hariyadi, dalam bacaan (2006:75) membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata-mata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Selanjutnya, dia menyebutkan bahwa membaca merupakan interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung, namun bersifat komunikatif. Komunikasi antara pembaca dan penulis akan makin baik, jika pembaca mempunyai kemampuan yang lebih baik. Pembaca hanya dapat berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh pengarang sebgai media untuk menyampaikan gagasan, perasaan dan pengalamannya. Dengan demikian, pembaca harus mampu menyusun pengertian-pengertian yang tertuang dalam kalimat-kalimat yang disajikan oleh pengarang sesuai dengan konsep yang terdapat pada diri penbaca. ***********

Maswan, dosen, Pembantu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara




IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


KONSEP DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Oleh: Maswan

A. Pengertian Teknologi Pendidikan
Teknologi. Menururt beberapa pendapat, bahwa teknologi dipahami hanyalah menyangkut soal permesinan, dan dalam kasus teknologi pendidikan, berarti permesinan yang digunkan dalam pendidikan. Penganut pandangan ini mendifinisikan teknologi instruksional sebgai “media yang lahir akibat revolusi komunikasi” dan melihat pada “komponen-komponen (mesin) yang membentuk teknologi instruksional” (Definisi Teknologi Pendidikan, Seri pustaka Teknologi Pendidikan: 1986).
Pandangan teknologi seperti ini tidaklah lengkap. Mesin-mesin yang disebut di atas hanyalah sekedar simbol teknologi instruksional. Teknologi merupakn konsep yang jauh lebih luas. Teknologi bukanlah sekedar mesin dan orang. Teknologi merupakan perpaduan yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, ide, prosedur dan pengelolaan.
Teknologi pendidikan memperluas bidang-bidang pengembangan teoritik, riset dan implementasinya dalam bidang pendidikan Jika diterapkan dalam dunia pendidikan, teknologi merupakan proses yang kompleks lagi terpadu untuk menganalisis masalah mencari jalan pemecahannya, mengimplementasikan, mengelola dan mengontrol serta mengevaluasi pemecahan terhadap masalah-masalah pemdidikan.
Dalam teknologi pendidikan pemecahan masalah itu tampak dalam bentuk semua sumber belajar yang didesain atau dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Sumber-sumber ini meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik. Dan latar (setting). Sumber belajar untuk teknologi pendidikan yaitu semua sumber yang meliputi data, orang dan barang yang mungkin digunakan oleh si (orang) yang belajar, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam bentuk kelompok, biasanya dalam situasi informal untuk memberikan kemudahan belajar.
Ada dua jenis sumber belajar;
1. Sumber yang didesain yaitu sumber-sumber yang secara khusus dikembangkan sebgai komponen sistem intrukssional yang diharapkan dapat membantu kemudahan kegitan belajar yang bersifat formal dan mempunyai tujuan tertentu.
2. Sumber yang dimanfaatkan yaitu sumber-sumber yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran, namun dapat ditemukan, diperoleh dan digunakan untuk keperluan belajar.
Penerapan Teknologi di lermbaga pendidikan merupakan jawaban persoalan yang sekarang ini dialami oleh dunia pendidikan kita. Sebagai salah satu bagian dari sistem yang ada, teknologi pendidikan sebenarnya adalah sautu cara atau teknis bagaimana agar anak didik secara maksimal mampu menyerap ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru-gurunya atau anak dengan cara belajar dari proses alam sekitarnya. Penjaminan mutu pendidikan tidak mungkin terwujud, jika pendidikan persekolahan hanya dikebiri dengan ceramah-ceramah yang sangat verbal sifatnya. Walaupun teknologi bukan satu-satunya obat penyembuh penyakit pendidikan, paling tidak sebagai penekan penyakit pendidikan yang saat ini masih dirasakan keberadaannya. Mutu pendidikan sejak dulu masih menjadi persoalan serius. Lulusan sekolah dari berbagai jenjang, sampai saat ini masih belum siap pakai, mereka yang sudah mengantongi gelar kesarjanaan sekalipun masih siap latih, setelah terjun di lapangan.
Dalam bidang pendidikan, tampaknya pelatihan-pelatihan yang saat ini semarak dilakukan oleh berbagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), memberi tanda bahwa lulusan atau output dari sebuah lembaga pendidikan diamggap masih belum mampu diterjunkan di lapangan pekerjaannya. Kegiatan pelatihan profesi guru, memang sarana untuk menjembatani, agar mutu pendidikan yang dibangunnya dapat memenuhi sasarannya.
Mengapa pendidikan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan yang diinginkan? Karena, salah satu penyebabnya adalah guru tidak mempunyai kemampuan untuk mendesain intrusksional dan mendesain teknologi (ilmu cara) mendidik dan mengajar siswanya dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada.
Seharusnya guru dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga professional, diharapkan mampu menerapkan proses , meningkatkan produk dan memperhatikan sistem. Diawali dengan proses yang runtut dalam setiap langkahnya, maka akan dapat menghasilkan produk yang lumayan baik. Hasil dari satu proses ke proses lainnya akan menghasilkan produk-produk baru lainnya dalam kerangka wadah satu yang saling terkait, yang sering disebut satu sistem.

B. Landasan dan Pendekatan Belajar dalam Teknologi Pendidikan
Menurut Yusufhadi, Objek formal teknologi pendidikn adalah “belajar” pada manusia, baik sebagai pribadi maupun yang tergabung dalam organisasi. Belajar itu tidak hanya berlangsung dalam lingkup persekolahan ataupun pelatihan. Belajar itu ada di mana saja dan oleh siapa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan keperluan.
Selanjutnya, menurutnya, “ada gejala yang perlu mendapat perhatian atau yang merupakan landasan ontology dari objek tersebut adalah:
1. Adanya sejumlah besar orang yang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.
2. Adanya berbagai sumber, baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
3. Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan organisasi.
4. Perlu adanya keahlian dan pengelolan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien dan selaras.
Usaha khusus yang terarah dan terencana bukan sekedar menambah apa yang kurang, menambal apa yang berlubang, dan menjahit apa yang sobek. Menurut Banathy, bukan hanya “doing more of the same”, ataupun “doing it better of the same”, melainkan “doing it differently” untuk menjamin hasil yang diharapkan (Banathy 1991). Pendekatan yang berbeda itu adalah pendekatan yang memenuhi empat persyaratan, yaitu:
1. Pendekatan isomeristik, yaitu yang meggabungkan hal-hal yang sesuai dari berbgai kajian/bidang keilmuan (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik dsb), ke dalam suatu kebulatan tersendiri.
2. Pendekatan sistematik, yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan.
3. Pendekatan sinergistik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri.
4. Pendekatan sistemik, yaitu pengkajian secara menyeluruh (komprehenshif)

C. Teknologi pendidikan sebuah Konsep
Beberapa konsep teknologi pendidikan, dari beberapa pendapat, di antaranya adalah; sebagaimana dikutip Yusufhadi:
1. Konsepsi teknologi pendidikan dapat kita pahami melalui pendekatan teknologi atau pendidikan. Melalui pendekatan teknologi diartikan sebagai teknologi yang diterapkan dalam bidang pendidikan.
2. Pengertian teknologi sendiri sangat luas dan beragam, Ellul (1967: xxv), mendifinisikan teknologi sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegitan manusia. Dengan demikian teknologi pendidikan harus pula memiliki ciri efisiensi itu.
3. Difinisi yang dibuat Galbraith (1967) tentang teknologi masih sangat populer hingga kini,yaitu aplikasi sistematik sains atau pengetahuan lain dalam tugas praktikal. Bila difinisi ini diterapkan dalam dunia pendidikan, maka teknologi pendidikan merupakan aplikasi sistematik sains dan pengetahuan lain dalam tugas kependidikan.
Definisi ini terlalu luas, karena dengan demikian semua tugas kependidikan dapat dianggap sebgai bidang teknologi pendidikan.
4. Association for Educational Communication and Technology/AECT, 1986), Tekonologi pendidikan merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
Konsep pendidikan sendiri mempuyai arti yang luas, ia merupakan keseluruhan proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan berbagai bentuk prilaku lain yang mempunyai nilai positif terhadap lingkungan tempat hidupnya. Apabila proses itu sengaja dikelola agar dapat terbentuk prilaku tertentu dalam kondisi tertentu, maka proses itu disebut pembelajaran/instruksional.
5. Commission on Instructional Technology, 1970. Teknologi Instruksional (sebagai bagian dari teknologi pendidikan), merupakan cara yang sistematis dalam merancang, melaksanakan dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan khusus yng didasarkan pada penelitian terhadap belajar dan berkomunikasi pada manusia, serta dengan menggunakan kombinasi sumber belajar insani dan non-insani agar menghasilkan pembelajaran yang efektif.
6. Hasil Lokakarya Nasional Teknologi pendidikan, Yogyakarta, 1980, Teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan usaha untuk memudahkan proses belajar dengan ciri-ciri khas:
a. Memberikan perhatian khusus dan pelayanan pada kebutuhan yang unik dari masing-masing sasaran didik.
b. Menggunakan aneka ragam dan sebanyak mungkin sumber belajar, dan
c. Menerapkan pendekatan sistem.
Dari berbagai pendapat tentang pengertian teknologi pendidikan dan teknologi instruksional, maka Yusufhadi Miarso (2004; 78), memberikan suatu rumusan dalam aplikasi teknologi pendidikan dan implikasinya. Konsep atau pengertian teknologi pendidikan tersebut, jika kita analisis akan memperoleh pedoman umum aplikasi sebgai berikut:
1. Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-lain secara bersistem.
2. Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di antaranya.
3. Digunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar.
4. Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, di mana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekadar penjumlahan. Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah.
Pada awal perkembangan konsep teknologi pendidikn, media (isi pesan yang dikemas dalam bahan) merupakan ciri yang menonjol meskipun hanya merupakan fungsi tambahan. Perkembangan awal ini dikenal sebagai paradigma pertama teknologi pendidikan. Paradigma kedua, bahwa teknologi pendidikan bertolak dari pendekatan sistem dan teori komunikasi dalam kegiatan pendidikan. Paradigma ketiga, tekmologi pendidikan bertolak dari pendekatan manajemen proses instruksional, di mana unsur-unsurnya mempunyai fungsi berbeda-beda, dijalin secara integral. Paradigma keempat, teknologi pendidikan bertolak dari pendekatan ilmu prilaku yaitu memfokuskan perhatian kepada diri si belajar agar mereka itu dapat dimungkinkan untuk belajar secara efektif. Kemungkinan ini tercipta melalui suatu proses kompleks dan terpadu, serta dirancang dan dilaksanakan secara cermat.
Molenda (1988) mengajukan paradigma baru atau paradigma kelima, teknologi pendidikan bertolak dari pendekatan estetika, efisiensi dan lingkugan. Dengan pendekatan ini disyaratkan agar proses maupun produk teknologi pendidikan bersifat anggun (elegant), efisien dalam arti waktu, tenaga dan dana serta akrab dan serasi dengan kebutuhan dan lingkungan.
Berdasarkan perkembangan paradigma (kerangka berpikir) tersebut dapat dirumuskan gagasan dasar atau falsafah teknologi pendidikan yaitu agar setiap pribadi dapat berkembang secara maksimal dengan jalan memanfaatkan segala macam sumber belajar yang ada maupun yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga tercapai efisiensi serta keselarasan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungannnya. (Menyemai Benih, TEKNOLOGI PENDIDIKN; 80)
Dari beberapa pandangan teantang konsep teknologi penddidikan dengan komponen-komponen yang menyertainya, maka dapat dirangkum dalam konsep teknologi pendidikan secara umumm, bahwa:
Teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia. Pemecahan masalah terjelma dalam bentuk sumber belajar yang dirancang, dipilih dan atau digunakan untuk keperluan belajar dan yang terdiri dari pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan lingkungan. Proses analisis masalah merupakan fungsi pengembangan pendidikan dalam bentuk riset atau teori, desain, produksi, evaluasi, seleksi, logistik, pemanfaatan dan peenyebarluasan. Proses pengarahan dan koordinasi nerupakan fungsi pengelolaan pendidikan yang meliputi pengelolaan organisasi dan personal.

D. Pemahaman Konsep Teknologi Pendidikan
Dalam konsep yang jelas dalam rumusan kalimat yang tidak terlalu panjang, dan ada spesifikasinya, maka pemahaman teknologi pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Teknologi pendidikan merupakan ilmu cara yang terbentuk dalam proses panjang untuk membangun sistem pendidikan, agar mampu mewujudkan terbentuknya manusia yang berkualitas.
2. Teknologi pendidikan dalam sistem aplikasinya dilakukan secara terpadu, dan melibatkan banyak komponen di antaranya adalah unsur manusianya, prosedur, ide atau gagasan, bahan dan peralatan serta organisasi pengelolaannya.
3. Teknologi pendidikan merupakan sebuah produk pemikiran untuk mencari jalan pengembangan, pendayagunaan semua sumber daya yang ada, dalam rangka untuk memecahkan problem pendidikan, baik problem yang menyangkut kuantitas dan kualitas pendidikan yang muncul.
4. Teknologi pendidikan memakai pendekatan sistematis dalam rangka, menganalisa dan memecahkan masalah proses belajar.
5. Teknologi pendidikan merupakan suatu bidang yang berkepentingan dengan pengembangan secara sistematis berbagai macam sumber belajar, termasuk di dalamnya pengelolaan dan penggunaan sumber belajar.
6. Tekonologi pendidikan merupakan suatu bidang profesi yang terbentuk dengan adanya usaha terorganisasikan dalam mengembangkan teori, melaksanakan penelitian dan aplikasi praktis perluasan serta peningkatan sumber belajar.
7. Teknologi pendidikan beroperasi dalam seluruh bidang secara integratif yaitu secaraa rasional berkembang dan berintegrasi dengan berbagai bidang pendidikan.
Ely (1979) dalam Yusufhadi, (2004:6), pada umumnya teknologi pendidikan dianggap mempunyai potensi untuk:
1. Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan:
a Mempercepat tahap belajar (rate of leaning)
b. Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik.
c. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan belajar anak
2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang lebih individual, dengan jalan:
a. Mengurangi control guru yang kaku dan tradisional.
b. Memberikan kesempatan anak berkembag sesuai dengan kemampuan.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, dengan jalan;
a. Perencanaan program pengajaran yang lebih sistematis.
b. Pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku.
4. Lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan;
a. Meningkatkan kapabilitas manusia dengan berbagai media komunikasi
b. Penyajian informasi dan data secara lebih kongkrit.
5. Menungkinkan belajar secara seketika (immediacy of learning) karena dapat;
a. Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di luar sekolah.
b. Memberikan pengetahuan langsung.
6. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas, terutama adanya media massa, dengan jalan:
a. Pemanfaatan bersama (secara lebih luas) tenaga atau kejadian yang langka.
b. Penyajian informasi menembus batas geografis.

E. Kebutuhan Teknologi dalam Pendidikan
Menurut Dr. Daoed Joesoef, waktu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, saat memberikan pengarahan dalam Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan di Yogyakartam pada tanggal 8 Januari 1980, menyatakn antara lain:
Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus, kerena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya yaitu:
1. Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Keharusan meningkatkan mutu pendidikan, berupa antara lain; penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan.
3. Penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan.
4. Penigkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatan berbagai wadah dan sumber-sumber pendidikan.
5. Penyempurnaan pelaksanan interaksi penyelenggaraan pendidikan.

Konsep dasar pemikiran adanya kehadiran teknologi pemdidikan yang merupakan kebutuhan, mengacu pada kemajuan dan perkembangan pembelajaran dapat diidentifikasikan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem belajar terbuka bagi setiap anggota masyarakat mempunyai peluang besar, karena media pembelajaran sudah menyebar luas sedemikian rupa di ligkungan sekitar. Bahkan ada kesan behwa pendidikan formal sangat kering informasi pembaharuan. Kurikulum yang dikemas dalam pendidikan formal memakai acuan konvensional, dan materi pembelajaran cenderung memakai teori-teori klasik konvesional. Pemerintah, dalam hal ini menteri Pendidikan Nasional, harus menghargai jerih payah terhadap lembaga-lembaga swasta di luar sekolah formal, semisal lembaga pelatihan, bimbingan kelompok belajar dan sejenisnya yang ternyata juga ikut mewarnai dan mempunyai kontribusi besar dalam mengentaskan kebodohan bangsa.
2. Inovasi dan perkembangan masyarakat melalui jaringan informasi global, adalah aset yang cukup besar jika pendidikan formal dapat ikut mengejar dan memnfaatkan kemajuan ilmu dan teknologi kehidupan yang semakin pesat ini. Tuntutan zaman, semua komponen yang tergabung dalam penataan sistem pendidikan nasional, baik menteri, dirjen, sampai ke bawah yang bernama guru, harus mulai cerdas membca kemajuan yang ada diluar sekolah.
Kontribusi pembelajaran dan efektivitas keberhasilan dari media teknologi komunikasi dan informasi lewat TV dan internet hampir 75% lebih, dibanding dengan pendidikan formal yang tidak dilengkapi dengan berbagai multimedia.
3. Dengan dikembangkan teknologi pendidikan di lembaga pendidikan formal, menuntut dan ini menjadi keharusan guru-guru dan dosen harus cerdas dan yang mempunyai daya kreatifitas tinggi untuk menerapkan teknologi dengan cara memanfaatkan media dan alat-alat bantu pembelajaran modern. Jika perlu, perekrutan guru diambilkan dari disiplin ilmu murni, dan selanjutnya untuk metodolagi pengajarannya diadakan pendidikan pelatihan atau dengan mengikuti program akta IV.
Konsep dasar pemikiran ini tidak berarti merendahkan mutu Lembaga Pendididikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang di kelola oleh perguruan tinggi. Di lapangan lulusan LPTK, banyak yang tidak menguasai materi pembelajaran, mereka lebih banyak menguasai metodolgi, tapi kering materi keilmuannya.
4. Teknologi pendidikan yang dikemas dalam teknologi instruksiomal dari masing-masing materi pembelajaran adalah satu urutan teori yang sistematis dari jenjang pendidikan yang paling bawah ke jenjang atas.
Contoh kongkrit yang patut kita cermati bersama adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Khusus dua matapelajaran ini, di sekolah yang tingkatannya rendah seperti di Sekolah Dasar (SD), haruslah diajar oleh guru yang mempunyai disiplin ilmu murni dan menguasai teknologi intruksional, kalau tidak, maka pendidikan di Indonesia selamanya tidak akan menciptakan peserta didik yang berkualitas.
Logikanya, bahasa adalah sebuah ketrampilan berbahasa, terurama ketrampilan membaca adalah modal awal peserta didik. Untuk guru bahasa kelas I SD, haruslah menguasai bganiamana cara mengajar membca pemahaman yang efektif agar peserta didiknya mampu mengenal simbul bahasa dan sekaligus memahami makna dalam terminologi kata tersebut. Serta dapat melafalkan dalam rangkaian kalimat secara faseh dan jelas serta lancar.
Selain itu, guru bahasa Indonesia harus memberikan penekanan pada konsep membca pemahaman dalam setiap kata, setiap kalimat, paragraf dan wacana. Setiap selesai membaca tulisan, harus dicermati tentang kemampuan penangkapan pesan-pesan yang dibaca. Kondisi ini dibiasakan sejak kecil. Setiap kali membaca haruslah dapat mengungkapkan ide sentral bacaan, jika belum dapat, anak disuruh mengulangi terus sampai dapat menemukan ide yang ditemukannya.
Jangan sampai ada anak yang tidak paham dengan apa yang diajarkan sebelumnya, lalu dipindahkan lagi ke materi lain, terus begitu berjalan dari jenjang ke jenjang. Dengan kondisi ini, ketidakpahaman yang tertumpuk-tumpuk terjadi kontaminasi (tumpang tindih-jw), hingga anak lulus SD tidak dapat membaca pemahaman. Setiap selesai membaca buku, setelah bukunya ditutup, tidak mengerti apa yang dibacanya. Dan kenyataan ini berlanjut sampai tingkat SLTP, SLTA bahkan sampai ke perguruan tinggi. Ini namanya kesalahan berantai yang dimulai dari dasarnya.
Sama halnya dengan mata pelajaran matematika. Kesalahan guru dalam memberi landasan konsep teori pertama kali belajar angka dan simbol (tanda-tanda), yang disebut hitungan matematis, tidak jelas dan membingungkan. Kebingungan awal tidak diatasi, harus dipindahkan ke teori hitung lainnya, yang seharusnya masih ada kaitannya (benang merah) yang menghubungkan teori terdahulu, maka anak akan memperoleh kebingungan dan ketidakpahaman bertumpuk. Dan ini berlanjut secara berjenjang, hingga anak lulus sekolah.
Melihat persoalan anak tidak mampu membaca dan menghitung adalah, bersumber dari proses pembelajaran yang salah. Proses pembelajaran yang salah karena guru tidak menguasai materi dan tidak mampu menerapkan teknologi pendidikan (teknologi instruksional). Jika guru tidak mengerti materi sebagai sebuah keilmuan yang diajarkan, maka hasil pendidikan yang kita lihat, adalah seperti yang kita rasakan ini. Tepat saja, anak lulus sekolah tidak pernah paham secara persis apa saja materi pelajaran yang pernah dipelajarinya.
*****************
Maswan, dosen, Pembantu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara

IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


KETRAMPILAN ADALAH SUMBER PENGHIDUPAN
Oleh: Maswan

Orang-orang yang mempunyai jiwa wiraswasta, selain mempunyai sikap petualang dan semangat kerja tinggi, juga mempunyai beberpa ketrampilan sebagai pegangan hidup. Arti trampil adalah manusia yang dapat melakukan tindakan, aktifitas atau pekerjaan dengan cekatan, gesit, lincah dan mampu menemukan teknik bertindak dengan sistematis. Orang yang trampil adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pekerjaan dalam segala bidang sehingga dapat memperoleh hasil ide, gagasan, cipta dan karya yang dapat dinikmatinya sendiri dapat mengembang ke orang lain.
Untuk mengantarkan menjadi orang yang trampil haruslah ditempuh lewat proses pendidikan dan latihan. Anak sekolah, terutama lulusan SLTA dan sarjana dari Perguruan Tinggi, agar mempunyai ketrampilan hidup, hendaknya dididik dan dilatih dalam wadah pemdidikan kewiraswastaan yang langsung dapat diterapkan dalam dunia usaha. Pendidikan wiraswasta yang selama ini diajarkan kepada siswa atau mahasiswa hanya sekedar teori yang cenderung verbalisme.
Sekarang, lepas dari itu semua, jika kita ingin sukses dalam kehidupan yang terlampau ketat persaingannya ini, maka dengan mengucap bismillah, mulailah berpikir kreatif untuk menapak masa depan dengan semangat dan etos kerja dengan landasan filsafat hidup, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib kita, jika kita tidak berusaha untuk merubahnya sendiri. Bekal apa yang kita siapkan, untuk merubah nasib tersebut? Tentu saja dengan bekal hidup pemberian Tuhan yang berbentuk fisik sehat dan akal sehat. Inilah bekal hidup yang kita gunakan untuk melangkah ke depan. Dan sikap berani mengambil resiko apa yang terjadi.
Kita yang mempunyai tubuh sehat dan normal, serta pikiran yang normal untuk diarahkan pada suatu bentuk ketrampilan apa saja, tentulah akan membuahkan kekaryaan. Penguasaan ketrampilan hanya ada pada orang yang fisiknya sehat dan pikirannya normal. Selagi kita normal baik secara fisik dan psikhis, maka haruslah menguasai satu atau lebih ketrampilan, misalnya dalam bidang pertukangan, ukir kayu, sablon, dekorasi, lukisan, kaligrafi, menjahit, membatik, dan lain sebagainya. Sederet bidang ktrampilan lewat tangan yang digerakkan oleh pikiran ini, jika sudah dianggap mempunyai nilai jual, maka berarti ketrampilan ini sudah dapat digunakan untuk modal dalam kehidupan . Pemenuhan kebutuhan akan teratasi dari ketrampilan yang kita miliki, asal kita mau melakukan, tanpa dihantui rasa malu, takut, cemas dalam mempraktekkan ketrampilan tersebut.
Akan berpeluang sukses lebih besar, jika kita mempunyai ketrampilan berpikir. Berimajinasi dan berkreatifitas mencari ide-ide baru dalam dunia usaha dan pekerjaan. Trampil mencetuskan ide-ide kreatif dalam dunia usaha, memang sangat dibutuhkan nyali yang tinggi dan beban psikologis cukup berat. Kunci yang harus dipegang dalam kreatifitas ini, adalah keberanian, sekali lagi keberanian untuk memulai suatu pekerjaan yang belum sama sekali dilakukan, dalam hal ini unsur spekulasi sangat tinggi. Yang pasti setiap orang, jika mempunyai keberanian untuk melangkah, akan ditemukan jalan yang cukup longgar, manakala kita tetap waspada dan terus berpikir akan keberhasilannya.

Lingkaran Setan Harus Dipotong
Siswa SLTA kelas tiga atau sekarang disebut kelas duabelas (seperti Anda-pembaca) di pedesaan, jika ditanya oleh guru, ”Siapa yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi?” Hampir semuanya mengangkat tangan, dengan menjawab ”berminat”. Jumlah yang berminat hampir 90% lebih. Tetapi kalau ditanya, ”Setelah tamat nanti, Anda kuliah atau tidak?”. Jawaban yang paling banyak adalah dengan kata ”tidak”. Pertanyaan berikutnya, ”Mengapa tidak kuliah?” Jawaban yang paling umum terucap adalah ”tidak ada biaya.” Dan seterusnya pertanyaan dikejar, berakhir dengan jawaban ”kami dari anak orang miskin, Pak!”.
Secara kodrati, lulusan SLTA rata-rata berkeinginan untuk kuliah di Perguruan Tinggi, baik yang pandai, sedang dan bodoh. Dan juga, minat dan keinginan berlaku sama antara anak orang kaya dengan anak orang miskin. Ini menandakan, bahwa kebutuhan untuk sekolah lebih tinggi bagi anak-anak masa usia sekolah adalah sangat besar. Hanya persoalannya, faktor yang paling banyak dijumpai adalah ketidakmampuan untuk membayar biaya pendidikan. Hal semacam ini, jelas bahwa mereka yang terlahir dari keluarga miskin, tidak pernah akan memperoleh pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Sementara perguruan tinggi hanya diperuntukkan bagi mereka yang berasal dari keluarga yang ekonominya sedang dan atas (orang-orang kaya).
Ini kenyataan hidup yang sangat pahit dirasakan oleh orang-orang miskin. Awas, dan ingat! Anda jangan protes dan menyalahkan Tuhan. Karena Tuhan sudah memberi petunjuk dan jalan, ”gunakan akal cerdas dan ketrampilanmu, jika ingin sukses hidup kaya,”
Lepas dari rasa kecewa atau tidak, adanya diskriminasi kehidupan yang tergambar di atas, yang kaya dapat sekolah, yang miskin terpinggirkan. Ya, ini memang diskriminasi kehidupan, ini namanya hukum sebab akibat (causalitas). Dinasti dari keluarga kaya akan melahirkan keturunan pandai, pandai berakibat maju (peradaban tinggi), maju berakibat kaya karena mempunyai peluang, yang kaya akan pandai demikian putarannya. Sementara pada sisi lain, dari dinasti keluarga miskin akan berputar seperti lingkaran setan, kemiskinan melahirkan kebodohan (tidak bisa sekolah), kebodohan berakibat terbelakang karena tersingkirkan , terbelakang berakibat miskin, miskin berakibat bodoh lagi karena tidak sekolah dan begitu putaran hidup seterusnya.
Lingkaran setan bagi orang miskin tersebut harus dipotong talinya, sehingga tidak terkait terus secara berurutan yang berputar terus tanpa ujung. Lantas yang memotong siapa? Ya, yang dapat memotong tali kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan ini satu-satunya adalah kita yang miskin ini. Kita (yang miskin) sendiri, dengan cara membangun pilar kekuatan dan keberanian melangkah sekalipun dengan beban berat. Jiwa wiraswasta dikobarkan dalam diri kita. Karena bergantung pada pemerintah dan orang-orang kaya, rasanya kondisi seperti ini kemungkinannya sangat kecil.
Di awali, minat atau keinginan untuk sekolah di perguruan tinggi harus terus dipegang dan dikobarkan. Jangan dilepaskan, terus dikobarkan semangat memperoleh pendidikan tinggi. Sekalipun belum ada biaya. Minat sekolah yang tinggi tersebut harus ada, dan dibarengi dengan semangat berpikir dan pencarian ide untuk bekerja. Dua aspek yang terpisah ini, dipaksakan untuk selalu beriringan. Mulailah dengan rumusan prinsip hidup yang pasti, ”SAYA HARUS BEKERJA UNTUK SEKOLAH, dan atau SAYA HARUS KULIAH SAMBIL BEKERJA”
Rumusan prinsip hidup di atas, akan terwujud jika disiapkan sejak awal dengan perbekalan ketrampilan, membangun karsa (kemauan) kuat, dan image untuk merubah kehidupannya di atas kakinya sendiri, tanpa mengucap ”orang tua saya miskin”. Sekali lagi jangan menyalahkan orang tua Anda, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Syukurilah bahwa Anda dihidupkan oleh Allah perantara orang tua Anda, dengan kesempurnaan. Konsep berpikir atau falsafat hidup, bahwa kita ini adalah orang-orang yang pandai bersyukur. Ingat, masih banyak segi kehidupan yang dapat kita bangun dan kita tangani untuk kepentingan masa depan yang cerah untuk diri kita sendiri, jika ada KEMAUAN.
Maswan, dosen, Pembatu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang.
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara





IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


KAPASITAS DAN FAKTOR PENGARUH KREATIFITAS
Oleh : Maswan

”Siapakah saya ini? Mengapa saya tidak dapat mencetuskan ide kecil sekalipun, padahal sudah saya coba?” Hanya orang yang benar0benar tolol, yang bertanya demikian itu, karena ada banyak sekali bukti yang menyatakan bahwa imajinasi itu sama universalnya dengan ingatan.
Tes-tes ilmiyah mengenai kecerdasan telah memperlihatkan hubungan keuniversalan kreatifitas yang terpendam. ”The Human Engineering Laboratories” melakukan analisa bakat terhadap kelompok montir, dan mendapt kesimpulan bahwa dua pertiganya berada pada tingkat kapasitas kreatif diatas rata-rata. Hsil dari analisa, hampir semua tes psikologi yang pernah dilakukan memberi kesimpulan bahwa bakat kreatif dapat merata tersalurkan. Artinya bahwa setiap orang memiliki bakat itu, hanya tingkatannya saja yang berbeda-beda. Dan daya kreatifitas memiliki perbandingan yang cukup bervariasi dengan hasil kerja mental, jika ditinjau dari bakat alam yang dimilikinya.
Penemuan-penemuan ilmiyah semacam itu menjadi lebih luas lagi dengan banyaknya kasus orang kebanyakan yang mampu menampakkan kemmpuan yang luar biasa. Kebanyakan ide-ide yang baik sebagian besar berasl dari masyarakat umum. Peperangan misalnya, kenyataan telah membuktikan bahwa masyarakat banyak yang kreatif, jika mendapatkan kesempatan untuk itu. Secara harfiah jutaan ide baru telah diberikan oleh orang-orang yng tidak pernah menganggap diri mereka kreatif.
Perang ternyata dapat memacu orang untuk berpikir dan mencetuskan banyak ide dan bermutu, yang memberikn bukti kepad kita bahw setiap orang mempunyai bakt kreatif. Dan setiap upaya yang kita lakukan dapat bermnfaat dalam mengaktifkan bakat.
Bukan dalm keadaan perang saja, dalam bidang seni pun yang namanya kreatifitas bukan hal yang asing lagi. Menurut faktor Usia dalam Kreatifitas.
Pengalaman banyak memberikan ide. Dan orang-orang muda lebih gampang mendapatkan ide, dibanding orang tua. Demikian Plato berpendapat. Apa yang dikemukakan oleh Plato hampir seratus persen benar, bahwa seseorang pad waktu mudanya sangat kreatif, nmunsetelh tua kretifitsny menglmi kemunduran karena dimakan usia. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Kadang bakat dan kreatifitas yang begitu jaya waktu muda dapat sirn dan lenyap begitu cepat setelah tua? Jawabnya adalah karena kehilangan upayanya.
Dalam beberapa kasus, bakat dan kreatifitas yang kuar biasa muncul dimasa muda dan kemudian menghilang kembali setelah tua, hal ini biasa disebut sebagai ”keajaiban masa muda”. Tetapi ini kemungkinan bukan merupakan ”precocity” yang mengilhami pendapat Plato. Dan juga bukan merupakan dasar opini yang dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes, jika pada usia 40 tahun anda belum berhsil menuju kemasyhuran, sebaiknya anda bunuh diri.
Terlalu ekstrim pendapat Holmes tersebut. Kenyataannya, tidaklah mutlak kebenarannya, karena banyak diantara kita yang usianya lebih dari 40 tahun dapat berprestasi dan namanya baru dikenal.
Kristensi manusia untuk dapat menelorkan ide dan berkreatif sangat dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki, yaitu indera, pikir dan karsa, juga kekuatan mental ikut mendominasi. Psikolog George Lawton berpendapat bahwa, kekuatan mental manusia tetap berkembang sampai usia 60 tahun. Dari sejak itu, menurut Lawton, kemampuan mental itu menyurut tahap demi tahap sehingga pada usia 80 tahun, kemampuan itu tetap hampir sama baiknya dengan kemampuan kita sejak pada usia 30 tahun. Khususnya, mengenai bakat kreatif, Lawton berpendapat bahwa walaupun orang yang lebih tua mudah kehilangan kecakapan seperti daya ingat, tetapi imajinasi dan kreatifitas tidak memandang usia.
Prof. Harvey C. Lehman mengajukan pembuktian ilmiahnya yang menunjukkan bahwa kreatifitas dapat melawan usia. Salah satu dari studinya yang mengikut sertatakan orang-orang terkenal dalam kehidupan mereka telah mencetuskan ide-ide yang berguna bagi dunia. Dari seribu ide kreatif yang didaftar dapat diketahui bhwa, rata-rata saat timbulnya kreatifitas adalah usia pada usia 74 tahun.
Namun diakui atau tidak, bahwa secara umum memang penemuan ide berkurang pada saat kita bertambah tua. Ini terjadi karena kemungkinan penyebabnya adalah karena hubungan tenaga penggerak. Secara manusiawi memang benar, beberapa orang atau kebanyakan orang mengendur upayanya setelah mendapatkan keberhasilan. Orang-orang yag mempunyai kedudukan yang menyenangkan dan mempunyai harapan untuk menerima pensiunan yang layak akan lebih sedikit menerapkan usaha yang kreatif, dibandingkan dengan orang yang masih merintis jalan menuju keberhasilan.
Di satu sisi, seandainya bakat alam kita tidak dapat berkembang, kreatifitas kita akan tetap berkembang sejalan dengan upaya yang kita lakukan. Hal lain, imajiasi berkembang berkat adanya latihan dan berlawanan dengan kepercayaan umum. Imajinasi itu akan lebih kuat disaat orang telah mencapai msa dewasa dibandingkan dengan dimasa muda.
Faktor Jenis Kelamin dalam Kreatifitas
Kekuatan otot kaum wanita memang lebih lemah dibandingkan dengan otot kaum pria. Namun dalam imajinasi perbandingan ini tidak berlaku. Sebagai bukti dari penelitian yang dilakukan oleh ”Johnson O’Connor Foundation”, menemukan bahwa rata-rata bakat kreatif kaum wanita 25 % lebih tinggi dibandingkan dengan kaum pria.
Lebih lanjut kelancaran mencetuskan ide pada kaum wanita lebih tinggi daripada kaum pria. Hal ini menurut laporan Edwin J. Mac Ewan dari Paterson, New Jersey dari percobaan yang dilakukannya sebagai pengajar bidang studi Creative Thinking disebuah kelas yang terdiri dari 32 orang siswa SMA. Menurut penemuannya, dlam kelancaran ide, murid putri lebih unggul 40 % dibandingkan dengan murid putra.
Kaum ibu biasanya lebih banyak menggunakan imajinasi dibandingkan dengan kaum bapak. Pekerjaan bapak biasanya merupakan pekerjaan rutin, sedang pekerjaan kaum itu hampir setiap jam berbeda dalam setiap hari. Hanya sedikit wanita yang menyadari berapa banyak kemampuan kreatif yang mereka gunakan. Pada saat seorang isteri telah dapat memenuhi kebutuhan suaminya, ia masih tetap berpikir bgaimana caranya untuk tetap dpat membuat suaminya puas. Dn, ia masih mencari dan memikirkan keterampilan yang harus digunakan dlm berbelanja, memasak, memperindah kebun, mengatur perabot rumah tangga dan membuat anak-anaknya patuh padanya.
Tidak ada wanita yang menyangkal bahwa ia ”memeras otaknya” untuk memikirkan hadiah Hari Raya. Hal ini berarti bahwa ia telah menggambarkan dan melaksanakan gambaran itu pada saat ia dikendalikan oleh rasa tanggungjawab dan kasihnya. Sepanjang tahun, sedikit sekali pria yang melakukan lebih banyak pekerjaan yang kreatif dibanding dengan apa yang dilakukan oleh kaum wanita pada waktu Hari Raya, dalam memikirkan hadiah-hadiah baru dan berbeda-beda; untuk suami, anak-anak dan orang lain yang ada dalam daftar keluarga. Tidak jarang, wanita juga memikirkan hadiah-hadiah yang bertuliskan ”Selamat Hari Raya dari Ayahanda”.
Seorang wanita tidak akan menjadikan seorang ibu yang baik, tanpa menggunakan imajinasinya. Ketika anaknya yang bayi tidak mau makan, seorang ibu tidak hanya berhenti sampai pada keadan seperti itu saja. Ia terus berusaha mencari cara agar anaknya mau makan. Naluri keibuannyalah yang mendorong memikirkan apa saja yang akan berguna bagi anak keturunannya.
Banyak suami yang mengetahui dari dekat bagaimana seorang isteri dapat menjadi begitu kreatif, khususnya suami-suami yang termasuk dalam daftar nama dari pasangan suami-isteri yang berhasil.
Akan tetapi, tidak dapat disangkal bahwa pemegang rekor kreatifitas di bidang-bidang yang penting dn prinsip, pria lebih tinggi dibandingkan dengan kaum wanita. Hya baru-baru ini wanita memiliki pelung untuk mengembangkan sayapnya didalm kehidupan kemasyarakat yang lebih luas, yang jaman dulu kreatifitas terbekukan. Seperti yang dikemukakan oleh Dr. Paul Popenos dalam analisinya mengenai perbedaan psikologis antara jenis kelamin yang berbeda, ”Perbedaan-perbedaan ini bukan karena bawaan, dan akan menghilang saat wanita melangkah ke dunia yang lebih luas”.
Riset ilmiah sehubungan dengan pernyataan mengenai hubungan antara kreatifitas dengan jenis kelamin, tidak jawaban yang meyakinkan, peranan jenis kelmin dalam pemikiran kreatif, tidak ada hubungan yang berarti antara angka kreatifitas kepriaan dan kewanitaan.
Dr. G.A. Milton, dari universitas Stanford melakukan penelitian tentang pengaruh jenis kelamin terhadap kecakapan memecahkan masalah. Satu implikasi yang dinyatakan adalah pengaruh dari pria yang maskulin akan lebih cepat memecahkan masalah, dibanding dengan pria yang feminim. Dan demikian juga dengan wanita yang maskulin akan lebih mudah memecahkan masalah dibanding dengan wanita yang lebih mengutamakan peran kewanitaannya.
Faktor Pendidikan dalam Kreatifitas
”Pandai bukan jaminan dalam menghasilkan pekerjaan kreatif. Murid-murid yang berintelgensi tinggi, tidak harus murid yang menghasilkan ide yang benar-benar murni”. Demikian Doktor L.L. Thurstone menyatakan. Permainan kuis, seringkali diarahkan pada kejeniusan. Tidak diragukan lagi permainan itu mendidik kita kearah penggunaan ingatan. Tetapi diragukan apakah kita juga dapat lancar untuk mencetuskan ide?
Menurut tes ilmiah, untuk mengetahui bakat kreatif, sedikit sekali atau bahkan tidak ada perbedaan antara orang terpelajar dan yang tidak terpelajar dari kelompok usia yang sama dalam hal kreatifitas. Pendidikan bukanlah faktor terpenting dalam hal pembentukan kreatifitas. Banyak oarng berpendidikan tinggi, tetapi tidak kreatif; sedang orang-orang yang tidak pernah memcicipi pendidikan formal dapat berkreatif tinggi dan menelorkan ide-ide yang menonjol. Justru dalam hal ini yang penting adalah proses latihan dan melakukan percobaan. Namun kadang banyak sekali dijumpai kasus yakni orang-orang yang tidak berlatih dengan sangat kreatif dapat menciptakan apa yang seharusnya diciptakan oleh orang-orang yang mendapat latihan secara khusus.
Faktor Usaha dalam Kreatifitas
Jika kita sudah sampai pada tingkat ketepatan daya cipta, tingkat pengetahuan dan potensi bakat yang kita miliki tidaklah berperan sepenting kekuatan motivasi atau usaha. Dalam hal ini marilah kita mencoba membayangkan bahwa kita sedang duduk disebuah bangunan gedung tingkat tujuh, dan kita berkata sendiri dalam batin; ”ini pensil dan secarik kertas. Sekarag tulis, dalam waktu singkat (satu menit) apa yang kita lakukan jika mengetahui bahwa bangunan yang kita tempati akan segera roboh karena gempa bumi”., pasti jawaban kita akan berbunyi demikian, maaf kita tidak mempunyai bayangan seperti itu sama sekali”.
Di sisi lain, misalnya kita harus mengatakan hal yang sama agar tampak sungguh-sungguh, misalnya dengan meminta beberapa orang-orang yang pandai bermain sandiwara, untuk berlari-lari ke kantor dan berteriak-teriak, ”cepat gedug ini akan segera runtuh”. Jika kita mempercayai perkataan itu, maka pasti kita akan segera memikirkan satu ide yang muncul secara spontan.
Dari segi fisik, manusia memiliki lebih banyak kecerdasan otak dibanding dengan kapasitas otak yang pernah digunakan. Secara harfiah memang benar bahwa kebanyakan pusat otak manusia seperti pusat-pusat syaraf yang memungkinkan kita dapat berbicara dan membaca ada dua lapis. Pasangan syaraf itu akan tetap tinggal pasip sampai salah satu lapisannya terluka atau sakit. Dan syaraf cadangan kemudian dapat dilatih untuk menggantikan tugas pusat otak yang rusak.
Syaraf yang ada pada otak manusia terlalu kompleks dan bermilyar-milyar sel. Jika kita bandingkan, otak manusia terdiri dari 100 milyar sel, sedangkan komputer digital yang paling maju hanya terdiri dari 100 ribu sel. Maka hanya dengan memperhatikan kesatuan mekaniknya saja, otak manusia mempunyai seribu kali lebih besar dibandingkan dengan mesin elektronik.
Kelompok semut terkenal karena kemampuan organisasinya, padahal sistem syaraf seekor semut hanya terdiri dari 250 sel. Kenyataan ini menunjukkan pada kita, bahwa manusia mempunyai kelebihan dari segala makhluk. Dan secara rasional kita mampunyai kapasitas mental yang jauh lebih besar dari pada yang telah kita gunakan.
Pengaruh keturunan terhadap kemampuan kreatifitas masih tetap dipertanyakan. Dan ligungan juga merupakan faktor yang masih membingungkan. Dengan demikian, faktor usaha dan kemauan keras dari manusia akan menciptakan kreatifitas. Usaha keras akan mampu membentuk kebiasaan, berupa peningkatan kreatifitas kita dengan baik. Seperti yang dikatakan Brook Atkinson, ”kekuatan penggerak” yang ”benar-benar menjadi pembeda ” tingkat kreatifitas bukannya bakat alaminya.***********

Maswan, Dosen, Pembantu Dekan (PD III) Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara


IDENTITAS PENULIS:

Nama : Maswan
Tempat/tgl lahir : Jepara, 21 April 1960
Pekerjaan : Dosen
Pendidikan : S2 Magister Manajemen
Alamat Rumah : Jerukwangi RT 01/RW VII Bangsri Jepara 59453
Alamat Kantor : INISNU Jepara, Jl. Taman Siswa (Pekeng)Tahunan Jepara
Jln. Taman Siswa (Pekeng) No. 9 Tahunan Jepara Telp/Fax (0291)593132.E-mail:inisnujpa@yahoo.co.id,http\\ www.inisnujepara.ac.id
Kontak person : 081325702426, email: maswan.drs@7gmail.com
Pengalaman menulis: 1. Menulis beberapa artikel dan resensi buku yang terbit di bebepa surat kabar.
2. Menulis beberapa judul buku
Pengalaman bidang Jurnalistik:
1. Pernah menjadi Wartawan dan pengelola surat kabar kampus IKIP Malang (Universitas Negeri Malang).
2. Ketua penyunting Jurnal Ilmih Fakultas Tarbiyah INISNU Jepara